R A I L A_1.1_

101 19 0
                                    

JANGAN LUPA COMENT

HAPPY READING

Secarik Harapan

Diatas jembatan tinggi, didepan pembatas jembatan. Dibawah, air sungai mengalir deras menerpa bebatuan, langit gelap terdapat awan. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan.

Di bawah gelapnya langit tanpa bulan, Raila berdiri menatap kosong kedepan. Tak berkedip walau sedetik, matanya memanas dan memerah. Tatapannya sudah berembun, air mata mengenang di pelupuk.

Raila berkedip sekali, dan yah liquid itu mengalir. Raila tersenyum miris, mendongak mengutuk langit yang kini mulai gerimis. Raila menoleh, melihat bayangan dirinya saat SMP bersama seorang pria yang tertawa tanpa beban di sebelahnya.

"Gue kangen sama lo." cicitnya pelan.

Flashback

Raila, gadis dingin berwajah datar yang berjalan di lorong sekolah sendirian, keadaan sangat sepi karena jam pulang sudah berkahir satu jam yang lalu. Raila menyusuri koridor dengan tenang, tak takut karena memang tidak ada yang di takutnya kecuali satu.

"Raila!"

Raila menoleh, seorang pria berlari dengan wajah sumringahnya. Tersenyum lebar, menghampiri Raila dan merangkul pundak gadis itu.

"Kok lo pulang duluan. Kan gue nungguin lo di lapangan basket." gerutunya sebal. Raila tersenyum tipis, senyum yang hanya di berikan kepada pria itu.

"Jangan cemberut. Muka lo jelek." ejek Raila terkekeh kecil. Pria itu mencebik. Raila tersenyum dan mencubit pipi Arkan dengan gemas. Arkan, pria idaman banyak gadis yang selalu bersama Raila.

"Raila best friend nya Arkan. Gini ya, sejelek jeleknya gue lebih jelek lagi si jelek. Percaya gak lo?" tanyanya dengan wajah serius. Raila menggeleng polos.

"Gue kira lo yang paling jelek."

Arkan mendengus sebal dan mencubit hidung Raila kesal.

"Nanti malem. Gue mau undang lo ketemu temen gue" ajaknya. Raila mengerutkan alisnya rapi.

"Siapa?."

"Arleon. Sahabat kecil gue." jelasnya bersemangat. Raila berhenti berjalan dan menatap Arkan tajam.

"Lo mau ketemu sama dia? Kalo trauma lo kambuh gimana? Lo gak mikir?! PTSD bukan trauma yang bisa lo ajak jadi ajang main main!" jelas Raila beruntun dan tajam. Raila menatap Arkan dingin, tatapan pertemuan pertama mereka yang tak pernah Arkan dapatkan lagi, dan kini Raila mentapanya dengan tatapan seperti dulu lagi.

Arkan mengalami trauma Gangguan mental pasca trauma, membuat dirinya selalu ingin bunuh diri.

Arkan tersenyum manis, menangkup wajah Raila dan tersenyum meyakinkan.

"Percaya sama gue. Lo mau gue sembuh dari trauma kan? Gue pasti bisa Rai. Lo percaya kan?."

Raila menatap nanar pada Arkan, tatapannya memburam dan air matanya meluncur bebas. Raila menggeleng kecil.

RAILAWhere stories live. Discover now