25. Giliran Kita

45 3 0
                                    

"Ibnu!"

"Apa?"

"Gara-gara o, anak gue minta mainan yang aneh."

Ibnu tidak salah, Ibnu tidak sedang bercanda atau sedang membuat Fariz kesal. Ia hanya ingin membuat keponakannya senang, hanya saja caranya terlampau cerdas untuk memberi ide. Pesta kecil untuk Genta saja belum usai, Ibnu sudah memberi ide yang luar biasa, agar Galuh mau menurut untuk tidak meributkan sebuah gambar yang tak sengaja terinjak oleh Iwan. Cowok yang kini sedang dalam pantauan Desga dan Luki. Sementara Reka sudah berlalu untuk memanggil Genta yang sengaja di sembunyikan di kamar Ibnu sejak mereka kembali dari rumah sakit, Irgi cepat-cepat membawa Genta ke dalam rumah dan langsung menuju kamar. Untung saja Genta tidak protes, bahkan cowok itu mengatakan sangat lelah dan butuh istirahat. Sedangkan yang lain sibuk membuat pesta kecil-kecilan di halaman belakang.

"Anak lo, ponakan gue, apa yang salah? Lo bapaknya nggak peka!"

Protes Ibnu tak akan ada gunanya untuk Fariz. Ia lupa kalau kakaknya sangat minim perasaan, contoh kecilnya beberapa jam lalu sebelum mereka ikut bergabung di halaman belakang. Ibnu tak sengaja melintas melewati ruang tamu untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di sofa. Sudut matanya tiba-tiba menangkap sesuatu yang berbeda saat ia melihat Elga dan Fariz duduk berdua dengan Fariz yang merangkul tubuh mungil Elga. Di sana, Ibnu bisa melihat rasa sayang yang besar tapi sulit untuk diucapkan dengan kata. Ibnu yakin, di balik dinginnya sosok Fariz, lelaki itu tak pernah bisa melihat air mata orang yang di sayangnya. Jika dulu ada adiknya yang membuatnya lemah, kini Elga dan putranya yang mampu membuat Fariz tak berdaya.

Fariz masih bisa tersenyum, memang. Tapi tidak akan pernah selepas dulu, ketika Galuh masih ada. Kenangannya sangat membekas, bahkan sulit untuk terlupa walau sudah berusaha sekuat yang Fariz bisa.

Ibnu bisa melihat semuanya walau pada akhirnya ia harus menerima ucapan pedas Fariz yang sudah menatap ke arahnya tanpa di sadari.
Tak lama setelahnya, langkah kaki jenjang mulai memasuki rumah  disertai sambut hangat si pemilik rumah.

Ibnu pikir Galuh sedang mengerjai dirinya, tak lama setelahnya pandangan Ibnu beralih dan menemukan sosok yang di sapa Bu guru Tante, oleh keponakannya sendiri.

"Hai, Gal, apa kabar?" Katanya Papa Gala udah pulang?" Lembut suaranya selalu bisa membuat Ibnu tersipu tanpa sadar. Anggukan kecil Galuh membuat tawa manis itu terdengar indah.

"Iya. Itu, ayo masuk, ketemu sama Bunda aku," ajak Galuh ketika peluk hangat itu terlepas.

Ibnu tidak perlu menjelaskan bagaimana sikap Nirmala yang datang, lalu berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan Galuh. Ia hanya mampu melihat interaksi dua orang yang belum lama kenal, tapi terasa begitu akrab seolah sudah lama tak bertemu.

Ibnu menggeleng ketika Galuh menggenggam jemari lentik milik Nirmala, lalu membawanya menuju sofa tempat Fariz dan Elga masih bersantai di sana.

"Bunda." panggil Galuh ketika ia mempersilakan Nirmala untuk ikut duduk bersama dengannya. Nirmala hanya mengangguk kemudian tersenyum setelahnya.

"Saya Nirmala, guru kelasnya Manggala," ucap Nirmala, tak lupa ulur tangan untuk saling berkenalan.

"Kamu yang datang sama Ibnu, waktu di rumah sakit, kan? Kita udah kenalan kayaknya," sahut Elga. Tentu saja Nirmala mengangguk, bagaimana bisa Nirmala melupakan kesan pertama saat bertemu Elga saat itu. Wanita cantik yang duduk bersebrangan dengannya begitu anggun, manis dan cantik ketika tersenyum.

"Iya, maaf kalau waktu itu kurang tepat, saya ke sini mau jenguk," ucap Nirmala. Ada sedikit canggung terlebih baru pertama melihat Fariz, lelaki itu tidak menampakkan senyum sama sekali, hanya tatap tajam yang terlihat jelas di wajahnya.

JEJAK ASA (Selesai)✅Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora