7 -Kizuki dan Undangan-

210 28 2
                                    

Awan gelap berkumpul menjadi satu di atas langit. Angin berhembus kencang hingga membuat daun-daun di setiap pohon berterbangan tak tentu arah. Matahari tidak menampakkan cahayanya meskipun hari masih terbilang sore.

(y/n) sedang berjalan santai setelah menyelesaikan misi solonya tadi malam. Lokasinya cukup jauh dari tempat tinggalnya karena itulah (y/n) membutuhkan waktu sekurangnya satu hari untuk sampai di Kediaman Aozora. Gadis itu mendongak, menatap awan kelabu yang sedang menaunginya saat ini.

"Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Aku harus cepat-cepat mencari tempat berteduh agar tubuhku tidak basah kuyup," monolognya.

Saat ini pula, Hikaru tidak bersama dengan (y/n). Entah kemana perginya burung pembawa pesan itu sejak tadi malam. Setelah (y/n) menyelesaikan misinya, Hikaru pergi tiba-tiba dan belum kembali hingga sekarang. Hilang tanpa kabar dan selalu kembali tanpa undangan.

Tik tik tik

Rintikan hujan kian turun dari atas langit. Segera gadis itu berlari mencari tempat berteduh seraya menutupi bagian atas kepalanya menggunakan kedua tangannya. (y/n) berlari cepat hingga ia menemukan sebuah rumah yang sudah lapuk dimakan waktu. Meskipun begitu, bagian luarnya masih bisa digunakan karena itulah (y/n) memutuskan untuk berlindung di teras depan rumah itu.

Haorinya terkena air hujan meskipun tidak sampai basah kuyup. (y/n) lantas menepuk-nepuk haorinya sekaligus mengeringkan air hujan yang mengenai pakaiannya itu.

Gadis itu celingukan, mencari keberadaan Hikaru yang masih menjadi misteri untuknya.

"Sebenarnya kemana perginya Hikaru? Kenapa dia belum kembali?"

Hujan turun begitu deras hingga suara (y/n) nyaris tidak bisa didengar oleh gendang telinga (y/n) sendiri. Saking derasnya, air yang turun dari langit itu sanggup mengaburkan pandangan ditambah banyaknya genangan air terbentuk dimana-mana dan membuat kolam air hujan penuh lumpur.

Gadis itu hanya berdiri, diam tak melakukan apapun seraya menunggu hujan reda. Tangan kirinya menahan beban beratnya pada gagang pedang nichirin yang tersemat diikat pinggang putihnya.

Angin terasa semakin berhembus kencang hingga menerbangkan anak rambut di sekitar kepala (y/n). Suara gemuruh petir terdengar cukup keras bersamaan dengan cahaya kilatnya yang seolah membelah langit.

Padahal masih sore tapi seperti sudah malam saja.

Krasak krasak

Suara itu muncul dari dalam rumah yang terasa pengap dan gelap. (y/n) lantas menolehkan kepalanya, mencari tau siapa dan apa yang membuat suara itu muncul.

Kosong. Tidak ada apa-apa atau siapapun dari dalam. Gadis itu hanya menghela napas pelan dan kembali menatap lurus pada apa yang ada di hadapannya. Ia memejamkan kedua matanya sesaat sebelum sebuah serangan muncul secara tiba-tiba.

Sratttt

Sebuah cakaran panjang nan lebar hampir mengenai punggung (y/n) jika saja gadis itu tidak refleks menghindar. Kini tubuhnya berada di bawah guyuran hujan. Pedang nichirin yang sejak tadi hanya menjadi pajangan sudah ia tarik dari dalam sarung dan siap melancarkan tehnik serangan. Meskipun samar, dapat (y/n) lihat sosok makhluk mengerikan muncul dari dalam rumah tempat ia berteduh tadi. Makhluk itu kian menampakkan wujudnya dan ikut mengguyurkan dirinya di bawah hujan yang sama dengan (y/n).

"Hmm... Sayang sekali. Hampir saja jari-jariku berhasil menggores punggungmu."

(y/n) menatap tajam pada iblis yang kini sedang berdiri tepat di depannya. Makhluk itu berjenis kelamin perempuan dan terlihat menggunakan haori kuno. Itu berarti iblis itu sudah hidup selama bertahun-tahun lamanya bahkan mungkin sebelum Era Taisho. Sorot matanya memancarkan nafsu lapar yang begitu kuat. Jika dilihat lebih dekat dan lebih jeli, ada sebuah tulisan angka di salah satu matanya.

Scenario || Kimetsu no Yaiba Where stories live. Discover now