Bidadari Salman

12 1 0
                                    

Salman memberanikan menatap mata pimpinannya. Lama mereka beradu pandangan, dan kemudian Salman menyahut lirih.

"Sudah terlambat, ustadz. Dia sudah menjadi milik orang lain."

Ustadz Hasan mendekat ke arah Salman. Didekapnya pundak santri kebanggaannya itu penuh cinta, "Lepaskan, akhi. Antum harus melanjutkan hidup. Tak baik seperti ini. Ini bukan salah antum."

"Saya sudah melepaskannya, ustadz. Saya bahkan tidak menghalanginya bersama dengan laki-laki pilihannya. Tidak. Saya merelakannya 100%." Salman membuang mukanya dengan marah.

"Lantas? Apa masalahnya? Antum ingin menunggu ia bercerai dengan suaminya?" Segah Ustadz Hasan tak sabar.

"Saya hanya tak ingin membohongi hati saya, ustadz. Bagaimana mungkin saya menikah dengan seorang wanita sambil menyisakan rasa terhadap wanita lainnya?" Pandangan Salman menusuk tajam pada Ustadz Hasan.

"Tapi wanita, istri, itu bukan makanan, akhi. Bukan martabak. Antum harus realistis melihat peristiwa ini. Jangan terlalu didramatisir." Ustadz Hasan mencoba mendinginkan suasana.

"Jika antum di posisi saya, ustadz. Apa yang antum lakukan?" Salman menyelidik tak puas.

"Yah. Saya akan terima Ustadzah Farika. Menikahi dia. Melanjutkan hidup. Melupakan si gadis tadi. Selesai." Ustadz Hasan tersenyum puas seakan mengibarkan bendera kemenangan.

"Jika saya tak berhasil melupakannya?" Kilah Salman lagi.

"Yah. Berdoa akhi. Jika memang gadis yang antum cintai tadi adalah jodoh antum di surga kelak. Bidadarinya antum. Insya Allah kalian akan bertemu dan menjadi pasangan. Menjalani kehidupan baru di sana yang lebih indah." Ustadz Hasan mencoba menawarkan keoptimisan.

"Kehidupan tidak hanya di bumi ini?" Salman mencari sebuah penegasan.

"Kehidupan tidak hanya di bumi ini." Ustadz Hasan tersenyum memastikan.

" Ustadz Hasan tersenyum memastikan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Bidadari SalmanWhere stories live. Discover now