Kekesalan Gempa

2.4K 305 83
                                    

"Ayo, Gem! Buruan! Nanti telat loh!"

Gempa hanya menggelengkan kepalanya pelan. Bagaimana dia bisa cepat dan menaiki motor milik Halilintar jika Halilintar saja belum mengeluarkan motor miliknya dari dalam garasi? Tampaknya Halilintar begitu bersemangat kali ini.

"Gempa? Kamu belum pergi kan? Jangan tinggalin Abang dong!"

Halilintar buru-buru menarik motornya keluar. Tentu saja dengan sedikit sumpah serapah yang keluar dari mulutnya karena entah mengapa motornya menjadi lebih berat kali ini.

"Sialan! Kenapa kau tambah berat sih! Gue mau berangkat bareng adek gue!"

"Sekali lagi kata-kata itu keluar dari mulut Abang, Gem akan pindah ke tempat Ayah!"

Gempa berdiri di depan garasi yang terbuka itu, tatapannya menatap nyalang Halilintar yang membuat Halilintar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Gempa perlahan mendekat, lalu membantu menarik motor Halilintar keluar.

"Terimakasih," kata Halilintar.

Dia menyalakan motor miliknya dan Gempa kembali menutup garasi itu. Deru mesin terdengar di telinga Gempa. Jujur saja, Gempa sedikit takut jika harus menaiki motor sebesar itu, terlebih jok belakang yang lebih tinggi dari jok di depannya. Mungkin punggung Gempa akan sakit karena duduk disana. Menghela napas, Gempa memberanikan diri untuk menaiki motor itu. Lagipula, Halilintar tidak akan membiarkannya terluka atau mengebut di jalanan jika bersamanya. Ya, walaupun Gempa tahu kemungkinan Halilintar tidak mengebut di jalanan sangat-sangat kecil.

"Peluk dong, nanti kalau jatuh bagaimana?" kata Halilintar sembari memakai helm miliknya.

"Tidak. Gem pegang behel motor Abang saja."

Gempa tidak mau memeluk Halilintar. Lagipula, dia sedikit iri dengan perut Halilintar yang sudah seperti roti sobek itu sedangkan dirinya hanya buntelan lemak yang sering disandingkan dengan seekor beruang. Sangat-sangat memalukan.

"Kamu tahu, saat berboncengan dengan motor seperti ini, memegang behel motor sebagai pegangan itu tidak boleh, Gem. Lebih baik peluk Abangmu ini saja," kata Halilintar sembari tertawa kecil.

"Perlu Abang ingat kalau Gem itu laki-laki dan bukan seorang gadis yang menjadi salah satu diantara ribuan fans berat Abang," kata Gempa yang sudah duduk di motor milik Halilintar.

"Kalau Abang ngebut bagaimana, Gem? Nanti kamu jatuh loh kalau tidak memeluk Abang."

"Makanya jangan ngebut, dong!"

Kesal, Gempa langsung mencubit paha Halilintar yang membuat empunya berteriak kesakitan. Bukan karena sakitnya, melainkan bulu yang ikut tertarik karena cubitan Gempa.

"Ayo berangkat. Nanti malah telat," kata Gempa.

Halilintar hanya mengangguk yang entah kenapa membuat Gempa merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Dan benar saja, setelah gerbang rumahnya dibuka oleh sang Satpam, Halilintar langsung memacu motornya secepat mungkin yang akhirnya membuat Gempa refleks memeluk Halilintar.

"ALLAHUAKBAR!!! ABANG!!! GEMPA MASIH MAU HIDUP DI DUNIA!!!"

Gempa memeluk Halilintar sangat erat seakan jika dia melepaskan pelukan itu, maka dia akan jatuh. Disisi lain, Halilintar tampak tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mendapatkan pelukan dari Gempa. Dalam hati dia berkata, 'Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban'.

