"Zel" panggil Albern.

Denzel menoleh "Hm?" mulutnya mengeluarkan sebuah asap.

"Buang dulu!" perintah Albern saat Denzel masih sibuk dengan nikotin itu.

"Tunggu sebentar Al, ini masih tersisa sedikit lagi".

"Denzel!" kali ini suaranya lebih keras.

Denzel berdecak "Kau selalu saja menggangguku!" tak urung ia pun membuang puntung rokok tersebut yang hanya tersisa sedikit lagi.

"Jangan disini". Albern melirik pada Brianna yang berada disampingnya. Membuat Denzel memutar bola matanya.

"Apa?" ucap Denzel datar.

"Bawa mereka pergi" pandangan Albern beralih pada teman-temannya yang masih saja asik dengan kartu kredit miliknya.

Denzel mengikuti arah pandang Albern kemudian berdecak "Menyusahkan!"

Denzel bangkit. Ia menghampiri Aiden dan Bobby dan menyeretnya secara paksa untuk keluar dari ruangan.

"HEI! KAU INI APA-APAAN!"

"TANGANKU SAKIT BODOH!"

"YAKH! KAU INI TIDAK BERPERIPERTEMANAN YA!"

"KAU MAU MEMBAWAKU KEMANA?!"

"AKU LUPA! BIGBOS TERIMAKASIH BLACKCARD NYA NANTI KU KEMBALIKAN...!"

Dug!

Pintu kamar ditutup dengan keras. Samar-samar masih terdengar teriakan Bobby dan Aiden yang diseret paksa oleh Denzel.

"Kenapa kau mengusir mereka?" tanya Brianna akhirnya bersuara.

"Memangnya kenapa?" bukannya menjawab Albern malah balik bertanya.

"Tentu saja itu tidak sopan Al. Kau seharusnya jangan seperti itu, mereka masih temanmu".

Albern hanya mengendikkan bahunya tak peduli.

Brianna menghela nafasnya, dirinya bangkit dari sofa. Sontak hal itu membuat Albern menahan tangannya  "Mau kemana?"

"Aku harus pulang Al. Aku takut orang rumah mencariku".

Albern menghembuskan nafasnya kasar, rencananya gagal karena ulah teman-temannya itu "Baiklah. Kau tunggu disini, aku akan mengambil kunci mobil di kamar".

Brianna mengangguk, kembali mendudukkan dirinya di atas sofa sembari menunggu Albern membawakan kunci mobil.

Matanya melirik ke sekelilingnya, Brianna baru menyadari penthouse milik Albern ternyata cukup ah tidak sangat luas untuk ukuran seseorang yang tinggal sendiri. Brianna sendiri juga memiliki penthouse pemberian dari kakeknya saat ia berulang tahun yang ke sepuluh tahun. Keluarga Carter memang agak gila jika menyangkut harta, bagaimana bisa kakeknya itu memberikan sebuah penthouse yang harganya bisa dibilang sangat mahal pada seorang bocah kecil sepertinya. Respon Brianna hanya bisa tersenyum polos, berpura-pura tidak tau saja. Padahal dalam hati ia menjerit, uang sebegitu banyaknya dengan mudah dihamburkan begitu saja.

BRIANNA [Proses Revisi]Where stories live. Discover now