Perkataan Aluna sedikit menohok Olivia. Memang benar selama mereka berteman Vivian tak pernah menceritakan hal apapun padanya kecuali jika ia tahu lalu mendesak Vivian untuk menceritakannya barulah ia bercerita. Apa benar selama ini hanya dirinya yang menganggap Vivian sahabat sedangkan ia tidak seperti yang dikatakan Aluna?  Buru-buru Olivia menggeleng mengenyahkan pikiran negatif yang menyerang di kepalanya.

"Bisa kau jelaskan apa maksud dari medusa itu Vivian?" kali ini nada suara Olivia berubah datar.

"Aku akan menjelaskan semuanya padamu, tapi tidak sekarang" jawab Vivian pelan.

Olivia tersenyum kecut.

"Kau lihat kan Oliv bahkan kakakku ini tak mau menjelaskan apapun padamu. Bukan kah itu sudah menjelaskan semuanya?" Aluna malah semakin memanaskan suasana.

"Lebih baik kau menjadi temanku saja, kau bebas jika ing-

"CUKUP ALUNA!" bentak Vivian muak. Semua orang kaget, akibat dari bentakan Vivian yang begitu keras orang-orang kini menghampiri mereka dengan rasa penasaran atas apa yang terjadi.

'wah... sepertinya akan ada pertunjukan yang seru nih'

'kasar sekali Vivian, bagaimana bisa dia membentak Aluna seperti itu'

'ck! lagi-lagi gadis itu berulah'

'tidak ada hal lain yang lebih berguna apa, dari pada mencari perhatian orang-orang? cih!'

'sangat tidak bermoral'

Vivian dan Olivia tak menggubris bisikan orang-orang, hanya Aluna yang menikmati bisikan mereka yang menghina Vivian. Senyum culas terpatri dalam bibirnya, benar-benar menyenangkan pikirnya.

Vivian memejamkan matanya sejenak. Nafasnya memburu menahan amarah, selama ini ia diam karena malas meladeni tingkahnya yang selalu saja mencari perhatian semua orang. Namun, kali ini ia tak bisa menahannya lagi.

"Sudah cukup kau merebut semua yang kumiliki dan sekarang kau ingin merebut sahabatku?! Aluna... Aluna, begitu serakahnya dirimu sampai-sampai semua yang kumiliki kau ambil. Tapi tak apa, sudah seharusnya aku memberikan milikku pada orang yang membutuhkan sepertimu. Benar begitu adikku?" Vivian tersenyum miring.

Aluna mengepalkan tangannya, lalu tersenyum remeh "Kau pikir kau siapa hm? Berani-beraninya mengatakan hal itu padaku. Kau lupa? Jika semua yang berpihak padamu kini berada di tanganku. Termasuk ayah bodohmu itu" bisik Aluna.

Vivian menggeram "Jangan macam-macam dengan ayahku Aluna!"

Aluna terkekeh "Sayangnya aku sudah melakukannya. Tinggal selangkah lagi dan ayahmu akan hancur di tanganku" bisiknya.

PLAK!

Aluna memegang pipinya yang baru saja ditampar Vivian. Bukannya meringis kesakitan ia malah menyeringai.

"VIVIAN!" teriak seseorang begitu keras.

Sesuai perkiraannya sang target akhirnya datang. Aluna kini memasang mimik kesakitan, tangannya memegangi pipinya sambil meringis.

BRIANNA [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang