Alkisah : 22 (Flash Back)

162 22 24
                                    

Yuki sedang duduk di teras rumah kontrakan. Disampingnya, ada Al yang menemani. Lelaki itu sedang menyeruput kopi dan memakan cookies buatannya, sore itu, mereka menikmati pemandangan awan yang terlihat cantik —berwarna orens kemerahan, khas sinar matahari yang akan terbenam.

Asyik menikmati pemandangan, tiba-tiba ponsel Yuki berbunyi, itu adalah telfon dari mama. Yuki pun segera mengangkatnya. "Halo, ma. Selamat sore!"

Diseberang sana, mama tak membalas salamnya. Yuki tau, mama pasti sedang penasaran dengan lelaki yang sempat diceritakannnya sewaktu berada di Lumajang, dan lelaki itu adalah Stefan. "Coba ceritain tentang nak Stefan, mama penasaran lho, kak. Apa lagi pas mama tanya ke bang Al, bang Al mu juga bilang kalau nak Stefan baik. Benar ya, nak Stefan kakak kelas kamu? Tapi seumuran sama kamu, kak? Beda berapa bulan sama kakak, siapa yang lebih dulu bulannya?"

Yuki berdecak pelan dengan senyum aneh tatkala mendengar serentetan pertanyaan mama yang sudah mirip seperti seorang wartawan haus berita. Disampingnya, Al yang mendengar suara mama, hanya bisa tertawa kecil.

"Sukurin. Makanya kalau kasi penjelasan itu yang lengkap." Ejek Al dengan lidah menjulur —membuat Yuki menarik hidung mancung lelaki Serui Arab itu dengan gemas.

"Udah aku jelasin, kayak kamu gak tau mama aja." Balas Yuki berbisik.

"Kak, halo? Kakak dengar mama gak?"

Mengabaikan rasa kesalnya pada Al, Yuki kembali membuka suara. "Iya ma dengar kok. Iya dia itu kakak kelas ku ma. Kan mama udah aku ceritain, masa mama lupa."

"Bukan lupa, kak. Mama tuh maunya kamu ceritain langsung lewat telfon. Ya udah ceritain gih, mama mau dengar."

Yuki menghela nafasnya sejenak, mengambil air putih untuk diminum, setelah merasa persiapannya cukup, Yuki pun bercerita kronologi pertemuannya dengan Stefan, mulai dari jaman SMA, hingga kisah mereka yang dipertemukan kembali di Lumajang. Tak lupa, Yuki menjawab pertanyaan mama.

"Yuki lebih tua empat bulan ma, Yuki April, kak Stefan Agustus. Harusnya sih Yuki gak manggil kak, tapi karena dia masuk SD waktu umur 5 tahun dan di SMA dia kakak kelas Yuki, ya udah Yuki panggil gitu aja."

"Cocok lah itu, udah seiman... mantap kak. Mama setuju, papa juga. Tapi, mau mama sih anaknya di ajak kesini dulu."

Yuki menggeleng pelan, seoalah tak percaya dengan mama yang lebih antusias darinya. "Aduh mama, kan baru pendekatan, nanti ajalah kalau udah ada kemajuan, ma."

Diseberang sana mama terdengar kecewa namun mama menghormati keputusannya, dan hal itulah yang membuat Yuki merasa beruntung memiliki orangtua seperti mama dan papanya. "Mama dan papa tuh kenal sama orangtuanya. Kita sering ibadah bareng kalau ada perkumpulan ibadah komsel, orangtuanya baik lho, kak."

Yuki tidak kaget ketika mama mengatakan kalau mama dam papa mengenal orangtua Stefan. Toh, saat dulu semasa SMA, Yuki bercerita ke mama dia menyukai nama Stefan dan mama langsung memberitau kalau mama dan papa mengenal orangtua Stefan.

Pikir Yuki, saat ini, mama kembali mengingatkannya karena mama sangat antusias dan merasa hubungannya dan Stefan itu unik, setelah bertahun-tahun malah baru dipertemukan. Dengan begitu, mama tidak keberatan jika andainya suatu saat dia berjodoh dengan Stefan. Al pun juga setuju jika dia bersanding dengan Stefan.

Yuki sempat merasa bingung dengan sikap orangtuanya dan Al, akan tetapi dia bisa apa? Yuki meyakini satu hal, ini adalah garis hidupnya yang telah ditorehkan oleh Tuhan. Yang bisa Yuki lakukan, hanya mengikuti garis itu sampai Tuhan menyatakan kehendak lainnya.

000

Yuki melirik ponselnya berulang kali, dia merasa cemas tatkala mendapati tak ada satupun pesan dari Stefan. Padahal hubungan mereka dua bulan setelah kepulangan Stefan dari Lumajang, baik-baik saja.

ALKISAH (STEFAN & YUKI)Where stories live. Discover now