🌸09🌸

5.1K 542 14
                                    

Pada akhirnya, acara berdua yang mulanya direncanakan oleh Jordy dan juga Martha harus berubah formasi karena hadir nya Yugo sebagai seseorang yang tak diundang untuk acara berburu gundam yang diprakarsai oleh Jordy.

Jordy bukan tidak terkejut. Ia bahkan sempat melotot pada Martha yang dibalas penuh rasa bersalah oleh salah satu teman di tempat kerjanya itu. Belum lagi tatapan maut milik Yugo yang sangat terlihat mengerikan, ditambah dengan keposesifan lelaki itu ketika memeluk pinggang Martha.

"Jadinya sama laki lo nih?" Tanya Jordy berusaha berkelakar, yang sayang nya ditanggapi lain oleh Yugo. Lelaki itu menahan geram karena merasa kalau pertanyaan Jordy tidak layak untuk diucapkan.

"Iya, jadinya sama saya. Kenapa? Kamu keberatan?" Hunusan kalimat sahutan dari Yugo terdengar sangat tajam dan mengerikan. Jordy bahkan sampai meneguk ludah karena tidak menyangka guyonannya ditanggapi serius oleh pawang Martha itu.

"Eh, anu...nggak kok Pak." Ringis nya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Yugo mendengus dan Martha hanya bisa menghela napas panjang. Acara refreshing nya jadi buyar karena Yugo yang sangat ngotot ingin ikut. Tahu begini, lebih baik Martha urungkan saja janjiannya dengan Jordy ketimbang menjadi canggung seperti ini.

"Yaudah Jor, mending kita langsung aja, nggak usah kelamaan basa basi di sini." Jordy mengangguk cepat karena merasa cukup terintimidasi dengan aura Yugo. Lelaki itu melangkah mendahului sejoli tersebut dan celingukan untuk mencari-cari apa yang sekiranya menarik minat.

Martha sendiri hanya diam ketika melangkah bersisian dengan Yugo. Ia sudah tidak ada minat lagi untuk apapun. Mood nya menguap begitu saja hanya karena kehadiran suaminya.

Ia menghentikan langkah saat melihat Yugo yang mendadak berubah langkah menuju salah satu spot yang menjual entah apa namanya. Martha sama sekali tidak tahu. Ia mengamati bagaimana binar di wajah Yugo kala memilah milah mana gundam yang sekiranya ia sukai dan tanpa ragu.

Dalam diamnya ketika mengamati tingkah laku Yugo, seketika Martha teringat akan chat dari Larissa semalam yang mengatakan betapa bahagianya Ferly bisa bertemu dengan Pipinya yang tak lain adalah Yugo, suaminya.

Bak tersambar petir, Martha baru menyadari kalau binar bahagia yang terlihat di wajah Yugo kala memilih gunpla alias gundam plastik itu pastilah untuk si Ferly Ferly itu. Ferly pasti nama anak laki-laki, kan? Dan anak laki-laki sangat wajar kan bermain dengan gunpla?

Dada Martha terasa mendidih seketika. Ia menatap Yugo tajam. Bisa-bisanya lelaki itu memikirkan si Ferly-Ferly itu di saat dengan seenaknya Yugo bisa merampas kebahagiaan jalan-jalannya bersama Jordy.

"Maaf ya kamu nunggu. Aku tadi bingung milih yang mana yang bagus." Yugo menghampiri Martha dengan wajah berbinar dengan menenteng hasil buruan gunpla nya.

Mata Martha menatap sengit dan tajam apa yang tengah di tenteng oleh suaminya. "Buat Ferly?"

Seketika itu juga wajah Yugo pias. Martha tersenyum miring, menikmati bagaimana konyolnya raut terkejut di wajah suaminya itu. Tangan Martha bersedekap dan menatap remeh pada Yugo. "Hebat ya Pipi nya Ferly. Bahkan di saat kamu sukses ngehancurin momen refreshing aku, kamu bahkan nggak lupa sama anak kamu." Tekan Martha pada dua kata terakhir yang keluar dari bibirnya.

Ia tak lagi peduli kalau orang-orang disekitarnya bisa mendengar ucapannya. "Kaget?"

Yugo mengupayakan kesadarannya akan kejutan yang ia terima dari Martha. Sejak kapan istrinya ini tahu akan keberadaan Ferly? Benak nya terus saja menduga-duga hal tersebut.

