Alkisah : 09

162 32 70
                                    

Stefan mengerjap lemas melihat Yuki yang kini sedang mencebik. Gadis itu terlihat menggemaskan hingga membuat Stefan tak sanggup menahan tawanya. "Kan emang bukan anak kamu, dek. Duh, ada yang ngambek!" Seru Stefan bercanda. Jujur, Stefan sempat bingung dengan dirinya. Ini adalah kali pertama dia mudah mengakrabkan diri dengan orang asing.

"Iya juga sih. Ah udahlah malas saya tuh nanggapin kakak."

Puas melihat Yuki mencebik, akhirnya Stefan berhenti —tak ingin membuat gadis itu kesal padanya. "Iya deh, iya. Maaf ya dek." Kata Stefan tulus dengan kekehan pelan.

Yuki hanya tersenyum menanggapinya membuat Stefan kembali merasakan perasaan familier diantara mereka. "Dek, maaf. Sebelumnya, kita pernah ketemu gak ya?"

Yuki yang sedang sibuk membenahi barang-barang agaknya sedikit terkejut mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Stefan. Gadis itu tampak diam sejenak, sejurus kemudian dia menjawab. "Menurut kakak?"

Alis tebal Stefan mengerung, tidak puas dengan pertanyaannya yang malah dijawab oleh Yuki dengan balik bertanya.

Tinggal jawab saja, apa susahnya sih?

"Hmhh, saya pribadi sih ngerasa kita udah pernah ketemu, soalnya wajah kamu familier banget, tapi andainya kita pernah ketemu, ketemu dimana?"

Yuki lagi-lagi tersenyum ke arah Stefan, dia mengambil selimut yang ada disebelah Stefan kemudian menyelimuti Stefan. "Entahlah. Coba tebak!" Ucapnya.

Stefan semakin penasaran dibuatnya. Lelaki itu kembali menelisik setiap inci demi inci wajah gadis dihadapannya. Otaknya berpikir keras, mencoba untuk mengulik memori-memori masa lalunya, namun nihil. Dia sama sekali tidak ingat apakah dia pernah bertemu dengan gadis itu?

"Karena kakak gak mau ikut ke rumah sakit, saya ambil darahnya ya, buat diperiksa. Kita harus tau penyakit kakak biar bisa di obatin."

Lamunan Stefan seketika buyar saat Yuki kembali bersuara. Gadis itu telah mengeluarkan spuit dan tabung kecil dari dalam tasnya —membuat Stefan sedikit takjub. Yuki benar-benar mendalami perannya sebagai calon dokter masa depan.

Tanpa merasa ragu sedikit pun, Stefan segera menyodorkan tangannya ke arah Yuki, membuatnya lagi-lagi mau tidak mau harus mengeyampingkan rasa penasaran familier diantara mereka.

"Tapi, kakak jangan bilang siapa-siapa ya kalau saya yang ngambil darah kakak. Soalnya kalau ketahuan bahaya."

"Hah? Bahaya kenapa? Ilegal ya?" Tanya Stefan dengan nada dibuat-dibuat. Untuk kesekian kalinya Yuki membuat Stefan tertawa gemas —pipi Stefan sampai kaku dibuatnya.

"Emang apanya yang lucu, kok dari tadi kakak ketawa terus sih." Yuki berseloroh namun tetap fokus menjalankan pekerjaannya —bersiap mengambil darah Stefan. "Sejenis itu sih. Kan saya belum sah jadi dokter, harus dibawah pengawasan dokter. Tapi percaya deh kak, di tim coass, saya adalah orang yang ahli ngambil darah tanpa rasa sakit berlebihan."

Stefan menaikan sebelah alisnya, sedikit terkejut karena kepercayaan diri Yuki. "Masa sih dek? Berarti saya jadi korban praktek nih ceritanya?"

Yuki terkekeh geli mendengar ucapan Stefan lalu dia mengambil kapas steril kemudian membubuhkan kapas itu diperptongan lengan Stefan. "Ya mau gak mau kakak harus jadi korban siapa suruh kakak sakit pas ada saya. Oh iya, ini buktinya, sakit gak kak?"

Stefan tergelak kecil namun didetik selanjutnya matanya membulat sempurna —benar kata Yuki, teknik pengambilan darah yang Yuki lakukan sama sekali tidak membuatnya kesakitan. "Woah! Beneran gak sakit dong!" Seru Stefan heboh.

Lagi, Yuki mengulum senyumnya. Dia memasukan darah Stefan kedalam tabung kecil dan bergegas untuk kembali menjalankan coass. Sebelumnya, gadis itu berpamitan pada Stefan. "Saya pamit dulu kak. Nanti kalau hasilnya sudah keluar saya bakalan minta Al buat ngasi tau dan ngantar obat kesini. Cepat sembuh ya kak."

Stefan tertegun, dia memandang punggung Yuki yang mulai menjauh. Perasaan aneh tiba-tiba menghampiri dirinya hingga membuatnya memberanikan diri memanggil gadis itu.

"Yuki..."

"Selama saya sakit, kamu mau gak jadi dokter saya?"













ALKISAH (STEFAN & YUKI)Where stories live. Discover now