Kedatangan yang Tak Terduga

19 1 0
                                    

"Saya langsung saja ya, Ustadz Salman."

Salman menelan ludah dengan gagap. Batinnya gamang demi mencium hal yang tidak beres.

"Antum menolak Ustadzah Farika?" Tatap Ustadz Hasan dengan pandangan tajam tak puas.

Salman tahu. Ambang batas normal suara manusia berbicara ada di kisaran 20 desibel. Suara yang terkeras, petir misalnya, bisa mencapai 120 desibel. Hanya kurang beberapa desibel lagi untuk merusakkan gendang telinga. Namun pertanyaan singkat Ustadz Hasan barusan, seakan merontokkan tidak hanya gendang telinganya, namun juga entitasnya sebagai ustadz, hafidz Qur'an, atau bahkan sebagai anak kampung kecil dari pelosok Kabupaten Pamekasan, Madura. Semuanya merosot jatuh menyapu tanah. Mulutnya terkunci. Jantungnya berpacu dengan bunyi kipas angin setengah rusak yang berkedut-kedut di atas kepalanya.

"Bisa, dijelaskan kepada saya, Ustadz Salman?" Ustadz Hasan melontarkan mortirnya yang kedua.

Pikiran Salman melompat liar ke era tahun 80-an. Saat itu dia gemar diajak menonton televisi di rumah pak Lurah oleh abahnya. Serial favoritnya: Manimal. Manusia super yang bisa berubah menjadi singa, macan gunung, burung, beruang, sebutkan saja. Semua ia bisa. Namun kali iini ia terpaksa harus mengakui bahwa memori masa kecilnya terlonjak bangun dari tidur panjang. Sosok Ustadz Hasan yang selama ini ia kenal anggun, pendiam, murah senyum, tiba-tiba berubah selaksa macan kumbang yang siap menerkam kelinci putih tak berdosa: diri Salman sendiri.

 Sosok Ustadz Hasan yang selama ini ia kenal anggun, pendiam, murah senyum, tiba-tiba berubah selaksa macan kumbang yang siap menerkam kelinci putih tak berdosa: diri Salman sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Bidadari SalmanWhere stories live. Discover now