10 -Gunung Kumotori-

131 21 1
                                    

(y/n) dan Tomioka berjalan beriringan. Derap langkah mereka terdengar sama ditemani semilir angin yang menerpa wajah mereka. Langit di atas mereka masih berwarna biru terang. Matahari juga saat ini terasa sedang berada tepat di atas kepala mereka.

Sejak keberangkatan mereka, tidak ada satupun dari (y/n) atau Tomioka yang membuka mulutnya untuk memulai obrolan. Mereka berdua sama-sama diam, berjalan diselimuti keheningan. Sering kali (y/n) mencuri pandang ke arah Tomioka. Mata biru lautnya seolah sedang menyelam ke dalam pikirannya sendiri. Tatapannya begitu lurus pada ruas jalan yang ada di depannya.

Sedari tadi (y/n) ingin sekali memulai percakapan dengan Hashira Air itu. Tapi melihat ekspresi dan sikap Tomioka membuat (y/n) beberapa kali mengurungkan niatnya itu.

Jujur saja (y/n) sangat ingin mengenal lebih dekat pria yang sedang berada di sampingnya saat ini. Sifatnya yang pendiam membuat gadis itu penasaran sekaligus kesulitan untuk mengetahui bagaimana kepribadian seorang Tomioka Giyuu. Mulutnya yang terkatup sempurna menandakan kalau pria itu tidak berniat bersuara barang sedikitpun.

Lama kelamaan (y/n) merasa jenuh dengan kebisuan Tomioka. Berkali-kali ia melakukan sesuatu untuk menarik perhatian Tomioka tapi pria itu selalu saja tidak memberikan respon apapun seperti merasa tidak peduli sama sekali.

Gadis itu menggerutu di dalam hatinya, bertanya-tanya kenapa Oyakata-sama harus memasangkan dirinya dengan orang pendiam seperti Tomioka. Berbeda dengan Rengoku yang selalu berisik karena banyak bicara, Tomioka justru terkesan hemat bicara. Dia akan bersuara kalau ada orang yang mengajaknya berbicara. Sangat berbeda seperti halnya api dan air.

Niatnya yang sering kali gugur kini (y/n) bangun kembali. Ia berusaha membuka suaranya untuk memulai pembicaraan dengan Tomioka.

"Tomioka-san..."

Sang empu hanya menoleh. Benar-benar hanya menoleh. Dari tatapannya seolah bertanya kenapa gadis itu memanggilnya. Mengerti akan hal itu, (y/n) kembali bersuara.

"Apa kau sedang memikirkan sesuatu? Kenapa daritadi kau diam terus?"

Tomioka diam sebentar dan kembali fokus ke jalanan.

"Karena aku merasa tidak ada yang perlu dikatakan jadi lebih baik aku diam."

Singkat. Padat. Jelas.

Jawaban Tomioka membuat (y/n) diam tak berkutik. Lidahnya terasa kelu secara tiba-tiba. Raut wajahnya juga terlihat terkejut setelah mendengar ucapan pria itu.

Y-ya... Memang benar apa yang dikatakan oleh Tomioka-san. Tapi apa dia harus terus diam seperti itu sampai aku mengajaknya berbicara?!

Lagi, gadis itu diam membisu. Melihat respon Tomioka yang seperti itu membuat (y/n) sedikit mengerti bagaimana tipikal kepribadiannya.

Tomioka tidak akan berbicara selagi itu tidak penting baginya. Dia juga akan berbicara kalau memang dibutuhkan. Benar-benar orang yang sangat pelit bersuara.

Tumpukan salju sudah terlihat disetiap ruas jalan yang mereka berdua lewati. Hawa dingin kian terasa kala (y/n) dan Tomioka semakin melangkahkan kakinya jauh ke dalam sebuah pedesaan. Gunung Kumotori berdiri kokoh di depan mata mereka. Bentuknya yang menjulang tinggi ditambah salju yang menutupinya membuat mereka berdua harus mendongak untuk melihatnya.

Sesuai yang dikatakan oleh Oyakata-sama, (y/n) dan Tomioka sudah tiba di salah satu tempat yang berada di sekitar Gunung Kumotori. Menurut informasi, ada empat titik yang harus mereka selidiki dan awasi dari para iblis yang mungkin saja muncul di salah satu tempat itu. Langit perlahan berubah menjadi jingga kala Tomioka dan (y/n) memutuskan untuk menepi sejenak ke sebuah kedai yang letaknya tak jauh dari perbatasan desa.

Scenario || Kimetsu no Yaiba Where stories live. Discover now