"Larissa semalem ngechat kamu. Nggak nyangka lho aku, ngaku-ngaku jagain Mama, nggak tau nya dateng ke pentas anak kamu." Kekeh Martha penuh cibiran. "Gimana rasanya? Seneng? Oh ya pasti seneng dong. Siapa sih orang tua yang nggak seneng ngelihat anak nya pentas di sekolah? Iya kan?"

Yugo terdiam dengan gugup. Martha dengan jelas melihat itu. Namun yang namanya Yugo, mau segugup dan sepanik apapun, lelaki itu pasti sanggup memutar keadaan, hingga seolah-olah ia tidak terganggu dengan sindiran pedas dari Martha.

"Kamu cemburu, hm?"

Martha terkekeh remeh. "Cemburu? Sama kamu? Hal terbodoh yang nggak bakal terjadi, Tuan Yugo yang terhormat."

"Terus kalo kamu nggak cemburu, kenapa kamu sampe semarah ini?" Yugo kembali bertanya dengan suara lembut dan berusaha meraih tangan Martha yang segera ditepis oleh wanita itu.

"Aku hanya jijik sama tingkahmu. Kalo memang kamu udah punya hidupmu sendiri, seharusnya kamu tolak bujukan gila Mama yang mengemis ke kamu demi menikahi aku. Aku ngerasa kaya jalang sekarang, apa kamu tau hah? Seolah aku adalah perempuan yang merampas waktumu dari anak dan istrimu, sedangkan aku aja nggak sudi menikah sama kamu kalo bukan karena kegilaan Mamaku." Martha berbicara dengan nada tertahan. Tangannya mengepal, sedangkan urat-urat di pelipis nya mulai bermunculan karena begitu kerasnya wanita itu menahan gejolak emosi.

"Bisa nggak sih kita nggak bahas hal itu lagi?" Keluh Yugo karena lagi dan lagi Martha kembali membahas perihal pernikahan atas aksi memelas Mama mertuanya. "Semua ini bukan semata karena permintaan Mama. Mau Mama minta sampe seribu kali pun, aku nggak bakal menikahi kamu kalo nggak ada keinginan dari diriku sendiri, Martha. Aku mau menikah sama kamu, karena aku cinta sama kamu. Aku tau masa lalu kita buruk, tapi kita hidup di masa sekarang, dan itu udah berlalu. Dewasa lah, dan kita jalani rumah tangga kita dengan baik."

Martha menahan amarahnya mendengar dengan mudahnya Yugo berkata untuk melupakan masa lalu buruk mereka. Lelaki itu tidak pernah tahu bagaimana sedih dan terluka dirinya selama melewati masa sulit sepeninggalnya Yugo secara sepihak.

"Kamu mudah berkata kaya gitu. Dewasa?" Martha terkekeh perih. "Harusnya kamu yang dewasa, Yugo. Apa kamu nggak berkaca sama dirimu sendiri? Apa pantas kamu bilang hal itu sama aku yang udah berhasil melewati masa sulit karena tingkah kekanak kanakanmu di masa lalu?" Martha mendekati Yugo, menatap lekat lelaki yang saat ini tengah terpekur di tempat, seolah sedang mencerna ucapannya akan arti sebuah kedewasaan. "Dan bagiku, masa lalu itu bukan sebuah sampah yang bisa semudah itu kita buang, seperti kamu yang membuang aku layaknya sampah."

Martha tersenyum pahit setiap mengingat masa lalunya yang sialan menyakitkan itu. Setelah semua kesulitan yang ia lewati, bisa-bisa nya lelaki itu berkata dengan mudahnya, mengatakan dirinya kekanakan dalam menyikapi segalanya.

"Dan yang harus kamu tau, mungkin motivator diluar sana bisa berkata kalau masa lalu nggak seharusnya mengganggu masa depan kita, tapi buat aku, masa lalu itulah yang membentuk seperti apa aku di masa depan. Dan kalau menurutmu aku ini kekanakan, tentu kamu tau betul kan siapa yang ambil andil sama sikap kekanakan ku ini?" Sindir Martha pedas yang tak mampu ditukas apapun oleh Yugo yang kini terdiam seribu bahasa.

BERSAMBUNG

Yang mau ikutan fast access hitam putih, bisa banget lho join. Dengan membayar 45 ribu, kalian sudah bisa membaca sampai tamat nanti. Saat ini hitam putih udah sampai chapter 22, buat yang mau order, yuk hubungi no wa 083103526681 untuk informasi lebih lanjut🤗

050222

Kala Engkau MenyapaWhere stories live. Discover now