XVIII •Hati nurani yang telah hilang•

Start from the beginning
                                    

     Fahmi tak tega melihat Keponakannya yang terus-menerus terjerat dalam pedihnya luka.

     "Saya akan usahakan bicara baik-baik dengan Regi, Dok."

     Regi tidak tidur, ia sudah terbangun sejak beberapa menit lalu. Bahkan, ia mendengar dengan jelas bagaimana percakapan seorang Dokter dan Om Fahmi di depan kamar inapnya.

     Sejujurnya Regi juga merasa ada yang janggal dengan tubuhnya. Sekarang ia jadi sering kelelahan dan mimisan. Padahal dulu sebagaima pun ia memforsir tubuhnya, ia tak akan tumbang. Karena ia tahu ia tak selemah itu.

     Ting

     Ada bunyi yang berasal dari ponselnya. Dengan sedikit meringis dan memegangi perutnya, Regi mencoba untuk bangkit—terduduk, lalu meraih ponselnya yang berada di atas nakas.

     Tertera di sana nomor tak dikenal. Sebelah alis Regi terangkat, matanya memicing. Ia tak pernah mendapat nomor asing. Bahkan, siapa yang dengan tega menyebarkan nomor ponselnya?

     Dengan penuh rasa penasaran, jari Regi lekas membuka bergerak di atas layar ponsel—membuka pesan tersebut.

     📨+628578xxxx
     Send a photo
    
      Hidup lo emang bener-bener menyedihkan, Regi.
     Bahkan bokap lo sendiri pengen lo mati. Hahaha...
     Apa alasan lo untuk terus bertahan hidup sekarang?
     Ckck, menyedihkan.

     Regi meremat ponselnya dengan tangannya. Ia tak tahu siapa pemilik nomor itu. Dan yang paling membuatnya terkejut bahkan tak di sangka-sangka, sebuah foto potongan chat orang itu dengan sang Ayah—berisikan, jika Ayahnya menginginkan dirinya mati.

     Jadi kejadian kemarin itu rencana asli dari Ayahnya, Ayah kandungnya sendiri.

     "Sial!"

     Regi menyibak selimut yang menutupi kakinya, melepas paksa jarum infus yang menancap di punggung tangan, lalu menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang—sebelum pada akhirnya ia menyambar kunci motornya yang kebetulan tergeletak di atas meja.

     Dengan langkah penuh perasaan yang tercampur aduk—Regi Lekas keluar dari kamar inap. Dan tentunya, ia menemukan Om Fahmi yang baru saja usai berbincang dengan Dokter.

     "Regi? Kamu mau kemana?!" tersirat wajah yang begitu terkejut di sana. "Kamu jangan aneh-aneh, Regi."

     Regi melepas paksa cekalan tangan Om Fahmi, lalu menatap lelaki itu tajam. "Ini urusan Regi, Om. Om gak boleh ikut campur."

     "Iya, Om tahu. Tapi keadaan kamu belum pulih, Re."

     "Om gak perlu khawatir, Regi baik-baik aja. Regi bukan Anak yang lemah!"

     Regi lekas pergi meninggalkan Fahmi, melengos begitu saja dengan langkah yang terburu-buru. Di belakang, Fahmi terus meneriaki namanya. Dan Regi sama sekali tak memedulikan itu.

•••

     Di sinilah Adli berada, di sebuah gedung mewah yang di penuhi oleh para pejabat-pejabat sukses. Diiringi alunan instrumental yang medu, semua orang yang ada di dalam gedung itu nampak terhanyut oleh suasana. Mereka tertawa, saling berndau gurau dan berbincang satu sama lain.

Another Pain [END] ✔Where stories live. Discover now