Alkisah : 06

208 32 35
                                    

Bandung, 2012

Stefan POV

Sebelum berangkat ke Lumajang, aku meluangkan waktu untuk bertemu dengan Samuel.

Jadi, disinilah aku berada, di warung lesehan tepi danau —tempat kami berjanji temu.

Rasanya ada yang kurang jika tidak berpamitan langsung padanya.

Ngomong-ngomong, sudah berapa lama ya kami tidak bertemu?

Sepertinya, saat aku putus cinta —dua bulan yang lalu.

Aku berani bertaruh. Kalian pasti sering berprasangka buruk pada  hubungan persahabatan kami, bukan?

Tapi percayalah, kami adalah manusia berbatang dengan tingkat kewarasan 99,9%, sedangkan 0,1%-nya lagi, terpenuhi dengan jiwa absurd tak berlogika. Simpelnya, kami normal.

Kami masih menyukai dan mendambakan kaum hawa.

Hubungan kami terbilang cukup dekat karena kami sudah bersahabat sejak orok. Tinggal satu kompleks dengan jarak rumah 20 meter, bersekolah di sekolah yang sama, berkuliah di kampus yang sama, mengambil jurusan kuliah yang sama, dan takdir juga membuat kami berada di kelas yang sama. Akan tetapi dalam dunia pekerjaan, kami ditempatkan pada tempat yang berbeda, aku seorang kontraktor yang masih tetap berdomisili di Bandung, lalu dia seorang Konsultan pengawas yang kini berdomisili di Jakarta.

Samuel merupakan tempat ku mengadu —kedua setelah papa dan mama. Semua keluh kesah, mulai dari dunia percintaan, cita-cita, bahkan hal sepele sekalipun, akan ku ceritakan padanya dan dia merupakan saksi sebagian perjalan hidupku selama menjadi penghuni planet Bumi.

Jadi, bisa kalian bayangkan, bukan? Betapa dekatnya hubungan kami.

Asyik bermonolog. Kini ku lihat kehadirannya diujung pintu kedatangan.

Langkahnya kian cepat menuju ke arahku dan—

Plak

"Heh sableng! Masih ingat juga lu sama gue!"

DIA MENAMPAR BOKONGKU!

BOKONG KU!

Ck, Hancur sudah citra diriku yang selama ini ku bangun.

Percuma atuh menjelaskan panjang kali lebar kalau hasilnya akan membuat orang-orang kembali salah paham pada kami.

"Edan!" Gerutuku. "Duduk sono, kagak usah keakehan cangkem!"

Samuel tertawa dan segera duduk dihadapan ku. "Dih, so sweet bener lu. Udah pesanin jus kesukaan gue. Thanks ye!"

Aku berdecak pelan sembari menyaksikannya menyeruput jus dengan khidmat tiada tara.

"Lu kapan ke Lumajang?"

Aku menyalakan pemantik lalu ku ke dekatkan pada ujung rokok, ku sesap kenikmatan rokok tersebut sebelum akhirnya aku menjawab pertanyaannya. "Ntar malam, bareng driver."

Samuel mengangguk dan mencomot kentang goreng yang sempat terabaikan oleh kami. "Ya udah, ntar hati-hati. Perlu gue ikut juga nggak? Sapa tau lu butuh teman penghangat."

Untuk kesekian kalinya aku berdecak. Sungguh, mulut lelaki dihadapan ku ini sudah tidak bertata krama.

"Kagak usah, geblek. Mending gue sama banci thailand dari pada sama elu!"

Sungut ku yang malah membuat tawa menggelenggarnya pecah, entah apa yang lucu, sampai lelaki sableng itu memegangi perutnya.

"Makanya cari cewe! Dari pada ngenes terus lu! Oh iya, gimana saran gue, udah lu lakuin, belom?" Sejurus kemudian, Samuel kembali ke mode serius, melupakan kegilaannya yang tadi sempat menyapa.

"Udah sih. Cuma gue kok radak ngeri ya."

Alis tebal Samuel mengerung bersamaan dengan rasa penasarannya yang terlontar menjadi sebuah kalimat tanya. "Ngeri kumaha?"

