4 -Ujian Seleksi Akhir-

185 36 6
                                    

(y/n) terbangun dari tidur indahnya. Kelopak matanya terbuka secara perlahan hingga lensa birunya terlihat sepenuhnya. Ia terduduk di atas futon yang ia tiduri. Haori berwarna biru pemberian Urokodaki yang ia siapkan tadi malam sudah tergantung rapi tepat di hadapannya. Pedang pemberian Urokodaki juga tersimpan apik di samping lemari kecil di dalam kamar sementaranya. Gadis itu menatap kedua telapak tangannya. Kulit penuh luka dan memar itu memancarkan aura kekuatan kala sinar mentari menyinarinya. Ia lantas menatap ke luar jendela, tersenyum kecil sambil mengepalkan kedua tangannya.

"Berjuanglah, (y/n). Hari ini adalah hari penentuan apakah kau layak menjadi seorang pembasmi iblis atau tidak."

Gadis itu segera membasuh mukanya dengan air. Tidak perlu mandi, toh Urokodaki tidak menyarankannya untuk mandi di saat musim dingin seperti ini. Suhu air yang cukup dingin bisa membuat (y/n) sakit apalagi selama ini ia telah berjuang keras di luar sana. (y/n) hanya menuruti perkataan Urokodaki. Lumayan bisa hemat air.

(y/n) memakai baju hitam lengkap dengan haori sebagai luarannya. Ia mengepang rambutnya ke arah kanan lalu menyampirkan hasilnya pada bahunya. Ia juga mengikat ujung rambutnya menggunakan pita serapi mungkin. Pedang yang sedari tadi menunggu untuk dibawa akhirnya diraih oleh (y/n) dan menyelipkannya ke dalam ikat pinggang yang tersembunyi di balik haorinya.

"Yosh! Sudah siap!"

Kala gadis itu keluar, Urokodaki tengah duduk di tengah rumah sambil menuangkan sup ke dalam mangkuk.

"Duduk dan makanlah. Kau perlu tenaga agar kau bisa bertahan selama tujuh hari di Gunung Fujikasane," ujarnya. (y/n) hanya menurut dan duduk di hadapan gurunya.

Gunung Fujikasane adalah tempat diadakannya ujian seleksi akhir. Tempat dimana iblis dikurung dan tidak bisa keluar karena adanya bunga fuji di kaki gunungnya.

Selesai makan, (y/n) merapikan kembali alat makannya bersamaan dengan Urokodaki yang memberikan sebuah topeng berbentuk rubah padanya. Permukaannya yang berwarna merah dan putih membuat gadis itu menatap heran pada gurunya.

"Apa ini?"

"Topeng penangkal. Ini adalah sebuah jimat agar kau terhindar dari bahaya."

(y/n) hanya mengangguk tipis seraya menerima topeng pemberian itu. Selesai dengan urusannya, ia mulai bersiap-siap keluar sambil mengencangkan ikat pinggangnya. Tak lupa ia memasang topeng pemberian Urokodaki di sebelah kiri kepalanya.

"Ittekimasu. Doakan aku agar berhasil menyelesaikan seleksi ini," ucap (y/n) seraya tersenyum dan membungkukkan badanya.

Urokodaki mengusap kepala sang empu dan menepuk-nepuknya lembut.

"Itterashai."

Gadis itu berlari menjauhi Urokodaki dengan sebelah tangannya melambai ke arah sang guru. Urokodaki lantas membalasnya dan menatap penuh arti pada (y/n).

"Semoga kau berhasil."

***

Pemandangan bunga fuji menjadi sambutan bagi (y/n) kala ia sampai di kaki Gunung Fujikasane. Warna ungunya yang cerah serta cahaya mentari yang menyinarinya membuat kesan indah pada bunga yang menjuntai ke bawah itu.

Tiba di tempat perkumpulan, gadis itu bisa melihat banyak remaja seumurannya sedang berbincang dalam kelompok-kelompok kecil. Ia bahkan bisa menghitung jumlah orang yang hadir di seleksi ini. Ada 20 remaja plus dirinya yang mengikuti ujian seleksi tahun ini.

Ternyata cukup banyak yang ikut seleksi tahun ini.

Beberapa saat berselang, dua orang anak berjalan ke tengah-tengah sekaligus membuka kegiatan seleksi hari ini. Yang satu memiliki warna rambut putih dan satunya lagi berwarna hitam. Mereka menjelaskan beberapa aturan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan seleksi. Setelah instruksi selesai, semua orang bubar dan mulai masuk ke dalam hutan yang dipenuhi iblis.

Scenario || Kimetsu no Yaiba Where stories live. Discover now