He Is Psycho 20 : Dia Tidak Membencimu

Start from the beginning
                                    

"Baiklah," kata Galaxy, membuat Alberto tersadar dari lamunannya. "Lagipula, aku tidak melihatnya tiap hari. Jadi, tidak masalah untukku selama dia jauh-jauh dariku."

Samuel berdecak kesal mendengar ucapan Galaxy. "Selama dia tidak melakukan hal-hal menyebalkan, aku akan menahan diri."

Alberto menatap Galaxy dan Samuel dengan padangan heran. Semudah itukah? Sungguh?

"Sudahlah, aku ingin kembali ke kamar," kesal Galaxy, sambil menggaruk kepala belakangnya. "Tidurku terganggu karena perkelahian anak-anak."

"Apa kau bilang?! Anak-anak?!" Samuel segera meraih kerah pakaian Galaxy. "Dan kenapa kau masih belum pergi, Bajingan?!"

"Apa kau sangat suka bertengkar dengan orang-orang? Tadi Nafelly, sekarang aku."

Alberto tersenyum tipis melihat perkelahian adik dan kakak tersebut. Walaupun love language mereka adalah bertengkar, mereka selalu memiliki satu hati. Ketika membenci seseorang, yang lainnya akan ikut membenci. Begitu pun ketika mereka menghargai seseorang, yang lainnya juga akan ikut menghargai.

Yang Alberto kagum dari kedua saudara Wilkinson ini adalah, mereka sama-sama menyerah terhadap warisan Wilkinson dan saling menyodorkan terhadap satu sama lain.

Namun tetap saja, berada di keluarga Wilkinson kadang menjadi musibah bagi Alberto.

***

Alberto baru saja membuka pintu, dan dia disambut dengan suara gesekan kain dan melihat Nafelly terduduk di atas kasur dengan matanya yang jernih menatap ke arah Alberto.

Alberto mengedipkan matanya dan menghampiri Nafelly. "Kenapa tidak tidur? Aku sudah menyuruhmu istirahat. Kau masih sakit."

Nafelly tidak menjawab. Dia hanya kembali tidur dan terus menatap Alberto. Melihat Nafelly yang jadi pendiam, Alberto menaikkan sebelah alisnya dengan heran. Dia menyentuh kening Nafelly dan mendapati Nafelly masih demam. "Istirahatlah lagi. Kau masih demam."

Nafelly tidak juga membuka suara. Dia hanya menatap Alberto. Kali ini, Alberto berpikir bahwa Nafelly masih setengah sadar dan berniat kembali ke sofa untuk tidur. Namun, Nafelly segera menahan tangannya, mencengkeram pergelangan Alberto dengan kuat hingga Alberto mengernyit sakit. "Ada apa?" tanyanya.

Nafelly mencengkeram tangan Alberto makin kencang. "Alberto, kau tidak akan menghilang, kan?"

"Hm? Apa yang kau katakan?"

"Kau tidak akan pergi, kan?"

Alberto kali ini terheran sejenak dan mendengus geli. "Tentu saja tidak. Ke mana aku akan pergi?"

"Kenapa kau tidak pergi?"

"Apa?"

"Apa alasanmu tetap tinggal di sini?"

Alberto kembali terheran dan mengedipkan matanya berkali-kali. "Karena ... aku bekerja di sini?"

"Cih!" Nafelly berdecih dan melempar tangan Alberto. "Kukira kau akan berkata bahwa itu karenaku!"

"Kenapa itu karenamu?"

"Lalu bagaimana jika kau kehilangan pekerjaanmu? Kau akan pergi?"

"Tidak juga."

"Kenapa?"

"Kontrak apartemenku masih tersisa 10 tahun lagi."

Kali ini Nafelly benar-benar kesal hingga duduk di atas kasur. "Lalu bagaimana jika kontrak apartemenmu habis?! Kau akan pergi?!" sentaknya.

"Yah ... jika aku masih nyaman dengan apartemen itu, aku akan memperbarui kontrak."

Nafelly cemberut kesal mendengar ucapan Alberto. Dia diam sejenak, menatap Alberto yang kebingungan sendiri. "Lalu aku?!" sentaknya lagi, kali ini malah membuat matanya berkaca-kaca. "Bagaimana denganku?! Aku akan dibuang?!"

Alberto tersentak. Dia mengedipkan matanya berkali-kali dan menatap Nafelly dengan cemas. "Kenapa kau berpikir seperti itu ...?"

"Kau akan pergi 10 tahun lagi! Kalau aku, bagaimana?! Aku!!" Nafelly kembali menangis. Hari ini, dia sangat sering menangis dan membuat dia sendiri bingung dengan apa yang terjadi dengan dirinya. Otaknya memerintahkan untuk jangan menangis lagi, namun tubuhnya tidak menuruti dan tetap mengalirkan air dari matanya.

