26. Terjebak Dalam Labirin

Start from the beginning
                                    

Azka mengangguk dengan cepat. "Pernah, tapi sayangnya keinginan itu pupus karena gue harus nutupin diri dari banyak orang demi lo," ungkap pria itu.

Suasana melengang. Hanya ada suara mengunyah dari kedua pria itu. Azka berdeham, mencoba mencairkan suasana. "How's about your life?" Azka bertanya, ia tahu ucapannya sebelum ini bikin suasana canggung. Dan kenapa Azka bertanya begitu padahal mereka tinggal di satu rumah yang sama?

"Gue nanya ya karena kita gak pernah saling tahu tentang kehidupan satu sama lain di luar rumah," lanjut Azka sambil melepas celemeknya.

"Normal," jawab Shaka sekenanya. "Lo?" Azka hanya mengangguk.

"Ayo main basket, udah lama nggak adu skill main basket bareng lo," ajak Azka sembari beranjak dari tempat duduknya. Langkahnya membawa dirinya keluar rumah, mengambil bola berwarna oranye di sudut garasi.

Mereka akan bermain di pekarangan rumah. Meskipun gak terlalu luas, tapi tempat itu cukup leluasa untuk dijadikan tempat main bola basket.

"Kenapa lo gak ke rumah Sekar? Check her conditions."

Shaka mendribble bola basket dengan posisi tubuh diam di tempat, hanya tangannya yang bergerak. "Gue gak mau ganggu waktu tenangnya dia. Biarin aja dulu dia sedih-sedih. Percuma dihibur, kalau hatinya masih kacau gitu."

"Terus kenapa lo tiba-tiba bisa jadi deket sama dia?"

Kini Shaka mencoba memasukkan bola oranye itu ke dalam ring. "Kenapa, ya?" tanya Shaka pada dirinya sendiri. "Ya ... karena gue normal deketin cewek, dari pada deketin cowok." Bola basket itu sekarang sudah berada di tangan Azka. Gantian Azka yang menggiring benda itu masuk ke ring.

Saat bola basket berhasil masuk ke ring, remaja kembar laki-laki itu membiarkan bola  menggelinding. "Shak, jangan terlalu nuntut diri lo buat kuasain sesuatu yang lo gak sanggupin, ya," pesan Azka yang berdiri sejauh dua meter dari posisi Shaka.

Laki-laki berkaos abu-abu gelap itu tersenyum kecut. Sayangnya ia sudah menuntut dirinya dalam segala situasi. Mencoba segala hal baru yang sebenarnya sulit. Dan sayangnya pula ia melakukan itu semua bukan untuk dirinya.

"Inget pulang kalau lo capek. Gue masih rumah lo kalau lo lupa itu," imbuh Azka.

Punya seseorang yang menyayangi kita lebih dari ia menyayangi dirinya sendiri itu adalah hal yang patut kita syukuri. Sebab ia akan berjuang dan berkorban sekuat tenaganya untuk membuat kita aman dan selalu bahagia.

ָ࣪ ۰ Amour ‹!

Icha dan Naya masih setia menemani Sekar di rumahnya sejak pulang sekolah tadi. Gadis itu juga masih betah dengan posisinya yang tiduran miring di sofa ruang tamu. Tangisnya sudah berhenti sejak 30 menit yang lalu, tapi isakannya masih terdengar jelas di telinga. Masih enggan juga membalas pertanyaan dari siapa pun. Ia terdiam, tenggelam dalam lamunannya.

Ibunya langsung pulang saat mendengar kabar putrinya sedang tidak baik-baik saja. Dan sekarang membiarkan Sekar ditemani dua sahabatnya sementara beliau membersihkan diri.

"Lo gak mau ganti baju?" tanya Icha yang masih setia dengan aktivitasnya mengusap kaki Sekar. Yang ditanya hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Mau sate Taichan gak? Gue pesenin, deh," tawar Naya sembari mengangkat ponselnya. Lagi-lagi Sekar geleng.

Sekar pun akhirnya mengubah posisinya menjadi duduk. Tubuhnya disandarkan di penyangga sofa. Naya membantu Sekar merapikan rambutnya yang acak-acakan.

"Handphone gue, Cha," pinta Sekar yang akhirnya membuka suara. Icha menyerahkan benda pipih itu dari atas meja ke tangan Sekar. Sekar mengaktifkan ponselnya yang daritadi sengaja dimatikan. Menyalakan sambungan wifi dan menunggu notifikasi dari aplikasi chat masuk.

AMOURWhere stories live. Discover now