Satu

44 2 0
                                    

Suasana dari pengantin baru masih tercium aroma ketidakpedulian antara keduanya. Asing. Biasanya pengantin baru akan menikmati masa-masa bulan madu mereka atau bermesraan layaknya anak abg sedang kasmaran. Namun, lain cerita dengan pasangan pengantin baru Dara dan Satya. Pasangan suami istri itu sama sekali tidak memperlihatkan keharmonisan, keromantisan, dan kasih sayang mereka layaknya pengantin baru. Mereka malah terlihat seperti orang yang tidak memiliki ikatan apa-apa padahal sudah jelas sekali hari itu Satya mengikrarkan janji suci di depan puluhan orang yang menyaksikan secara langsung di gedung berbintang.

"Saya terima nikahnya Dara Samudra Gelora binti Arsya Jaya Gelora dengan mas kawin tersebut tunai."

Andai saja Dara dan Satya tahu makna dan arti ijab kabul itu seperti apa mungkin mereka tidak akan menyepelekan pernikahan mereka. Mungkin mereka tidak akan seperti saat ini.

"Dewa, tolong pegang ini."

Seorang wanita berjalan sambil memegang gelas bening kecil ditangannya. Didalam gelas itu berisikan sedikit cairan yang berwarna sedikit agak kecoklatan.

"Sini aku pegangin."

Lalu perempuan itu duduk di paha laki-laki yang terlihat tampan dan memiliki tato gambar hati di lehernya. Mereka kemudian saling tatap-tatapan dan saling mendekatkan wajah mereka. Mata dibalas mata yang penuh dengan hasrat dan gairah.

"Astagfirullahalazim."

Bersamaan dengan suara jatuhnya gelas yang pecah mengenai marmer.

Sedikit lagi. Hanya berjarak 3 cm. Hidung mereka sudah saling bersentuhan namun itu harus terhenti karena satu hambatan.

"Bi anum." Dara menoleh dengan wajah tenang seakan-akan ia tidak merasa malu dan seperti tidak melakukan kesalahan.

Sedangkan bi Anum diam membisu terkejut karena melihat pemanfangan yang tak senonoh dihadapannya. Bi anum terlihat sedikit pucat dan gemetaran.

"Maaf, bi. Pintunya tolong ditutup." Pinta Dara sambil tersenyum.

Bi anum yang masih gemetaran langsung menutup pintu kamar Dara dengan keras sampai membuat Dara dan laki-laki yang dipanggilnya Dewa tercengang.

"Bibi kamu galak juga ternyata," ujar Dewa.

Dara tercengir. "Besok dia udah gak kerja disini lagi."

Dengan santainya Dara ingin melanjutkan apa yang sempat tertunda itu. Ia dengan penuh hasrat mendekatkan wajahnya dengan Dewa. Tapi, Dewa menolak. Laki-laki dengan alis tebal dan bola mata berwarna coklat itu bangun dari duduknya. Ia berjalan menuju jendela kamar kemudian berdiri dan memandangi pohon-pohon dihalaman rumah.

Merasa tersinggung dengan perbuatan Dewa barusan membuat Dara kesal dan menatap tajam laki-laki yang memunggunginya.

"Betapa kotornya aku, Dar."

"Apa hebatnya aku dibanding dengan Satya yang berani menikahi kamu padahal dia gak tahu siapa kamu dan seperti apa kamu."

"Gila, Dar."

Dewa terlihat bingung dengan situasi yang sedang mengelilingi mereka berdua. Pasangan sejoli ini masih berputar-putar di tengah samudra padahal satu kapal sudah tahu dimana dermaganya.

"Hebat!"

"Laki-laki seperti itu kamu bilang hebat!"

"Laki-laki yang tidak tahu malu, miskin, hina. Kamu bilang dia hebat?"

"Karena dia aku kehilangan kamu, Dewa!"

"Karena dia aku kehilangan impian aku!"

"Kamu bilang dia hebat!"

"Gila kamu!"

Dewa terlihat semakin bingung. Rait wajahnya nampak kesal. Dia menutup rapat kedua matanya selama beberapa detik. Kemudian Dewa membuka mata. Dewa melihat ketenangan dihadapannya. Pohon-pohon berdiri kokoh meski diterpa angin. Daun berguguran dan angin berhembus.

"Apa bedanya dengan aku. Aku miskin dan hina. Berani berhubungan dengan istri orang disaat suaminya gak ada di rumah. Gak ada yang lebih hina dari itu!"

"Itu dulu. Sekarang kamu udah punya segalanya. Bahkan kamu punya aku, Wa."

Dewa berbalik. "Nggak! Kamu sekarang bukan punya aku lagi! Sekarang kamu udah milik Satya Nanda Hadid!"

"Dewa!"

Dara menggeram dan membulatkan matanya kepada Dewa. Gadis bermata indah itu terlihat marah.

"Dia hanya berani melakukan ijab kabul. Apa itu artinya aku milik dia seutuhnya? Sampai kapanpun aku gak bakal sudi mencintainya."

"Kita lihat saja nanti."

Dewa pergi meninggalkan Dara yang tengah terbakar api dalam dirinya sendiri. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan keputusan Dewa. Ditinggal begitu saja oleh Dewa membuatnya semakin frustasi. Dara membabi buta. Ia kehilangan pikiran. Menghancurkan kamarnya diiringi dengan deraian air mata kemarahan.

DARA'S WEDDINGWhere stories live. Discover now