[HHH] : 05. Tidak Baik-Baik Saja

Mulai dari awal
                                    

"Ras, sori banget, banget, banget. Astaga .... Aku lupa banget kita mau nonton hari ini." Bhisma terdengar menghela napas sebentar. "Aku baru sampe apartemen subuh tadi, Ras. Abis chat kamu, aku ketiduran. Aku .... argh, shit."

Raras menggigit bibirnya sepanjang mendengar penjelasan Bhisma dan ia cukup menerima dengan baik bahwa sepertinya Bhisma merasa sangat bersalah padanya.

Mau bagaimana lagi. Semesta tampaknya memang belum merestui mereka untuk saling melepas rindu.

"Kamu pasti marah sama aku," imbuh Bhisma dengan suara penuh penyesalan. "Maaf, ya, Sayang?"

"Ya udah nggak apa-apa." Sebisa mungkin, Raras menormalkan nada bicaranya. Bhisma tidak boleh mendengar getar suaranya karena hatinya terhimpit sesak. "Kamu pasti capek banget sampai baru bangun sore ini."

"Kamu marah?"

Raras diam. Sebab ia sendiri bingung bagaimana menjabarkan perasaannya saat ini. Rasanya seperti campur aduk. Siapa yang tidak kesal karena batal bertemu setelah lama menunggu? Namun, bukankah seharusnya Raras sudah terbiasa dengan hal-hal semacam ini? Terlebih, ini bukan kali pertama ia kecewa.

"Nggak. Kamu lanjut istirahat lagi aja, Bhisma." Raras menghela napas sebentar secara perlahan di antara bibir yang bergetar sambil mendongak. "Aku tutup teleponnya, ya."

"Ras?"

"Ya?"

"Kamu nggak kangen aku?"

"Kangen."

"Kalau gitu, ke apartemenku, ya? Aku pengin peluk kamu."

***

Sepanjang perjalanan meninggalkan bioskop tadi, Raras banyak melamun. Sangat berbahaya sebetulnya karena ia pulang naik ojek online. Beberapa kali, ia hampir terjengkang karena tidak sempat berpegangan atau mengatur kesiapan saat tiba-tiba driver menambah kecepatan.

Ada yang mengusik pikiran Raras sampai-sampai ia tidak begitu tertarik dengan sekitar. Sampai-sampai ia tidak menanggapi driver ojol yang basa-basi mengajaknya berbincang supaya tidak bosan. Sampai-sampai ia tidak peduli jika ongkos yang ia berikan pada driver ojol tadi terlalu banyak dan belum sempat ia terima kembaliannya.

Raras hanya ingin duduk, merenungi satu hal agar ia yakin kalau pendengarannya masih normal. Sejujurnya ia tidak ingin memikirkan ini terus-menerus. Namun, suara lembut perempuan yang tidak sengaja terdengar di ujung sambungan telepon usai Bhisma berpamitan, berhasil mengacak-acak fokus Raras.

"Bhisma, ayo bangun. Makan dulu, baru nanti lanjut lagi---" Begitu yang terdengar, lalu telepon terputus dan meninggalkan Raras yang mematung dengan beribu tanda tanya dalam kepalanya.

Namun, pertanyaan yang paling mengusik pikirannya adalah, itu suara siapa? Jika telepon tidak keburu terputus, kira-kira Bhisma mau lanjut apa?

Dan, Raras tidak bisa menemukan jawaban saat pertanyaan lain terdengar bising berputar-putar membisikinya. Kenapa bisa ada perempuan di apartemen Bhisma? Bukankah selama ini hanya Raras yang tahu nomor pin apartemen Bhisma?

Sebetulnya, mudah saja jika Raras ingin tahu siapa perempuan yang ada di apartemen Bhisma. Ia hanya perlu terus melangkah dan berdiri di depan apartemen kekasihnya, lalu menekan digit-digit nomor pin yang sudah ia hafal, yang selalu ia buka tanpa perlu permisi dengan pemiliknya lagi saking sudah terbiasa mendapat izin.

Namun, Raras hanya terdiam, menatap kosong sepatunya sendiri. Membiarkan segala pertanyaan terus menjejal isi kepalanya hingga membuatnya merasa lelah.

Tuk!

HURU-HARA HATI [BTS] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang