Cinta adalah seni?

136 100 27
                                    

Pagi ini, satu gambar Tarta dapat, dan tersimpan didalam kamera polaroid nya.

Jika ada yang bertanya Tarta dimana?
Jawabanya adalah galeri seni Lentera.

Matanya meneliti setiap bagian lukisan, bibirnya tergerak untuk bersuara. "Dimana ada cinta, maka disitulah ada kehidupan." Gumam Tarta saat membaca penjelasan sebuah ilustrasi lukisan, karya Yakub Suketliar.

Katanya itu kalimat milik Mahatma Gandhi.

"Gak ada cinta juga kita tetap hidup, yang salah itu saat cinta, tapi ga punya kehidupan." Neira bersuara, disamping Tarta.

Datang tiba-tiba, siapa lagi jika bukan Neira?

Siapa sangka seorang Neira datang ke galeri Sastra.

Membuat suasana lebih terasa ...

Sudahlah sulit dijelaskan. Hanya Tarta yang mampu merasakan.

"Hai, kita ketemu lagi." Neira kembali membuka suara.

Tarta tak membalas, pikirnya dia bisa saja bertemu orang yang dia kenal dalam satu tempat. Seperti galeri ini.

Bukankah tidak hanya dia yang suka seni?

Tarta hanya melihat kesamping sekilas, lalu kembali meneliti lukisan seni.

Ucapan hai kembali tidak perlu, dia sudah tau siapa lawan bicaranya.

Kenapa Tarta sangat kaku sihh?

Selang beberapa detik, suara Tarta terdengar. "Sulit dimengerti." Itu katanya.

"Apa?"

Apa yang sulit dimengerti? Bahasa Neira atau arti kalimat Mahatma Gandhi?

"Perkataanmu sulit dicerna," balas Tarta, "jika ada cinta maka tercipta satu kehidupan." lanjutnya.

"Benar juga, tapi kalo ga ada kehidupan gimana ceritanya bisa ada cinta?" Neira membuka suara, melanjutkan opininya.

Jika tidak hidup bagaimana bisa cinta? Cinta adalah hal yang rumit.

"Cinta adalah jawaban dari masalah eksistensi manusia, itu sebabnya Mahatma gandhi menyatakan kalimatnya." balas Tarta.

Neira diam sejenak, mencerna kalimat Tarta. Untuk lingkup otaknya yang alakadar, ia harus lemot dulu.

Bisa ku deskripsikan ruang seni benar-benar sunyi.

Hening sekali ...

Sepertinya para pengunjung terlalu terlena dengan lukisan yang dipamerkan.

Keuntungan bagi galeri seni.

***


Neira mendongak kesamping, manatap wajah Tarta. Menyuarakan kalimat yang ada dipikirannya."Kata-kata yang lo ungkapin dari buku Fromm ya?"

Kata dikeluarkan dari mulut Tarta, ada dalam buku The Art Of Loving yang ditulis Erich Fromm. Tidak asing bagi Neira.

"Iya, bukunya bagus."

"Buku yang dibaca udah sama, tinggal rasa hatinya aja yang belum sama."

"...." Tidak ada jawaban, Tarta seakan-akan tuli, tak mendengarkan.

Jika tidak sekarang? Kapan? Neira akan merasa malu dengan candaan garingnya.

"Canda doang Ta, serius amat sih." ucap Neira diakhiri senyuman.

"Oh, iya."

Hanya itu balasan Tarta.

"Arta tetap sama." ucap Neira dalam hati.

Ia bermonolog pada diri sendiri.


***

4 menit kurang berlalu.
Sepertinya Tarta sudah pikun.

Tarta lupa akan sesuatu, saat melihat arloji yang ia kenakan.

"Ahhh bodoh."

Sudah pukul 10.34, 30 menit melihat isi galeri dan berbicara dengan Neira menyita waktunya selama 4 menit.

Tarta telat. Mengejar waktu hal yang terpenting sekarang.

"Nei, Tarta pamit duluan." Pamitnya, setelah itu berjalan menuju pintu keluar.

Neira melihat punggung Tarta sudah menjauh, keluar melewati pintu.

"Arta sangat monoton." ucapnya dalam hati.

Bahasanya baku, manusia macam apa dia ini?

"Tarta sangat sulit." cicitnya pelan.

Satu pertanyaan yang mewakili putaran otak Neira adalah ...

"Sifat Tarta yang memang sulit, atau
Tarta memang sengaja mempersulit?"

Sudahlah.


****/***/****


-Tarta Randema, Neira Tanindia & Galeri Lentera-

Butuh seni dalam mencintai, jika tidak, ceritanya tak berarti.


@rnndt_sfyn

KERTAS DAN CORETANNYA [°YOSHI-TREASURE°] ✓Where stories live. Discover now