Halilintar tampak lihai melewati satu persatu kendaraan di sekitarnya. Walaupun dia sedikit sesak napas karena pelukan Gempa yang semakin kuat, namun dia tampak biasa saja. Suara klakson menggema di jalanan yang cukup ramai pagi hari itu. Tujuannya hanya satu, sampai di Galaxy High School dan berharap Gempa tidak akan memukulnya karena mengebut di jalanan.

Blok demi blok perumahan dilewati oleh mereka, Halilintar kini sudah masuk ke area jalan utama. Jaraknya dengan sekolah sudah tidak jauh lagi. Lagipula, sebelum dia sampai di sekolah, Halilintar harus menurunkan Gempa di halte bus sesuai dengan permintaan Gempa.

Halilintar tetap memacu motor miliknya itu sampai menuju . Kapan lagi bisa mendapat pelukan gratis dari Gempa. Halilintar tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadanya. Menit demi menit berlalu, Halilintar dan Gempa akhirnya sampai di halte bus dekat sekolah. Halilintar mematikan mesin motornya dan melepaskan helm-nya.

"Gem, sudah sampai."

Halilintar mengelus pelan rambut Gempa yang tampak berantakan karena angin itu. Dia tahu bahwa Gempa sedang ketakutan sekarang, buktinya badan Gempa masih bergetar dan dia masih enggan untuk melepaskan pelukannya.

"Jangan dekat-dekat sama Gem," kata Gempa pelan namun masih terdengar oleh Halilintar. Gempa perlahan melepaskan pelukannya dan turun dari motor milik Halilintar.

"Gem? Maaf dong. Kan Abang ngebut biar kamu tidak telat ke sekolah," seru Halilintar sebagai pembelaannya. Ya, walaupun tidak sepenuhnya alasan itu benar.

Gempa hanya diam, dia berjalan menjauhi Halilintar tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. Dia mengabaikan panggilan Halilintar dan terus melangkah menjauhi sosok yang disebutnya Abang itu.

"Eh? Gem? Tumben jalan kaki? Ada apa?"

Gempa menoleh dan mendapati Taufan yang menaiki motor matic kesayangannya. Lagipula, seharusnya Gempa yang bertanya, kenapa Taufan cepat sekali datang ke sekolah? Tunggu? Apa dia yang terlambat?

Buru-buru Gempa mengecek jam di ponselnya. Helaan napas keluar karena dia tidak terlambat ke sekolah. Dia cukup berterimakasih karena Halilintar yang sudah mempertaruhkan nyawa agar mereka tidak telat datang ke sekolah. Tapi jangan harap Gempa akan berbicara dengan Halilintar dalam waktu dekat.

"Seharusnya Gem yang tanya, kenapa Bang Taufan datang lebih awal? Bahkan ini terlalu pagi."

"Biasalah, Gem. Para pejuang tugas sepertiku harus datang lebih awal. Kamu pasti tahu maksudku, bukan? Sudahlah. Ayo naik. Sudah lama kamu tidak naik motor bersamaku. Tenang, ini bukan motor sport. Kamu akan aman," kata Taufan sembari tersenyum.

Dia adalah Taufan Oktora Geovano. Salah satu teman Halilintar yang akhirnya menjadi teman Gempa juga. Seseorang yang begitu ceria dan bahkan sering dikata gila karena seringnya dia tertawa tidak jelas di waktu yang tidak sesuai.

"Tidak perlu, Bang. Gem tidak mau merepotkan Abang nanti."

"Tenang saja. Aku tidak merasa direpotkan."

'Akhirnya aku dapat kesempatan bisa bersama Gempa', batin Taufan.

"Abang yakin?"

Taufan mengangguk. Gempa kemudian tersenyum, lalu menaiki motor matic milik Taufan.

Disisi lain Halilintar hanya menatap geram Taufan yang berani-beraninya menculik adik kecil Halilintar. Dasar pedo! Halilintar tidak akan memaafkan manusia yang bernama Taufan itu.[]

╔ 《To be continued》 ╝

Childish | ✔Where stories live. Discover now