9. Monolog

234 80 5
                                    

Alasan masih bersama
Bukan karena terlanjur lama
Tapi rasanya yang masih sama
Seperti sejak pertama jumpa
Dirimu di kala senja
Duduk berdua tanpa suara

Rindu yang jatuh di kamarku
Hanyalah rindu yang datang padamu
Bertanya mengapa kita
Masih di sini tersenyum

Pamungkas

•••♪♪♪•••

31 Mei 2020

Hari ini adalah hari ketiga meninggalnya Jeya. Setelah di temukan oleh Nadine di taman fakultas dengan keadaan penuh darah, Jeya langsung di larikan ke rumah sakit. Di rumah sakit itu juga, pihak kepolisian datang untuk meminta keterangan. Karena Nadine yang menemukan Jeya, maka Nadine yang di mintai keterangannya. Awalnya Nadine menolak begitu saja, perasaannya masih belum tenang, pikirannya berkabut tidak jelas dan hatinya tidak bisa tenang. Akhirnya Nadine luluh karena bujukan Ryan, laki-laki itu mengatakan kalau bukan Nadine siapa lagi yang bisa memberikan keterangan, kalau bukan Nadine bagaimana Jeya bisa mendapat keadilan.

Di kantor polisi ia di temani Kalesha. Nadine tidak berhenti menggenggam tangan Kalesha yang dingin. Perempuan itu juga sama seperti Nadine, perasaannya kalut. Selama hampir satu jam Nadine dan Kalesha di kantor polisi akhirnya Nadine bisa memberi keterangan sebagaimana yang ia lihat di taman fakultas.

Dalam hati Nadine berucap pada seperkian detik jantungnya berdetak tak karuan, "Gue cuma bisa ngelakuin ini buat lo, semoga lo bisa bertahan lama sama kita."

Di sampingnya, Kalesha masih setia menggenggam tangannya. Terus menunduk menahan air mata yang ingin turun. Perasaannya mengatakan jika ada satu hal yang tidak baik-baik saja tapi pikirannya memaksa untuk menepis jauh-jauh itu semua. Kalesha yakin jika Jeya akan baik-baik saja. Tapi mereka tidak tahu saat akan keluar dari kantor polisi, Jeya semakin kritis. Dan saat mereka sampai dirumah sakit, Jeya sudah dinyatakan meninggal dunia. Kabar itu sebuah kejutan buruk. Bagaimana bisa harapannya di kantor polisi tadi berujung sia-sia.

Sama seperti saat hari meninggalnya Jeya, Nadine masih sangat berduka. Bahkan saat malam pertama Jeya tidak ada, ia tidak bisa tidur. Saat malam keduanya, Nadine justru menangis hebat semalaman dan malam ini Nadine berhasil menahan air matanya tapi dadanya semakin sesak.

Kamarnya semakin dingin, foto-foto kenangannya dengan Jeya masih terpanjang kokoh di atas meja kamarnya. Nadine dan Jeya sudah bersama sejak kecil, bahkan Mama Nadine sangat mengenal mendiang Mama Jeya. Sekarang, Jeya malah pergi meninggalkan mimpinya yang masih belum selesai. Jeya pergi meninggalkan rumah yang sudah sangat nyaman untuk di tinggali.

"Dine, gue masuk ya?" Suara ketukan tiba-tiba saja menyelinap diantara isakan nya. Cepat-cepat Nadine menghapus jejak air mata yang mulai mengering.

Pintu mulai terbuka, ada Ryan yang berdiri menenteng kantong plastik hitam lalu meletakkannya di atas nakas.

"Lo ngapain?"

Ryan tidak langsung menjawab, ia menarik kursi di depan meja belajar Nadine. Ryan memposisikan dirinya menghadap Nadine, menatap perempuan itu dengan teduh. "Kata Aji lo belum makan, gue bawain masakan Mama gue. Gue kesini disuruh Jendra, dia tau lo juga butuh seseorang buat nemenin lo."

Nadine masih susah payah menahan air matanya. Nadine cukup malu jika harus menangis di depan orang lain. Saat Jeya akan di makamkan saja, Nadine memilih untuk berdiam di kamar Jeya, menikmati suara mereka yang enggan untuk ditinggalkan.

"Kenapa gak Kalesha aja?"

"Kalesha juga gak baik-baik aja. Dia milih pulang ke Bandung."

Nadine terkejut, bahkan dia tidak tahu jika Kalesha memilih untuk pulang ke Bandung. Nadine pikir Kalesha akan memilih untuk tetap di Jakarta sampai duka itu berakhir.

Kita Dan Semesta | Jeno Ft Yeji ✔Where stories live. Discover now