Alkisah : 17

135 28 21
                                    

Dua hari sejak pertemuan mereka di rumah sakit, Stefan tidak pernah melihat ke hadiran Yuki, bahkan bertemu ketika mereka pulang bersamaan pun sudah tidak pernah —membuat Stefan penasaran bukan main.

Apa gadis itu hantu, yang suka menghilang?

Stefan menghela nafas sedikit kecewa, saat lagi-lagi mendapati kotak masuk pesan di ponselnya —kosong. Sudah enam jam berlalu sejak dia mengirim pesan kepada gadis itu, namun gadis itu tak kunjung membalas.

"Mas, mas Stefan, mas!"

Larut dalam pikirannya, membuat Stefan tidak sadar bahwa sedari tadi salah satu pekerjanya sedang memanggil. "Eh, iya om An, gimana?"

Pekerjanya yang dia panggil dengan sebutan om An —itu, sedikit bingung melihat gelagatnya. "Bah, ku panggil-panggilnya kau dari tadi mas, gak kau dengarnya ku panggil, masih sakit kau mas, iya?"

Stefan tersenyum canggung. "Ah, tidaknya itu om. Cuma lagi mikir aja." Jawab Stefan. "Gimana om, ada yang bisa saya bantu?"

Om An menggangguk mengiyakan lalu menunjuk ke arah kardus yang entah sejak kapan sudah dibawa oleh om An. "Ini, stok makanan kita habis, mau mas yang belanja atau aku yang belanja?"

Stefan nyaris saja menawarkan dirinya untuk pergi berbelanja —memenuhi stok makanan mereka— kalau saja telfon dari Yuki tidak berdering. "Om, maaf kayaknya saya minta tolong om saja dulu yang belanja." Senyum konyol Stefan lagi-lagi terpatri diwajahnya. Dia mengambil beberapa lembar uang untuk diberikan kepada om An, lalu segera pamit undur diri dari sana, membuat om An agak bingung dengan tingkahnya.

000

Stefan berdecak pelan saat mengetahui alasan mengapa gadis itu tidak pernah kelihatan dan tidak pernah mengiriminya pesan duluan.

Yuki bilang, sedang sibuk dengan jadwal coass, lalu untuk alasan mengapa mereka tidak pernah berpapasan, karena setiap Yuki pulang, gadis itu masuk ke rumah lewat pintu belakang.

Stefan memijat pangkal hidungnya —kebiasaannya jika berhadapan dengan Yuki yang mulai sedikit tidak masuk akal menurutnya. "Apalah kamu itu dek, terus punya no hp saya, cuma di jadikan pajangan aja?"

Stefan sadar bahwa dirinya tidak berhak untuk merajuk seperti ini. Memangnya, dia siapa? Ayah gadis itu saja bukan, apa lagi pacar gadis itu? Stefan mulai pusing memikirkannya sedangkan gadis diseberang sana, malah tertawa pelan.

"Bukan gitu selain sibuk coass, saya kan menghargai privasi kakak. Mana tau kakak lagi sibuk dengan pawangnya kakak."

Untuk beberapa detik, alis Stefan mengerung, otaknya belum menangkap maksud perkataan Yuki, sampai sesaat kemudian, barulah dia sadar dan segera menepuk jidatnya lumayan keras.

Kenapa dia tidak memberitahukan statusnya?

"Buk, mon maap sebelumnya, memangnya bapak ini playboy cap kadal?"

"Hah, gimana-gimana?"

Stefan menghela nafasnya cukup panjang, lalu menghembuskan nafas itu cukup kasar. Ampun Yuki. "Ibuk Yuki yang terhormat, bapak mana mungkin gencar mendekati ibuk, kalau ada pawang disisi bapak, sampai sini paham?"

Gelak tawa, lagi-lagi terdengar dari seberang telfon membuat Stefan menggeram gemas. Untung jauh. "Ye, biasa aja kali pak. Iya paham. Deketin sebagai sahabat nih ceritanya?"

ALKISAH (STEFAN & YUKI)Where stories live. Discover now