Awal Bertemu Jatuh Cinta

27 6 2
                                    

"Aku bisa apa jika tiba-tiba jatuh cinta? Tuhan baik, makanya memberikan kesempatan buatku untuk merasakannya."

---Hayya---

***

"Astaga! Maaf! Aku tidak sengaja!" Gadis bersurai panjang yang diikat tinggi itu membungkuk untuk memungut buku yang jatuh berserakan ke tanah. Dia merutuki dirinya sendiri karena meleng saat berjalan, mungkin karena faktor takjub dengan dunia luar yang tidak pernah dia jamah sebelumnya.

"Tak apa, biarkan saya yang membereskannya ...." Pemuda itu sudah mengambil alih semua buku yang berserakan tadi, karena gadis tersebut hanya berjongkok saja dan melihat ke sekitar dengan pandangan takjub; tidak jadi ikut membereskan buku seperti yang diucapkan tadi.

"Eh! Mau ke mana?!" pekik gadis tersebut karena baru menyadari langkah kaki si pemuda mulai meninggalkannya. Dia terus menguntit di belakang sembari memperhatikan sekitar, bahkan mulut kecilnya tak hentinya memuji semesta yang ternyata jauh lebih indah dari perkiraannya.

"Aduh!" Gadis itu memekik dengan memegangi dahinya yang menabrak punggung lebar milik pemuda tadi. Dia mengelus sebentar dahinya sembari ikut menatap mereka yang berlalu lalang menatapnya dengan wajah aneh.

"Siapa, Dam?" tanya salah satu pemuda yang sekarang berdiri di depan gadis lugu itu. Yang ditanya hanya mengedikkan bahu dan menunggu gadis tersebut memperkenalkan diri.

"Oh, perkenalan? Aku Hayya ... kalau kalian?" Hayya mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan lawan jenis yang membuat hatinya berdebar, karena pertama kali ini dia bertemu dengan para pemuda yang sepertinya menganggapnya aneh, tidak seperti teman-teman lelaki ibunya—dari yang tua bangka hingga yang berondong—yang langsung mendekat ke arahnya dan langsung memeluk pinggang kecilnya.

Mereka berbeda, dan hampiri setengah menit tapi salah satu dari kedua pemuda tak membalas ulurannya. Hayya bertanya-tanya tapi akhirnya dia menarik lengannya sendiri. "Kenapa? Ada yang aneh?" tanya Hayya dengan memperhatikan pakaiannya yang memang di atas lutut dan tidak berlengan. Menurut Hayya sendiri style pakaiannya tidak terlalu buruk, tapi kenapa mereka seperti melihatnya dengan tatapan tidak suka?

Kecuali satu pemuda yang menarik perhatiannya sejak tadi, dia yang Hayya tabrak tadi. Pemuda tersebut selalu memalingkan wajah darinya, bahkan nyaris tidak pernah menatap atau berani melihat ke arahnya. Kenapa?

"Maaf? Ada yang salah dengan pakaianku? Kurang sopan? Padahal ini sudah sangat sopan dari beberapa dress yang dibelikan mama untukku." Hayya sedikit terganggu karena pemuda yang ditabraknya tadi selalu memalingkan wajah, seakan dirinya tak patut untuk menerima pandangan ramah darinya.

'Sangat sopan? Aku tidak salah dengar, 'kan?' batin pemuda yang memiliki nama 'M. Adam Al-Dzikr' di bedge jas almamaternya.

"Namaku Hasan, dia Adam. Kamu ngapain ke sini dengan penampilan seperti itu? Di sini tidak ada yang merayakan pesta, Mbak." Lelaki bernama Hasan itu terkekeh melihat reaksi Hayya yang terlihat jengkel karena tidak digubris sejak tadi.

"Jangan panggil aku Mbak! Panggil Hayya saja, atau Aya, biasanya bibiku memanggilku begitu," protes Hayya dengan tidak mengetuskan nada bicaranya, dan karena kegerahan dia pun mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahnya.

"Di sini banyak pohon, tapi masih agak panas, ya? Aku di rumah hanya mendapatkan angin ac yang dingin, tidak pernah kena sinar matahari langsung seperti ini. Panas ternyata ... tapi aku suka!" Hayya kegirangan hingga memutar tubuhnya beberapa kali, hingga hampir terjatuh dan langsung dibantu Hasan dengan menangkap pinggang kecil itu.

Hayya pernah membayangkan ada di posisi ini dengan ilusi bersama pangeran tampan yang dia dambakan, tapi tidak sama sekali ada faktor senang dalam dirinya saat Hasan yang menyelamatkannya, bahkan dia nyaris risi saat pemuda tersebut menatapnya dengan pandangan penuh nafsu. Hayya menyingkirkan tangan pemuda itu dari pinggangnya dan berdehem pelan. "Adam aku ikut denganmu, ya," ucap Hayya sembari melangkah menuju ke Adam.