Biar ku jelaskan sesuatu tentang percakapan kami, agar kalian tidak bertanya-tanya layaknya orang yang kekurangan asupan gosip.

Jadi, dua bulan yang lalu, Samuel menyarankan agar aku mencari kekasih. Entah itu mau dimulai dari dunia nyata ataupun dari dunia maya, yang penting aku harus mencarinya agar bisa terlepas dari masa keterpurukan ku.

Ku ikuti saran dari suhu dihadapanku ini —walau nyatanya dia tak pernah berpengalaman dalam dunia percintaan, wong pacar saja belum punya.

Mencari kesana kemari, ke kanan, ke kiri, ke depan dan ke belakang, akhirnya aku menemukan beberapa kandidat. Rata-rata mereka adalah junior atau senior ku saat berkuliah dan sekolah.

Aku menghela nafas sejenak, lalu mulai menceritakan kronologi lengkapnya ke pada si suhu. " Cewek sekarang agak ngebet. Jadinya gue kan risih."

Si suhu mengangguk-anggukan kepalanya dengan dagu yang telah di topang menggunakan jari telunjuk dan jempolnya. "Gue udah update sih kalau soal itu. Tapi masa semua kayak gitu sih?"

Lagi-lagi aku menghela nafas dan menjelaskan kronologi selanjutnya. "Pas dapat yang agak srek, eh malah ada yang punya. Padahal pas kenalan ngakunya jomblo. Ckckck."

Si suhu kembali menganggukan kepala dengan gaya yang sama. Mulutnya masih sibuk mengunyah kentang goreng. "Hmhh... berat juga ya! Tapi kagak apa. Usaha lagi. Mana tau dapat!" Katanya dengan nada santai.

"Lu kan mau ke Lumajang tuh, gue doain semoga lu ketemu jodoh lu disana. Amin."

000

Kabupaten Lumajang, 2012

Yuki POV

Setelah membuka mata, hal pertama yang ku lihat adalah pemandangan desa.

Sejauh mata memandang, aku semakin takjub dengan keadaan lingkungan yang masih begitu asri.

Aku merentangkan tubuhku, lalu membuka pintu mobil tanpa mempedulikan Al yang sedang menertawakan sikap ku yang seperti orang udik.

Beberapa pejalan kaki yang melewati kami, tak segan untuk menyapa, kami pun membalas sapaan mereka.

"Ramahnya!" Gumam ku.

Al tersenyum sembari menepuk-nepuk pundak ku. "Ya beginilah penduduk desa. Semuanya ramah. Jadi kamu juga harus ramah." Pesannya layaknya seorang ibu. Aku tersenyum lebar dan mengangkat tanganku ke dahi.

"Okay siap komandan. Oh iya, ngomong-ngomong ini kita mau kemana, kan tempat aku tinggal sama kawan-kawan masih jauh."

"Nih pake." Sebelum menjawab, Al mengambil syal didalam mobil lalu mengalungkannya pada leherku. "Oh iya aku lupa bilang ke kamu, kalau teman papa lagi ngasi proyek, dan papa percayakan proyek itu ke aku. Kebetulan proyeknya ada di desa ini."

Aku menggangguk sebagai tanggapan untuk penjelasan Al, kemudian dia kembali menjelaskan. "Sebelum mulai proyeknya, papa berpesan, aku harus ketemu kontraktornya dulu buat diskusi mengenai kelanjutan proyek."

Lagi-lagi aku mengangguk. Al masih terus menjelaskan.

"Karena kita belum tau seluk beluk desa ini, kita memutuskan untuk ketemu di jalan." Kata Al. Netra Al tiba-tiba beralih pada sebuah mobil yang berhenti tepat dibelakang mobil kami. "Nah, itu kontraktornya."

Degh...

Tubuhku tiba-tiba terasa kaku, lidahku seakan kelu, jantungku berdetak tak karuan ketika melihat seseorang yang dimaksud oleh Al sedang berdiri tepat dihadapan kami...












ALKISAH (STEFAN & YUKI)Where stories live. Discover now