24/7 【松村北斗】

juu-yon

Sebuah buku diletakkan di meja gue. Gue mendongak, ternyata itu Hokuto. Senyum tipis terlukis di wajahnya.

"Udah selesai bacanya?" Gue balas senyum lalu memasukkan buku itu ke dalam tas.

Hokuto ngangguk. "Untuk sementara gue gak pinjem dulu ya, Lin. Nanti gue kabarin kalo mau pinjem lagi."

Gue membulatkan bibir sejenak. "Oke," kata gue seraya mengangguk. "Semangat lombanya. Geografi kan, ya?"

"Kok tau?" Hokuto terkekeh. "Tapi makasih. Kalo menang nanti gue traktir."

"Serius? Harus menang kalo gitu." Gue ketawa kecil.

"Hokuto!"

Baik Hokuto maupun gue menoleh saat Jesse yang lagi mangkal di pintu kelas manggil namanya. Seorang cewek mungil dengan rambut pendek di atas bahu terlihat berdiri di dekat cowok jangkung itu.

"Dicariin Nana, neh!" seru Jesse sambil senyum tengil. Hokuto menghela napas sejenak sebelum beranjak mendekat. "Awas CLBK, ntar ada yang nangis," lanjutnya sembari melirik gue dengan sengaja.

Gue memicingkan mata. Bibir gue bergerak tanpa suara, "Awas lo, monyet."

Jesse ngakak.

Mata gue melirik ke arah Hokuto dan Nana yang kini lagi ngobrol santai.

Nana tuh anaknya murah senyum banget, ya? Gemes lagi senyumnya.

Wajar sih kalo Hokuto beneran pernah suka sama dia.

Gue memutar bola mata saat Jesse mendadak malah dateng dan duduk di sebelah gue. Gue melirik tajam. "Ngapain? Bina dateng diamuk lo."

Jesse cengengesan. "Itu tujuan gue. Hehehehehehehehe."

Astaga.

"Eh, Lin, jangan depresi dulu. Mau gue ceritain gak soal Hokuto sama Nana?" tawarnya yang membuat gue mengernyit dalam.

"Maksudnya jangan depresi dulu, depresinya ntar aja setelah lo cerita?"

"HAHAHAHAHAHAHA." Tawa Jesse menggelegar ke penjuru kelas. "Kagak, goblo. Maksudnya gue mau klarifikasi, mereka meski dulu uwu uwu tapi gak pernah bener-bener jadian."

"Ohh." Gue ngangguk. "Terus?"

"Hokuto gak pernah ngaku sih, tapi kayaknya emang dulu naksir. Gelagatnya jelas banget soalnya," lanjut Jesse lagi. "Nah, pas kelas sepuluh akhir deket-deket kenaikan kelas tuh, Nana jadian sama anak sekolah lain."

"Ooohhh." Nada bicara gue naik tanpa gue sadari. "Berarti sampe sekarang masih pacaran?"

Jesse ngangguk. "Seneng kan lu? Gak usah sok-sok nahan senyum," katanya nyebelin sambil ngedorong pipi gue pake telunjuknya.

"Dih," kata gue judes, meski habis itu beneran senyum dan ketawa. Jesse ikut ketawa.

"Ehm."

Kami berdua mendongak, ada Bina yang melipat tangan di dada dengan muka datar. Jesse buru-buru berdiri, kemudian menyingkir sambil julurin tangannya, mempersilakan Bina duduk.

"Silakan, Nyonya," kata Jesse nyebelin. Bina mendelik tapi males merespon lebih. "Gimana tadi nge-date sama Pak Kame?"

"Ngedat, ngedet, gue diceramahin panjang lebar! Padahal gue gak salah apa-apa," kata Bina kesel. "Udah sono balik ke bangku lo napa! Makin bete gue liat muka lu."

Jesse manyun. "Sab, gantengan Pak Kame apa gue?"

Bukan cuma Bina, gue juga mendelik hebat.

PERTANYAAN MACAM APA ITU?!?!

"Gantengan Michieda si anak teater kelas sepuluh, sono lu!" usir Bina lagi. Jesse manyun sekali lagi sebelum akhirnya balik kanan kembali ke tempat duduknya. Gue ketawa pelan.

"Tapi Jesse ganteng kan, ya, Bin?" tanya gue iseng.

Bina ngangguk asal. "Hm. Tapi kelakuannya enggak."

"Kalo itu sih gue setuju."

Gue mengerjap saat Hokuto berjalan masuk lagi ke kelas lalu ngerapihin buku di mejanya. Mata gue melirik sesaat ke arah Nana yang masih nunggu di luar kelas, kemudian kembali merhatiin Hokuto. Gue agak tersentak saat cowok itu noleh dan balas tatapan gue.

"Mau ke perpus?" tanya gue basa-basi.

Hokuto ngangguk. "Dispen lagi," jawabnya seraya meringis.

Gue ikut meringis, kemudian mengepalkan tangan di udara. "Semangat!"

"Makasih." Hokuto senyum, manis banget. Sebelum akhirnya kembali berjalan keluar kelas. Dua orang itupun menjauh dari pandangan gue sampe akhirnya menghilang sepenuhnya.

Gue menarik napas dalam, menghembuskannya perlahan.

Oke, harusnya gak ada yang perlu gue khawatirin sekarang.

A/n

Awkwk mas pacarku (micchi) muncul sebagai cameo <3