"San, bisa kau tangani gadis ini? Aku ada presentasi," ucap Adam yang sedikit melukai hati Hayya. Gadis itu kecewa karena harus bersama Hasan; bukan Adam.

"Ayo, Nona, kuajak berkeliling kampus. Atau kau ingin makan sesuatu?" tanya Hasan dengan merangkul bahu Hayya. Gadis itu menghindar dan langsung menyusul langkah Adam yang sudah agak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Adam! Aku ikut denganmu saja!" pekik Hayya berhasil membuat Adam berhenti dan membalikkan badan, Hayya sedikit berbinar saat berhasil menatap mata pemuda itu, dia bahkan tak sadar tengah mengembangkan senyum dengan sangat lebar.

"Kenapa harus ikut denganku? Hasan tidak ada jam kuliah, kau bisa ikut dengannya." Adam sebenarnya ingin emosi karena jatah presentasinya sebentar lagi, malah Hayya menganggunya seperti ini.

"Temanmu matanya jelalatan, aku lebih suka denganmu, bahkan aku sudah jatuh cinta denganmu sejak pertama kali bertemu." Hayya menampakkan wajah melas. Adam manusia normal, maka ia bersusah payah untuk menekan desir hatinya saat seorang gadis secantik Hayya berkata seperti itu.

"Kenapa? Tidak boleh? Maaf, ya." Hayya sedikit bersalah karena terlalu polos mengatakan hal tersebut, akhirnya dia balik kanan dan mulai meninggalkan Adam yang berdiri mematung.

"Mau ke mana dia?" lirih Adam, tapi dia akhirnya tidak memedulikan gadis itu lagi dan bergegas ke kelas, karena akan segera dimulai beberapa menit lagi.

Hayya berjalan tanpa arah, terkadang dia dibuat risi saat beberapa orang yang melewatinya malah berbisik tidak jelas dengan senyuman sinis. Memangnya dia kenapa? Apa ada yang salah? Hayya menemukan bangku di bawah pohon rindang di tengah taman kampus, dia duduk di sana dan memperhatikan sekitar yang jauh berbeda dengan dirinya. Mereka semua berpakaian tertutup, dan para gadisnya memakai tudung di kepalanya.

Malu? Ya, Hayya sedikit malu karena hanya dirinya yang memakai pakaian terbuka seperti itu, meskipun dia pikir pakaiannya sudah sangat sopan ternyata memang hal ini yang membuat Adam selalu memalingkan wajah darinya. Getar hatinya mengatakan bahwa dia benar-benar jatuh cinta pada pemuda yang memiliki mata cokelat itu, tapi Hayya tidak bisa seenaknya jatuh cinta pada pemuda sebaik Adam.

Hayya sadar diri, dia bukan gadis baik-baik, bahkan tubuhnya sudah tidak suci lagi, pasti Adam akan menolak mentah-mentah dirinya sama seperti tadi saat dia hendak ikut pemuda itu pergi. Hayya tidak berpendidikan, jadi di tidak tahu-menahu apapun masalah dunia pendidikan, dan yang dia tahu hanya beberapa bal yang diajarkan oleh pembantu rumah tangga sekaligus pengasuhnya sejak kecil saat ibu angkatnya tidak di rumah.

Tiba-tiba Hayya dikejutkan oleh seseorang yang berdiri di hadapanny; dengan menenteng sebuah totebag besar dan tangan lain membawa setumpuk kertas yang bisa diperkirakan mungkin sekitar 300 an lembar.

"Dik, permisi ... boleh ikut duduk?" tanya gadis yang berdiri di hadapan Hayya dengan wajah kelelahan, dan Hayya langsung mempersilakan saja karena kasihan.

"Terima kasih, Dik ... tanganku hampir saja copot! Dosbing gilaku memang tidak beradab! Sudah capek-capek kubawa setumpuk buku referensi, tapi skripsiku masih saja ditolak! Bisa gila aku!" Gadis dengan tudung berwarna merah darah itu mengomel tanpa jeda, membuat Hayya hanya diam mendengarkan sembari memberikan respon seadanya. Mana Hayya tahu apa yang dirasakan gadis merah darah itu? Dia tak paham apa yang dibicarakan oleh gadis di sampingnya.

"Btw ... ke sini sama siapa? Harusnya kamu pakai pakaian tertutup, soalnya di sini emang Universitas Islam, semuanya pakai pakaian yang—mohon maaf—tidak menampakkan bagian tubuhnya."

Hayya tersenyum miris, dan dia menjawab dengan menundukkan kepala. "Aku tidak tahu harus ke mana, aku kabur dari rumah."

***

@Listya12

#Sltg050422

Hai, guys! Apa kabar nih? Udah lama nunggu kisah Hayya, ya? 😂

Jangan lupa tinggalkan jejak, jika berkenan, hehe. Ajak teman-teman sekalian, ya! Biar tambah rame!

See you next part, ya! Author bakal double up hari ini!!! 💃💙

Lakum Diinukum Wa Liya DiinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang