🌸12🌸

5.2K 586 50
                                    

Martha berjalan cepat menuju taksi yang kebetulan baru saja menurunkan penumpang untuk mengejar mobil Yugo yang baru meninggalkan area drop in kantor nya.

"Pak, tolong ikutin mobil itu ya." Pinta Martha yang disanggupi oleh sang supir. Jujur saja, Martha kalut dan juga sedih karena ternyata memang sudah sejauh itu sang suami berhubungan dengan si Larissa Larissa itu. Awalnya ia hanya berharap kalau Ferly hanyalah anak hasil pernikahan terdahulu Larissa dengan sang mantan suami. Namun jika ditilik dari bagaimana kedekatan mereka, rasa-rasanya sangat tak mungkin jika Ferly hanya sekedar anak Larissa dari sang mantan suami.

Cukup lama Martha mengikuti mobil Yugo yang jelas bukan mengarah ke kantor lelaki itu, namun mengarah ke jalanan asing yang tak pernah sekalipun Martha lewati. Jantungnya berdegup kencang. Apakah dugaannya betul? Apakah Yugo hendak menemui Larissa diam-diam?

Sekitar lima belas menit kemudian, mobil Yugo memutar ke area sebuah rumah yang sangat sederhana namun terlihat rapi dan asri dengan berbagai macam mawar dengan warna yang berbeda. Martha dengan sigap membayar supir taksi tersebut dan segera mengendap-endap untuk mengintip apa yang sekiranya sang suami lakukan di rumah sederhana ini.

Ia tertegun menatap figur seorang wanita yang sangat mirip dengan sosok perempuan kala itu. Seorang wanita yang duduk semobil dengan suaminya. Wanita itu begitu lembut dan ayu dengan sepasang mata sayu yang jelas membuat lelaki manapun terpesona hanya dengan penampilannya yang sederhana. Martha memegang dadanya yang kini tersengat sembilu. Ia menahan mati-matian air matanya karena kembali merasa terkhianati.

Entah apa yang kedua orang itu bicarakan, namun secepat kilat Martha memasuki kawasan rumah asri tanpa pagar itu usai suaminya mengikuti wanita yang ia yakini adalah Larissa itu ke dalam rumah. Martha berupaya keras mencari tempat yang pas untuk aksi pengamatannya terhadap hubungan kedua orang itu.

"Maaf ya tadi Mas terpaksa tutup telepon kamu. Mas nggak enak sama Martha." Sayup-sayup suara Yugo terdengar di telinga Martha yang kini berdiri di dekat jendela samping rumah. Sepertinya jendela tersebut adalah jendela area ruang keluarga.

"Nggak apa-apa Mas. Tadi aku kaget banget waktu tau yang terima teleponnya malah istri Mas. Bukannya Mas selama ini nggak pernah pergi sama Mbak Martha, ya?"

Terdengar juga suara denting piring dan sendok yang menjadi latar belakang perbincangan mereka.

"Mas lagi pengen anter. Kasian kalo Martha harus naik motor. Oh iya, Ferly mana?"

"Dia masih tidur, Mas. Sekolahnya libur hari ini."

Cukup lama Martha terdiam, mendengarkan obrolan ngalor ngidul yang kedua insan itu lakukan, hingga pada suatu obrolan, tubuh Martha dibuat membeku oleh ucapan di pelakor.

"Mas, kapan kamu mau balik tinggal disini lagi sama aku? Sama Ferly? Sampai kapan aku harus nunggu buat tinggal bareng sama suamiku sendiri?"

Deg.

Martha menatap hampa usai dikagetkan dengan fakta kalau ternyata Larissa masihlah menjadi istri sah dari Yugo. Itu artinya....dirinya kan yang menjadi pelakor? Air mata menumpuk di pelupuk Martha. Hatinya remuk, meskipun ia tetap harus menguatkan hati untuk menguping lebih banyak akan rahasia yang disimpan rapat-rapat oleh suaminya. Ia kira, Larissa hanyalah wanita yang masih dicintai suaminya, namun tak pernah terbersit sedikitpun kalau keduanya malah masih terikat dalam sebuah ikatan pernikahan.

"Sa, jangan bilang gitu. Kamu harusnya bisa lebih paham kalo..."

"Aku tau, Mas. Di manapun aku berada, aku memang bakal tetap terlihat salah. Bahkan orangtua Mas juga menentang pernikahan kita." Lagi, untuk yang kedua kalinya, Martha dibuat nyaris mati berdiri oleh statement Larissa. Jadi bahkan kedua orangtua Yugo juga tahu apa status putra mereka ketika menikahi dirinya dulu? Tidakkah itu terlalu kejam untuk dirinya? Martha merasa dibodohi bertubi-tubi. Ia bahkan seperti keledai bodoh yang mudah di tertawakan karena tingkah bodohnya.

"Larissa, jangan bilang gitu. Kamu tau sendiri kenapa orangtua Mas menentang pernikahan kita, kan?"

Terdengar isakan lirih didalam sana, sama remuknya dengan hati Martha yang kini hancur lebur usai mendengar kebenaran yang ada.

"Tapi kenapa orangtua Mas menyetujui Mas buat menikah sama Mbak Martha sedangkan aku nggak? Orangtua Mbak Martha bahkan juga nggak peduli sama status pernikahan kita dengan tetap memaksakan Mas buat menikahi Mbak Martha."

Ketiga kalinya. Martha dibuat remuk ketiga kalinya oleh fakta yang ada. Orangtuanya menyetujui putrinya untuk dinikahi oleh seorang lelaki beristri, yang mana bahkan keberadaan istri sahnya itu tak dihiraukan oleh kedua orang tua mereka. Martha tersungkur, menahan mati-matian tangis yang nyaris meledak saat ini juga.

Kenapa? Kenapa dirinya harus mengalami hidup sepelik ini? Kenapa dirinya harus memiliki nasib untuk terus dipermainkan seperti ini? Tidakkah mereka semua iba pada dirinya yang bak manusia bodoh ini? Tidakkah mereka merasa terlalu kejam dengan membuat posisinya serba sulit seperti ini? Sudahlah ia belum mampu berdamai dengan masa lalunya, kini ia harus dipaksa menerima takdir nasib yang menyedihkan dengan menjadi istri kedua.

Martha mencoba bangkit. Ia tak sanggup. Ia harus segera pergi dari rumah ini. Ia tidak boleh ketahuan. Sudah cukup ia terlihat bodoh dan mengenaskan di mata mereka. Ia tak ingin semakin terlihat bodoh dengan memancing rasa iba dari Yugo karena mengetahui secara langsung rahasia yang suaminya sembunyikan selama ini.

Dengan langkah pelan namun tertatih, Martha membawa sisa-sisa harga dirinya untuk menjauh dari rumah laknat itu. Meninggalkan kepingan terakhir hati yang masih coba ia genggam untuk mengembalikan kewarasannya ditengah cabikan fakta gila yang nyaris menyeret kewarasannya menjauh dari otak dan tubuhnya.

TBC

Yuk² yang mau akses cepat nya kala engkau menyapa, bisa banget lho beli akses nya seharga 35 ribu. Bayar sekali aja sampai tamat nanti. Saat ini akses cepat sudah sampai chapter 20 lho. Pembayaran bisa via rekening bca, dana, gopay, ataupun shopeepay. Yang berminat, yuk hubungi no 083103526681.

Sorry typos

160322

Kala Engkau MenyapaWhere stories live. Discover now