14. Takdir Kita

210 72 5
                                    

Kuingat lagi di kamar ini
Kita bermimpi akan menjadi
Angan tak pasti kicau berani
Seperti takdir kita yang tulis

Apakah masih kau simpan perih?
Aku mengerti, aku mengerti
Perihal maaf jangan kau beri
Aku mengerti, aku mengerti

Nadin Amizah

••♪♪♪•••

Selama 22 tahun hidup, Jendra tidak pernah galau karena putus cinta dengan kekasih. Jangankan putus cinta, Jendra hanya pernah pacaran satu kali saja. Itupun juga dengan Jeya. Kisah yang harus cepat-cepat berakhir.

Selama 22 tahun hidup itu juga, seolah semesta memberikan takdir yang tak begitu buruk. Jendra dilahirkan di keluarga yang utuh sebagai anak tengah, berkecukupan. Mempunyai satu kakak dan satu adik. Hal indah yang menjadi salah satu takdirnya adalah teman-temannya dan dia.

Akhir bulan lalu teman-temannya menggelar acara kecil untuk mengenang ulang tahun sekaligus kepergian Jeya. Nadine yang mengusulkan untuk mengirimkan doa dipanti asuhan tempat Jeya memahami kehidupan yang sebenarnya. Lalu sorenya mereka semua pergi ke makam Jeya. Membawa masing-masing tulip dengan warna yang berbeda. Tapi hanya Jendra yang membawa tulip merah.

Di makam Jeya, tidak ada air mata yang jatuh. Semuanya sudah bisa tersenyum. Bahkan Nadine yang terkadang menghindar jika membahas Jeya, kali ini perempuan itu bisa menunjukkan pada Jendra jika rela itu sebenarnya bisa didapatnya.

Tapi yang paling mengejutkan adalah saat Kalesha yang memeluk Hadden sepanjang perjalanan menuju makam. Bahkan saat dimakam, tidak sedikitpun Kalesha melepas genggamannya pada tangan Hadden. Dan berujung Hadden yang membuat pengakuan jika Kalesha adalah pacarnya sejak beberapa minggu lalu.

Jendra jelas senang. Setelah Kalesha mengatakan bahwa ia menyukai Jendra, perempuan itu benar-benar tidak menghindar. Dia bersikap layaknya tidak ada yang terjadi diantara mereka. Setidaknya Kalesha menepati janjinya untuk tidak membuat jarak yang cukup jauh diantara dirinya dan Jendra.

Sekarang Rumah sudah melepaskan satu penghuninya. Satu hari setelah menikah, Mahen memutuskan untuk pindah kerumah yang sudah ia siapkan untuk ditinggali dengan Yera. Bukan suatu hal yang mengejutkan, pasalnya sebelum lamaran Mahen sudah mengutarakan niatnya untuk keluar dari rumah, yang awalnya memang ditentang Bunda. Tapi setelah Ayah mengatakan jika hidup Mahen setelah ini menjadi seorang suami, Bunda lantas luluh. Berujung kamar Mahen dikosongkan.

Jendra tengah duduk tanaman fakultas, entah untuk keberapa kalinya. Kemarin Jean menemuinya hanya untuk mengatakan jika dirinya sudah bahagia karena kehadiran Wina yang masuk lebih dalam ke hidupnya. Jean juga menanyakan, apakah selama ini Jendra cukup bahagia dengan hidup yang dijalaninya. Alih-alih menjawab iya atau tidak, Jendra justru menjawab tergantung. Katanya, "Hidup gue cukup bahagia kalau kalian semua juga bahagia, selagi kalian baik-baik aja hidup gue juga bakal baik-baik aja. Tapi kadang gue ngerasa hampa, kaya ada yang kurang. Gue selalu nyari apa yang kurang itu, tapi gak pernah dapat. Habis kita sama-sama dari makam Jeya, gue baru sadar sesuatu yang kurang itu, ya diri gue sendiri. Gue selalu gagal cari diri gue sendiri."

Percakapan dirinya dan Jean berakhir saat Jean menepuk pundaknya sambil tersenyum lebar mengucapkan kata selamat. Jendra tidak mengerti, selamat untuk apa? Atau Jean yang tidak mengerti maksud dari jawabannya apa.

Didepannya tempatnya duduk ada dua orang yang tengah sibuk dengan dunianya masing-masing. Yang satu sibuk dengan buku tebal, sedangkan yang satunya sibuk dengan handphone. Kadang mereka yang dekat bisa sangat jauh, dan Jendra benci itu. Padahal Jendra sendiri sadar, jika dirinya dan Jeya adalah sesuatu yang pasti tentang, dua orang bisa saja terlihat sangat jauh tapi mereka benar-benar dekat.

Kita Dan Semesta | Jeno Ft Yeji ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat