Sampai Jumpa Lagi!

2.1K 198 42
                                    

Amato kini menatap dingin kepala keluarga Orion itu. Menatapnya seolah sosok itu adalah makhluk paling hina yang pernah dia lihat selama dia hidup di dunia. Sedikit tersenyum miring kala melihat wajah pria itu masih menampilkan raut wajah sombongnya.

"Saya tidak akan menuntut anda mengenai kesalahan Fang. Hanya saja, anak itu akan tetap mendapatkan hukuman. Dia akan dimasukkan ke pusat rehabilitasi untuk memperbaiki mentalnya yang rusak. Selain itu kerjasama yang seharusnya terjadi akan saya batalkan. Dan hukuman yang lain mungkin akan datang dari luar. Anda tahu sendiri seberapa berpengaruhnya saya, bukan?"

Dia tersenyum puas ketika melihat ekspresi wajah angkuh itu berubah seketika. Tentu saja, pengaruh Amato dalam bidang bisnis akan sangat berpengaruh.

"Sebaiknya anda pergi sekarang. Anda akan perlu banyak waktu untuk menyelamatkan bisnis anda," ucap Amato. Lagi-lagi dia tersenyum miring, "tidak ada satu orangpun di dunia ini yang mau dibandingkan hanya demi reputasi semata. Sebaiknya anda selalu mengingat itu."

Dia membiarkan sosok itu berlalu. Seharusnya pria itu bersyukur Amato tidak membawa masalah ini ke jalur hukum. Lagipula, hukuman Amato juga sudah cukup. Pria itu akan bangkrut, dan Amato bisa menjaminnya.

Selain itu, Ying dan Gopal juga mendapat skorsing sebulan full sebagai hukuman. Mereka diberikan keringanan sehingga mereka hanya diberikan sanksi skorsing bukan di drop out.

"Astaga, kenapa aku selalu tidak bisa menolak permintaannya?" monolog Amato.

Dia melanjutkan pekerjaannya yang tersisa. Mau tidak mau dia harus menyelesaikan semuanya sebelum dia berangkat kembali ke Jepang. Ah, sudah lama sekali ternyata. Terlalu banyak yang dilewatinya.

|《¤》|

Tidak ada perubahan berarti yang terjadi pada Halilintar selain kondisi tubuhnya yang perlahan membaik. Luka di perutnya juga mulai mengering walaupun denyutnya masih terasa.

Dia hanya diam. Tak banyak mengeluarkan kata-kata. Tapi bukankah dia biasanya seperti itu? Malah aneh jika melihat Halilintar banyak bicara.

"Abang, ayo makan siang. Bunda sudah masak makanan kesukaan Abang, loh. Ayo turun," ajak Mara.

Halilintar menoleh. Tersenyum kecil saat sang Bunda datang mengingatkannya untuk makan. Dia mengangguk, "iya Bunda. Abang turun bentar lagi."

"Cepat, ya. Kasihan loh ada yang nunggu di sana."

"Sengaja, Bun. Nanti Abang nyusul, ya."

Mara mengiyakan saja perkataan Halilintar.

|《¤》|

Amato sudah mengebut sejak tadi. Duh, ini sudah hampir jam makan siang dan dia juga belum sampai di rumah. Bagaimana jika dia diamuk oleh para penguasa rumah saat ini? Bisa-bisa dia diusir dan tidak bisa makan siang.

Mobil miliknya itu sudah tiba di komplek perumahannya. Dia menurunkan kecepatannya walaupun jantungnya berdetak kencang sejak tadi. Bagaimana pun dia takut terlambat. Istrinya menyeramkan saat marah.

"Bun, Ayah kerja untuk kalian. Jadi jangan dimarah ya," monolog Amato di dalam mobil itu. Otaknya berpikir keras mencari alasan yang bisa diterima oleh Maa nantinya.

Menit demi menit berlalu. Dia akhirnya sampai di rumah miliknya--ralat, rumah milik anaknya. Dia tidak salah kok, memang rumah itu atas nama Halilintar walaupun secara harfiah Amato yang membelinya. Namun, tentu saja, Amato tetap dianggap tamu oleh Halilintar bukan sebagai keluarga yang harus dispesialkan. Amato sedikit tertekan dengan fakta itu.

"Assalamualaikum," ucap Amato.

"Nggak usah pulang sekalian! Sana pulang ke Jepang sendiri!"

Tuh, 'kan. Apa Amato bilang, dia akan disembur oleh kanjeng ratu Mara. Dia tersenyum masam kala melihat Halilintar tersenyum miring kearahnya. Dasar anak durhaka, batin Amato.

Childish | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang