34

328 63 14
                                    

Aku yang kesal karna hal ini sering terjadi pun tidak memperdulikannya dan lanjut naik keatas.

Aku berjalan pelan menuju pagar pembatas, ternyata gadis itu duduk menelungkup dengan tangan yang menutup wajahnya di daerah lututnya.

Aku mencoba tidak memperdulikannya lalu berdiri disebelah dia dan memegang pagar pembatas. Menikmati pemandangan.

Benar kata ayah, disini sangat indah. Aku mencari bintang dan rasi nya yang menjadi nama anggota keluarga Black.

Sirius, Regulus, Orion dan Lynx.

Sangat indah. Aku menikmati itu dengan mata berbinar sampai melupakan seseorang yang duduk disebelah ku.

Saat aku menyadari itu aku menoleh kesamping lalu menunduk. Tapi siapa sangka ternyata dia sedang memperhatikanku?

Dia yang tertangkap basah pun memalingkan wajahnya ke samping, kulihat dari pipi sampai telinga nya memerah.

Apa dia demam? Aku yang melihat hanya bingung dengan menaikan sebelah alis.

"Hei" katanya memanggil pelan.

"Apa?"

"Bisakah kau membantuku?"

Aku tak mau terlibat, tapi jika ditolak pasti akan memanjang. Berhubung sudah larut dan aku tak tega meninggalkan dia disini sendirian lagi, aku bantu saja.

"Soal apa?"

Dia tak menjawab hanya berdiri lalu menatap mataku. Lihat dia memerah lagi, kupikir dia ingin aku membantu dia ke hospital wings?

"Aku tak bisa masuk ke asrama"

Hah?

Aku yang terkejut hanya menatap dia bingung. Dia sepertinya mengerti mengapa aku bingung.

"Aku tak bisa memecahkan teka-teki karna itu aku tak bisa masuk, entah apa yang dipikirkan topi seleksi itu hingga memasukkan aku ke asrama ravenclaw"

Yaampun.. Aku menghela nafas pasrah. Jadi, setiap malam dia menangis itu karena tak bisa masuk asrama?

"Mengapa kau tak bersama teman-temanmu?"

"Setiap sesudah makan malam aku pergi ke perpustakaan mencari buku cara menjadi ravenclaw yang baik dan benar, tapi tak pernah kutemukan" katanya dengan mata berkaca-kaca membuatku memijit pelipis.

"Yasudah ayo" aku yang tak mau mendengar lebih lanjut mengiyakan saja.

Lalu dia berjalan memandu sedangkan aku mengikuti dia.

Jalan masuk asrama ravenclaw memang unik, mereka harus menjawab teka-teki dulu. Tapi mengapa dia tidak bisa menjawabnya?

"Disini" katanya.

Lalu tiba-tiba muncul suara

"Rumah apa yang paling indah?"

Katanya begitu. Sepertinya setiap yang ingin masuk itu berbeda-beda pertanyaan ya?

"Tadi kau jawab apa?" kataku bertanya pada anak tahun pertama ini.

"Aku jawab rumah peri, di buku dongeng kan banyak dikatakan begitu" dia menjawab dengan gugup mungkin malu atas jawabannya?

Tapi memang benar banyak dongeng yang mengatakan rumah peri itu indah, jika bukan itu lalu apa?

Hmm mungkin.

Aku maju lalu bersiap untuk menjawab.

"R-rumah tangga kita nanti"

Sialan mengapa aku gugup?! Sepertinya dia tahu ya yang datang itu dua anak berbeda gender ya?! Tapi tidak begini juga.

Lalu pintu asrama pun terbuka, aku yakin wajahku memerah sekarang. Anak tahun pertama juga memerah lebih dari yang tadi. Lalu dia berjalan dan membungkuk padaku.

"Terima kasih!" katanya lalu berlari masuk.

Aku yang melihat itu menutup wajahku dengan tangan kananku salah tingkah berusaha menutupi wajah memerah ini, padahal anak itu sudah melihatnya.

Yaampun jantungku berdetak kencang.

Sialan kau menara ravenclaw. Aku pun kesal dan melihat patung ravenclaw tajam ingin itu hancur berkeping-keping.

Pokoknya, jangan sampai ada anak slytherin yang tahu tentang itu. Jika tidak bisa dipastikan aku akan terus diejek.

Aku turun menuju asrama. Karena punya skill menipiskan hawa keberadaan, aku bisa berkeliaran bebas tanpa khawatir berpapasan dengan orang-orang yang berpatroli.

Aku memasuki asrama dan terlihat sepi. Yah memang sudah larut sekali sih.

Melihat kedalam kamar dan yah seisi kamar sudah tertidur lelap, tak merasa terganggu dengan suara langkah kakiku.

Aku membersihkan badanku lalu langsung menuju tempat tidur. Bergelung di selimut dengan kehangatan. Melihat lamat-lamat langit-langit lalu menutup mataku berusaha tertidur.





°°°



Pagi nya, aku sudah bersiap dengan jubah slytherin dan tinggal berangkat untuk sarapan. Tapi teman sekamar ini masih saja tidur.

Aku mengeluarkan tongkatku lalu menumpahkan air kewajah mereka.

Saat mereka terbangun dengan kaget aku berpura-pura merapihkan jubahku. Menhadap mereka yang sedang memperhatikanku.

"Kalian sudah bangun? Ayo bersiap" kataku lalu pergi begitu saja tanpa merasa bersalah.

Lagian harusnya mereka berterima kasih bukan? Jika aku tak membangunkan mungkin mereka akan terlambat.

Aku turun dari kamar menuju ruang rekreasi. Disana sudah banyak yang berkumpul.

Aku berjalan bersama Draco, Crabbe, Goyle, dan Parkinson. Dua orang yang baru bangun itu dibiarkan tertinggal setelah aku menceritakan pada mereka tadi.

"Setidaknya tunggu lah di pintu masuk, kasian mereka berdua"

Kami menyetujui saran Parkinson dan menunggu di pintu masuk sambil berbincang.

"Tak terduga bukan, werewolf itu" kata Draco memulai percakapan.

"Kau benar Draco, membayangkan dia berubah saat kelas dan membuat keributan itu sangat menakutkan. Orang tuaku pasti akan mendengar hal ini"

"Dia tak bisa berubah saat kelas Parkinson, saat kelas tak ada sinar bulan" aku yang mendengar dia berbicara omong kosong mulai angkat bicara.

"Oh kau benar" dia malu. Sementara kami hanya terkekeh.

"Aku turut berduka cita Arlynx"

"Hah?" aku bingung, apaan tiba-tiba?

"Bukankah ayahmu dikecup dementor semalam?"

"Tidak, info yang kuterima itu Sirius Black melarikan diri"

"Hah? Ap-" tapi perkataanku terpotong saat anak-anak griffindor berlarian keluar menggiring Pottah.

Ah, ayah membelikan dia sapu baru. Aku yang melihat itu ikut tersenyum. Bersyukur karna ayah sampai dengan selamat dan juga bersyukur percakapan barusan terthenti dan berlanjut  dengan ejekan untuk Pottah.



Voment🔥

Sirius Son ɪɪɪ (end) Where stories live. Discover now