juu-go

54 7 4
                                    

Dinginnya udara yang masuk dari luar kelas membuat gue mengeratkan cardigan yang tengah gue kenakan. Bina di samping gue udah selesai beresin mejanya, kini sibuk make jaket super besar yang membuatnya keliatan tenggelam. Saat ini di kelas cuma tersisa empat orang, gue salah satunya.

Sebuah bisikan dari arah kiri membuat gue menoleh.

"Aline!"

"Iya?"

Hokuto meletakkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie hitam yang dia pake. "Hari ini mau bareng, gak?"

"Eh, mau minjem novel?" tanya gue yang dibalas anggukannya. "Tapi kan hujan?"

"Nunggu reda," jawab Hokuto sambil senyum canggung. "Tapi kalo lo harus pulang cepet ya gak papa sih, besok aja."

"Kakak gue juga males sih kayaknya kalo disuruh jemput pas deres gini...." Gue kemudian mengangguk kecil ke arah Hokuto. "Yaudah, bareng ya!"

Hokuto ikut mengangguk sekali dengan senyum tipis.

"WOI JESS, MAU KABUR KEMANA LO?! PIKET ANJENG!"

Teriakan Bina seketika mengalihkan perhatian gue. Gue nengok, Bina sekarang lagi tolak pinggang dengan muka galak. Di pintu kelas, ada Jesse yang langkahnya terhenti di udara--kayak lagi mannequin challenge. Cowok itu perlahan berbalik, kemudian nyengir.

"Sab, gue kan udah piket tadi pagi...."

"Ngapus papan tulis doang nenek gue yang udah bongkok juga bisa, kampret!" Bina dengan garang akhirnya melangkah untuk menggeret Jesse kembali masuk ke kelas. "Nyapu! Hari ini lo doang yang gak kerja!" Kemudian tangannya dihempaskan buat nabok punggung si jangkung.

Bina galak banget ya, tapi karena dia itu seksi kebersihan, jadi gue dukung, sih.

"Jess gue duluan." Hokuto tau-tau udah di depan meja gue. Gue mengerjap, terlebih saat cowok itu ngelirik ke arah gue. "Ayo, Lin."

"Eh, iya." Gue berdiri lalu menatap Bina sesaat. "Bina mau pake payung? Gue bawa."

"Makasih, Lin. Tapi gue mau ngawasin ni curut sampe dia bener-bener nyapu. Duluan aja." Bina bersidekap. Matanya masih menatap tajam ke arah Jesse yang pasrah.

"Yaudah, deh. Duluan ya, Bin, Jess!"

Setelah melambai ke arah Bina dan Jesse, akhirnya gue melangkah keluar kelas bersama Hokuto. Gue dengan canggung agak mendekat, mempertipis jarak hingga tersisa beberapa mili antara lengan gue dan Hokuto.

"Kita mau ... pulang sekarang? Hujannya belum terlalu reda."

"Nunggunya di kantin aja, ya? Laper." Hokuto menampilkan cengirannya yang gak terlalu lebar--tapi sukses membuat jantung gue berhenti bekerja untuk sesaat. "Hujan gini indomie rebus enak banget nggak sih...."

Gue tertawa. "Anjir, jadi pengen. Gue beli juga deh nanti."

"Asik, hasutan gue berhasil." Hokuto terkekeh riang. Bikin senyum gue makin mengembang lebar. "Tapi kita ke ruang ekskul gue dulu, ya? Ada laporan yang masih harus gue selesaiin. Dikiiit lagi, kok."

Gue mengangguk gak keberatan. "Tapi emang lo gak dikasih istirahat, ya? Baru kemaren habis lomba di sekolah lain. Baliknya Maghrib, pula."

Hokuto tertawa hambar. "Ya gimana ya, Lin. Namanya juga ketua. Gak boleh ngeluh kalo sibuk."

Oh? Hokuto ketuanya?

"... Wakilnya Nana, ya?"

Pertanyaan itu keluar gitu aja dari mulut gue. Begitu sadar, gue melotot dan mematung sejenak. Kami berdua berhenti berjalan. Mata gue melirik, Hokuto kini memandangi gue dengan wajah bingung.

24/7 【松村北斗】Место, где живут истории. Откройте их для себя