[29] Broken Promise

5K 517 84
                                    

Trigger Warning!

⚠️ self-harm and commit suicide

「 "Setelah ini, aku berjanji akan menjaga diriku sendiri." 」

HAL terakhir yang paling kuingat adalah bagaimana kedua matanya mengatup mengiringi tarikan napasku yang kontan terhenti.

Aku seperti melayang di sela usaha memanggil namanya, mencoba mengguncang tubuhnya yang berubah kaku, lalu dunia bagai berputar sebelum runtuh begitu saja, menghantam akalku bahwa dia tidak lagi bersamaku, kemudian ragaku bagai ikut kehilangan nyawa hingga aku tak sadarkan diri.

Menjadi kali terakhir aku melihatnya, dan menjadi penyesalan terbesarku karena setelah itu, aku benar-benar tidak lagi mendengar maupun melihat presensinya.

Semua berubah dalam sekejap. Aku terbangun di rumah sakit tanpa dampingan seorang wali tetapi segala kebutuhanku ditanggung yang kedengarannya mustahil. Berpikir bahwa mungkin sebenarnya dia juga berada di sana namun tidak ada satupun jejak keberadaannya.

Oleh kenekatanku demi mencari jawaban, meski harus tertatih-tatih, meski harus melawan sakit di sekujur tubuhku yang belum pulih, aku pergi ke restoran saat itu juga demi menemui Kepala Hwang—satu-satunya orang yang bisa kumintai kebenaran—atau mungkin saja Kim Mingyu juga ada di sana.

Tapi tidak kutemukan keduanya.

Segera kuberhentikan taksi dan pergi ke markasnya. Namun berakhir tersesat di tengah jalan lantaran aku tidak sepenuhnya hapal jalan menuju tempatnya yang sangat terpencil dari keramaian. Berujung dengan diantar pulang ke apartemen setelah sang supir menyerah akan kepanikanku.

Aku hampir gila.

Menangis sejadi-jadinya, menyebut namanya berkali-kali dengan harapan dia akan mendengar jeritanku tetapi hampa menjadi tanggapan. Menjambak kuat rambutku berharap semua hanyalah mimpi tetapi perih yang begitu panas di sekujur kepalaku menjadi jawaban bahwa semua ini bukan ilusi.

Seungcheol telah pergi.

Malam itu merupakan malam terakhir aku melihatnya bernapas. Menjadi kali terakhir aku merasakan dekapan juga rengkuhan tangannya di sela ucapan janji terputus-putus yang tidak akan pernah dia wujudkan. Menjadi kali pertama sekaligus terakhir dia mengingkari janjinya.

Dan menjadi malam paling buruk yang terus terngiang di tiap tidurku sampai aku kesulitan bernapas.

Aku benar-benar hancur. Jatuh berkeping-keping dan tidak lagi terbentuk. Semuanya telah berakhir. Aku sudah kehilangan segalanya termasuk peganganku untuk tetap hidup.

Dia pergi karenaku.

Tidak dapat kuukur seberapa besar rasa bersalahku hingga detik ini dan menjadi alasanku tidak lagi mengatup mata dengan tenang.

Akulah penyebab petaka itu terjadi.

Akulah penyebab dia harus mengorbankan nyawanya hanya demi menyelamatkanku.

Entah sudah kali keberapa kukatakan betapa aku membenci diriku sendiri. Memukul kepala atau menyayat tangan-tanganku tiap kali bayangannya hadir. Berharap aku mungkin bisa bertemu dengannya dan memohon maaf karena sudah membuatnya terluka hingga di titik denyut terakhirnya.

Tapi takdir seakan menertawakanku dengan membiarkanku tetap hidup. Memaksaku untuk menghabiskan waktu dengan perasaan tersiksa bahkan di tiap tarikan napasku.

The Red Hair ManWhere stories live. Discover now