Epilogue

9.9K 489 49
                                    

15 Tahun Kemudian.

Aku membuka hadiah yang baru saja ku terima, hadiah ulang tahun dari Tante Sharma. Ibu tiriku yang berada di London. Ini ulang tahunku ke 39.

"Waahh.." aku takjub mendapati tas cantik merek Gucci dalamnya. GG twin Guccisima Large Hobo, tas yang sudah lama aku incar hanya saja sangat sulit mendapatkan barang yang new di store Indonesia. Tas ini memberi kesan lebih berenergi dengan aksen pattern yang tegas dan juga potongan tali yang elegan tidak membuat tampilan berlebihan namun tetap mahal. Dia masih saja padaku. Memang Daddy tak salah pilih wanita. 

Daddy sudah tiada lima tahun yang lalu. Ia meninggal setelah diagnosa kanker hati stadium empat. Kami sudah mencoba yang terbaik untuk pengobatan, namun memang ternyata tuhan lebih menyayanginya. Tapi, tak apa. Aku sudah ikhlas. Walau daddy sudah tiada, aku masih punya Tante Sharma dan mertuaku. Aku tidak sendiri, Irsyad suamiku juga selalu berada di sampingku.

"Yang ini dari Bandung bu," serah karyawanku sebuh kotak hadiah lagi. Ini dari Kayla. Mantan manager ku yang satu itu masih saja mengingatku. Ah, aku jadi rindunya. Sudah hampir enam bulan kami tidak bertemu. Kini Kayla sudah punya tiga orang anak, anak yang paling sulung kini sudah duduk di bangku SMP. Cantik, tomboy dan galak persis seperti ibunya.

"Hadiah dari gue lagi di jalan," kata Fardi padaku. Ah, kalian masih ingat Fardi? lelaki setengah matang itu kini membuka salon bersamaku. Dia menjadi kepala tata rias disini. Nama salon yang kami rintis langsung melenjit begitu Ia ambil kendali. Banyak pelanggan yang lama tetap datang padanya walau sudah pindah salon. Belum lagi kini Fardi banyk mendapat job dari insustri hiburan seperti make up artis dan model. Kadang Ia juga dipanggil sebagai juri dalam kompetisi.

"Doanya dong, Mas?!" pintaku.

"Ya doa gue biar panjang umur, supaya gue ada kawan kerja di salon." Katanya santai. Aamiin, dasar bujang itu. Setelah putus dari kekasih yang terakhir kali, Fardi sampai sekarang tidak menikah lagi. Ia hanya fokus bekerja.

Aku memberitahu karyawan salon agar hari tutup lebih awal. Irsyad meminta ku agar pulang lebih cepat, Ia akan membuat live cooking hari ini di taman untuk merayakan ulang tahun ku.

Kadang aku berfikir bahwa diumur pernikahan kami yang ke 15 ini, Irsyad mungkin tak akan begitu antusias lagi merayakan ulang tahun ku, bahkan mungkin aku berpikir bahwa pernikahan kami juga tak akan sehangat awal-awal. Tapi, semakin lama, semua itu hanya jadi buah pikiran kosong ku saja yang tidak nyata adanya. Irsyad, tetap seperti dulu. Lelaki yang mencintaiku dengan caranya sendiri, yang tidak pernah mengabaikan perasaanku. Selama pernikahan kami, tidak sekalipun aku pernah menyesal memilih dan menikah dengan Irsyad.

Dengan segala kekuranganku, Irsyad tidak pernah meninggalkanku.

Kalian tahu, kami tidak memiliki anak. Aku diagnosa mandul sedang Irsyad sehat wal afiat. Aku selalu merasa bersalah padanya karena aku tidak bisa memberinya anak, tapi bukan Irsyad namanya kalau Ia orang yang mengelu-elukan anak.

"Ya'kan ada Rio, sayang. Kita urus aja Rio, Haikal juga ada tuh. Anak Mas Irham juga ada kan, Raid. Dia selalu dititip sama kamu di rumah. Jadi, ya kita urus aja anak mereka. Lagian, ini bukan sebuah masalah besar. Aku cuma mau menikah sama kamu, membina rumah tangga. Sudah, begitu saja. Anak bukan hal penting disini." Katanya santai. Pada saat itu pernikahan kami sudah beranjak umur ke-2. Aku selalu menangis Bombay jika mengingat kemandulanku.

