31 || Titik Untuk Berhenti

Comenzar desde el principio
                                    

Alfa mendengkus kecil. Cukup lama menyaring segala kata Janu yang masih ambigu di otaknya yang tiba-tiba lamban. "Apa?" tanya Alfa lebih pelan.

"Gue pelakunya, Alfa. Gue yang ngebunuh kembaran lo!"

"Bangsat!" Dalam hitungan persekian detik kepalan tangan Alfa sudah melayang pada wajah tampan Janu. Membuat beberapa petugas berusaha menarik Alfa menjauh.

Sementara yang dipukul hanya tertawa kecil. Janu mengangguk melankolis sembari mengusap pipinya yang terasa terbakar, ia rasa ia pantas mendapatkan semua rasa sakit ini.

"Bangsat! Lepasin!" Alfa seperti kesetanan. Ia memukul semua petugas yang mencoba menahannya. Bahkan mendorong mereka membuat beberapa dari petugas sempat terhuyung ke tembok.

"Lo sadar gak apa yang lo lakuin, hah?" Alfa kembali mendekat. Menarik kerah seragam Janu dengan cengkeramannya hingga dua hidung bengir itu hampir bersentuhan. Menatap dua pasang netra Janu lamat-lamat, lantas tertawa miris. "Lo bukan Janu, kan?"

Janu masih mempertahankan senyum kecil itu meski pipi kirinya sudah memerah. Ia menarik satu tangan Alfa yang tengah mencengkeram kerahnya, lantas menjabatnya di antara tangannya sendiri yang masih dalam keadaan terborgol. "Kenalin! Gue Januari Candramawa. Gue gak tau lo mengenal Janu yang mana, tapi gue gak pernah berubah jadi orang lain."

Alfa sontak melepaskan tangannya dari Janu dan diganti dengan memukul perut tepat pada ulu hati sahabatnya sendiri. Alfa benar-benar lepas kendali, membuat seluruh orang yang ada di ruangan berbondong-bondong keluar ketakutan. Beberapa petugas kembali hendak menarik Alfa keluar tapi hasilnya mereka yang malah terlempar keluar. Laki-laki itu melawan semua petugas yang mencoba menghentikannya sampai ruangan kantor polisi menjadi berantakan.

Alfa kembali melayangkan satu bogeman lebih keras pada Janu membuat laki-laki di hadapannya itu langsung tersungkur pada lantai dingin.

"Minggir lo semua jangan ikut campur!" seru Alfa pada Polisi yang hendak menarik Janu, namun beberapa kembali mundur karena takut dengan Alfa yang mungkin akan berbuat lebih nekat.

Dadanya masih naik turun untuk menetralkan napas. Alfa mendekat lagi, menarik paksa Janu yang tak bisa berbuat banyak karena kondisi tangannya yang masih diborgol. Setelah Janu terduduk meski ditarik paksa, lagi, Alfa memukul wajah Janu. Kali ini di bagian bawah matanya. Tak peduli sahabatnya yang sudah babak belur. Darah segar mengalir dari dua lubang hidung Janu, malah membuat Alfa tersenyum miris. "Kenapa harus Yuna? Kenapa gak lo aja yang mati, anjing!"

"Gue juga maunya gitu," saut Janu.

Yang membuat darah Alfa semakin mendidih mendengarnya. Laki-laki itu kembali memukul wajah Janu, kali ini sampai kepalanya membentur lantai. "Setan!"

"Aduh ini petugasnya pada ke mana? Ini jauhin dulu!" seru Polisi lain yang baru keluar dari ruangan. "Anak-anak jaman sekarang mainnya pukul-pukulan kayak gini! Dipikir masalah bisa selesai!" gerutunya sembari menarik paksa Alfa sedikit lebih jauh dari Janu.

Alfa masih memberontak, mencoba menepis tangan-tangan yang menyentuhnya. Tatapan sinis setia menjurus pada Janu yang dibantu dua Polisi sebelumnya untuk berdiri. "Biarin saya ngomong sama Janu dulu! Saya butuh penjelasan kenapa dia jadi orang bego kayak gini!"

"Kamu boleh bicara sama teman kamu. Tapi gak ada ribut-ribut sampai bikin heboh kayak gini, ya! Ini kantor polisi, kamu pikir bisa seenaknya di sini?" ucap Polisi itu.

Alfa terdiam sebentar. Sebelum laki-laki itu menarik kerah Polisi tersebut dan melemparkan badannya pada meja kosong tak jauh dari jarak pandangnya. "Bacot!" Kemudian kembali mendekati Janu setelah memukul dua Polisi yang sebelumnya selalu di sisi Janu. "Lo mau mati, kan? Sekarang gue kirim lo ke neraka," kata laki-laki itu sembari menyudutkan Janu ke tembok dan mencekik leher Janu.

RECAKADonde viven las historias. Descúbrelo ahora