Sejenak, Alberto menatap Nafelly dengan pandangan kosong sebelum pandangannya berangsur-angsur menjadi sorot kasihan. Alberto tidak bisa memahami perasaan Nafelly sekarang, namun dia bisa mengerti kebingungan Nafelly yang bahkan tidak tahu tentang kejelasan identitasnya sendiri.

Alberto menggigit bibir bawahnya dan mengusap kepala Nafelly perlahan. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Bukannya sudah jelas? Kau akan menikah dengan Tuan Sam."

Nafelly terisak pelan. "Tidak! Dia membenciku!"

"Dia tidak pernah membencimu."

"Tidak!! Kubilang, dia membenciku!!" Nafelly menaikkan nada suaranya dan tangisnya mengencang.

Alberto tidak tahu harus berbuat apa dengan situasi di hadapannya ini. Dia hanya duduk di tepi kasur dan menatap Nafelly yang terisak di hadapannya. Bagaimana pun kelihatannya, Nafelly benar-benar anak kecil. Dia masih sangat kecil dan masih dalam waktu untuk bermain bersama teman-temannya. Menongkrong dan pulang malam hari setelah main.

Dan melihat anak yang mungkin kehilangan masa depannya ini, membuat Alberto merasa tertekan.

Sifat alami Alberto memang seperti itu. Dia adalah anak sebatang kara yang berjuang dengan pendidikannya karena keberuntungan sponsor panti asuhan yang terus menerus menyumbangkan uang untuk pendidikan Alberto. Melihat orang-orang di jalanan, kadang Alberto merasa ingin menjadi sponsor mereka juga. Namun, Alberto menyadari bahwa untuk menghilangkan situasi anak-anak terlantar, dia tidak bisa menanganinya satu persatu. Tidak semua orang peduli pada pendidikan. Dan tidak mengerti mengenai keberuntungan seperti itu.

Namun Nafelly berbeda. Alberto tidak tahu bagaimana kehidupan Nafelly sebelumnya. Dan melihat anak di hadapannya bahkan tidak mengetahui kejelasan identitasnya sendiri, membuat Alberto tidak bisa menahan dirinya untuk bersimpati.

Jadi, Alberto bertanya. "Nafelly," panggilnya saat dia tersenyum tipis. "Apa kau tertarik untuk bersekolah?"

Nafelly mengedipkan matanya berkali-kali. Dia mengusap pipinya yang lembap. "Sekolah?"

"Ya, kau bisa bertemu banyak orang, di sana. Daripada Tuan Sam, kau akan bertemu pria lain yang lebih baik di sana. Mungkin, kau juga akan menemukan orang yang ingin menikahimu, di sana."

Nafelly cemberut. "Aku hanya mencintai Samuel. Tapi Samuel membenciku."

"Tuan Sam tidak membencimu. Dia tidak pernah membencimu." Alberto menekankan ucapannya. Dia mendekat dan mengambil salah satu tangan Nafelly untuk meremasnya. "Dengar, Nafelly. Bukan kau yang Tuan Sam benci. Dia tidak pernah membencimu sama sekali. Tuan Sam memang begitu. Kau harus mengerti jika apa pun yang dilakukannya, apa pun yang dikatakannya, hanyalah salah satu dari sifat alaminya. Dia tidak pernah membencimu."

Nafelly semakin cemberut dan menghempaskan tangannya dari Alberto. "Kau membelanya!"

"Aku tidak membelanya. Aku berkata yang sejujurnya," kata Alberto, menghela napas panjang dan menyentuh kedua bahu Nafelly agar gadis itu menatapnya. "Nafelly, dengar. Apa aku pernah berbohong padamu? Kau tahu selama ini aku tidak pernah melakukannya, bukan?"

Nafelly terdiam sejenak. Kata-kata Samuel masih tersusun di kepalanya dan bisa Nafelly muntahkan kapan saja untuk menyangkal statement Alberto. Namun, Alberto tidak pernah berbohong padanya. Dan daripada Nafelly, Alberto mengenal Samuel lebih lama lagi. Jadi, Alberto mungkin akan lebih memahami sifat Samuel daripada Nafelly. Maka dari itu, Nafelly hanya bisa cemberut dan berkata. "Baiklah ...."

Sementara Alberto kembali tersenyum tipis dan berkata dalam hatinya. Dia memang tidak pernah membencimu. Dia hanya membenci nama yang disematkan padamu.

"Dan untuk sekolah ..." Nafelly bergumam. Pipinya memerah saat dia meneruskan kata-katanya dengan suara kecil. "Aku ingin melakukannya ...."

I Love My President Though He Is PsychoWhere stories live. Discover now