Aku bukan wanita sempurna untuk Irsyad tapi melihat wajah lempeng Irsyad kadang menangis pun percuma. Dia santai sekali. Tidak pernah protes dan juga meminta.

Kadang aku berfikir bahwa jangan-jangan di belakangku Irsyad main belakang. Diam-diam dia nikah siri dan punya anak dengan wanita lain. Tapi pikiran konyolku langsung buyar jika melihat isi ponselnya. Tidak ada nomor wanita selain keluarga, belum lagi kebanyakan karyawannya lelaki. Saat Ia keluar kota, aku tidak pernah absen diajaknya. ATM, kartu kredit, bahkan semua hartanya semua atas namaku.

Menikah dengan Irsyad pilihan yang tidak pernah aku sesali walau hanya sedetik.

Sepakat. Akhirnya, akupun tidak lagi berusaha keras hingga stress sendiri karena kemandulanku. Kami sepakat mengurus ponakan-ponakan kecil Irsyad yang memang kadang jauh dari orang tua itu. biarlah kami yang menjadi orang tua penggantinya.

Sampai di rumah, halaman luas kediaman kami itu sudah penuh oleh orang-orang. Aku bisa melihat mertuaku sana, para sanak saudara dan juga pasti ponakanku.

aku langsung di sambut oleh mereka, ponakan-ponakan ku yang sudah dewasa. Haikal, bocah yang centil dan selalu bermusuhan dengan Irsyad itu kini sudah aktif bolak-balik mengurus perusahaan besar orangtuanya. Jas dan kemeja slimfit tak pernah lepas darinya. Dia semakin tampan. Ia menyambutku dengan birthday cake warna putih di tangannya.

"Happy birthday, ontyyy!!" katanya riang gembira. Aku juga disambut heboh oleh ponakan-ponakan yang lain. Tak lupa mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku.

Ah, aku benar-benar terharu.

"Make a wish, please!" seru Almira, salah satu ponakan kami yang cantik dan manis.

Aku memejamkan mata dan membuat permohonan. Semoga ini bukan tahun terkahirku menikmati kebahagian ini.

Mereka memeluk ku salih berganti. Ah, walau aku dipanggil 'onty' bukan 'mommy', bolehkah aku jujur kalau aku benar-benar bahagia? Mereka semua tumbuh sedikitnya pernah aku asuh.

Rio muncul dengan teriakan girang. "Ontyyyy...happy birthday!" pekiknya dari kejauhan. Ia turun dari taxi terburu-buru. Masih dengan seragam kebanggannya, Ia berlari memelukku.

"Rio pikir bakal telat!" katanya sambil sedikit ngos-ngosan. "Happy birthday, my beloved onty."

"Haaiii..thank you, sayang!" balasku kelabakan.

"Rio baru dari bandara, langsung ke sini."

Ah, iya. Bocil favorit Kang Jack itu kini sedang menjalankan pendidikan di Akademi Militer, dia menjadi taruna tahun kedua sekarang. Aku bangga sekali melihatnya menggunakan seragam loreng itu.

"Cuti, Yo?" tanyaku terkejut melihatnya.

"Heheheh...sengaja nggak ngasih tahu, surprised!!" katanya semangat. Ia tertawa kecil dengan sepupunya yang lain. Rupanya sudah direncakan. Dasar bocah nakal. Tadinya, aku mau sedih karena dari semua ponakan ku hanya dia yang tidak bisa hadir, rupanya dia sudah dapat jatah cuti dan kini berada di depan mataku.

Irsyad kemudian menghampiriku dengan sebuket bunga matahari kemudian. Walau acaranya malam, tapi bunga matahari itu tetap cerah dan berkilau.

"Sabila, bunga matahari bermakna panjang umur. Aku, suamimu, Irsyad Setiawan dengan ini tulus mendoakan semoga tahun-tahun selanjutnya, kamu bisa terus berada di sampingku. I do love you, today, tomorrow, and forerver. Happy birthday, My Bibil!"

Sama disini, Irsyad. "I love you too, husband. More than you know."

[***]

Glory of Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang