SATU: KECEWA (1)

14 3 0
                                    

Pagi hari yang cerah. Tepat pukul setengah tujuh jam menunjukkan. Itu tandanya, aku harus segera bergegas pergi ke sekolah.

Tak jauh jarak yang harus kutempuh untuk pergi ke sana. Hanya menggunakan sepeda gunungku dan hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit untuk sampai dari kosanku. Ya, aku tinggal di kosan. Aku memilih untuk tinggal di sini agar aku lebih mandiri dan tidak merepotkan Tante Teresa.

Kedua orang tuaku meninggal beberapa tahun lalu. Papa meninggal karena sebuah kecelakaan dan mama karena serangan jantung. Mama serangan jantung karena mendapat kabar bahwa papa meninggal di tempat, saat kecelakaan itu terjadi. Mama menyusulnya dengan selisih waktu tak hampir dari sepuluh jam.

Aku punya seorang adik, namanya Nadine. Ia sangat manis! Hari ini merupakan hari pertamanya masuk SMA. Ia bersekolah di tempat yang sama denganku. Tapi kita tinggal di tempat yang berbeda. Aku di kosan, sedangkan adikku tinggal di rumah lama. Ia diurus oleh Tante Teresa. Ya, namanya sudah kusebut tadi. Ia adalah tangan kanan papa dulu saat ia masih hidup. Sekarang ialah yang mengurus perusahaan papa dan mengurus Nadine juga. Mulia sekali Tante Teresa. Tak salah papa memilihnya sebagai orang kepercayaannya.

Tak terasa, aku sudah sampai di sekolah. Kuletakkan sepedaku di tempat parkir. Setelahnya, dengan cepat aku bergegas menuju pintu gerbang lagi untuk menyambut kedatangan adikku. Jalanan nampak lengang. Tak ada yang lewat. Ternyata banyak juga siswa baru yang berangkat dengan jalan kaki. Mungkin rumah mereka dekat dari sini. Tak heran juga, sekolahku ini letaknya di sebuah komplek elite, di mana banyak rumah-rumah mewah berjajar. Sekolah ini juga merupakan salah satu sekolah favorit di kotaku.

Tak perlu kutunggu lama, sebuah mobil mewah berwarna putih melaju ke arah depan gerbang sekolah. Seorang gadis dengan rambut panjang sepinggang terurai, keluar dari mobil itu. Gadis itu tersenyum lebar sambil melambaikan tangan ke arahku.

"Kak Nagea!!" teriaknya dari jauh. Kutampilkan senyumanku yang mirip seperti miliknya. Ia berlari ke arahku dan memelukku dengan badan mungilnya.

"Yuk masuk!" ajakku saat melepas pelukannya dan mengacak-acak rambutnya. Kita berjalan bersama ke dalam sekolah.

"Kangen, weh. Dah ngga ketemu seminggu," ujarku semangat. Tak sadar, aku terfokus pada sesuatu yang mencolok. 

Kulihat jaket yang terpakai di badannya. God! itu tampak sangat mahal! Mungkin harganya cukup untuk makanku sebulan dua bulan. Mungkin nanti aku akan memperingatkannya agar tak terlalu boros dan manja ke Tante Teresa.

"Iiih, aku juga kangeenn bangeett sama kakakk! Kakak, kapan-kapan aku boleh ngga kalo main ke kosannya kakak?!" tanyanya antusias.

"Ngga papa sih, tapi ga boleh lama-lama, soalnya 'kan itu kosan cowok dek." Nadine menganggukkan kepalanya pelan dan nampak berpikir sebentar dengan tangan yang menunjuk-nunjuk ke arah pipi. Hahaha! Nampak lucu sekali pipi chubby-nya itu!

"Mmm... oiya, kok ngga bareng Kak Zehan? Katanya rumah Kak Zehan deket sama kosan kakak?"

Aku menganggukkan kepalaku pelan. "Yah, lo tahu 'kan, Zehan itu orangnya lemot. Mandinya lama beett. Nanti malah ngga keburu nyambut hari pertama sekolah lo juga."

Ia memberhentikan langkahnya dan menatapku dengan mata berbinar. "Owww... makasi kakak sambutannya ahahaha, tadi kakak berdiri sendirian di gerbang kayak anak SD ilang. Hahaha." tawanya memecahkan keheningan pagi ini. Ia nampak sangat berseri-seri.

"Isshh!" jawabku sambil mengacak rambutnya lagi. "Nanti pas jam istirahat, mau ngantin bareng?"

"Boleh aja si," ujarnya menyetujuiku sambil merapikan rambutnya. "Traktir, ya!" lanjutnya.

"Diihh. Duit lo banyak dikasih Tante Teresa. Pake duit lo sendiri."

"Ngga mau!! Tante ngasihnya dikit, kak. Kuy lah, hitung-hitung traktiran ngerayain adik yang baru aja masuk SMA! Yaaaaa ayo dong kakak baikk!" rayunya. Kupalingkan mataku. Anak ini pandai sekali merayu. Seperti saat dulu mama merayu papa untuk punya anak lagi.

8 PMWhere stories live. Discover now