16. Sketsa Lama

47 7 0
                                    

Sejak dua jam lalu, Galuh berhasil membuat Ibnu pusing setengah mati. Anak itu membangunkannya tanpa dosa, padahal tahu kalau Ibnu sangat lelah dan sangat mengantuk. Namun, permintaan Galuh tak akan bisa di tolak apalagi dibantah.

"Malam-malam gini, kamu masih melek sih, Om ngantuk tahu."

"Jangan bobo dulu, Om!"

"Terus mau ngapain? Udah malem, Gal. Besok kamu sekolah, tadi udah janji habis telepon Bunda, mau langsung tidur," ucap Ibnu berhasil membuat Galuh memberengut, kemudian memeluk Ibnu meski tangan kecilnya tak sampai. Anak itu menyembunyikan wajah kesalnya di balik selimut, satu tanda yang sangat jelas kalau Galuh tidak suka penolakan.

Sekeras apa pun Ibnu pada Galuh, ia akan tetap memberi penjelasan pada keponakannya, kalau sesuatu yang diinginkan tidak harus selalu dipenuhi. Baginya walau hal kecil itu perlu diberi penjelasan agar kelak Galuh mengerti arti sulit sebelum bahagia datang padanya. Meski akan ada sedih yang akan menyelimuti bahagia.

Kini, anak itu telah tertidur dalam dekap hangat Ibnu yang semula dibiarkan begitu saja. Malam mereka terasa berbeda. Mungkin Ibnu telah berkhayal sebelumnya, mungkin juga karena Ibnu terlalu rindu pada adiknya hingga malam ini pun Ibnu masih memikirkan tentang obrolan yang samar sebelum pejam menjadi penutup lelah sebelum fajar tiba.

Nyatanya, pejam yang berusaha dipaksakan hanya bisa menyiksa pikirannya. Sejak tadi Ibnu berusaha tertidur. Namun, detik setelahnya matanya kembali terbuka. Ibnu pun memilih duduk sambil bersandar pada kepala ranjang tempat tidurnya.

Awalnya Ibnu hanya menatap dinding kosong yang ada di depannya, namun pandangnya beralih pada sebuah sketsa gambar yang pernah ia buat untuk Galuh, adiknya. Bahkan anak itu sempat memaksa Ibnu untuk membeli sebuah bingkai yang bagus agar gambarnya tidak mudah rusak. Ibnu masih ingat, sangat jelas saat Galuh meminta tanpa peduli kakaknya lelah atau tidak. Yang Galuh tahu, Ibnu sudah berjanji dan itu harus ditepati. Hingga akhirnya gambar yang sekadar permintaan berubah menjadi sebuah gambar yang luar biasa indah. 

Objek pertama yang Ibnu lihat adalah bunda. Bunda yang paling cantik diantara empat laki-laki penjaga yang terkadang sering membuat pusing dan gaduh.

Ingatan Ibnu kembali tertarik pada masa lalu, saat ia mencoba untuk tetap tenang, padahal situasinya panas. Kali ini ia benar-benar duduk  ditengah keramaian.

Chocolate shop.

Ibnu pun mengedarkan pandangnya keseluruh penjuru ruangan. Namun, pandangannya terhenti tepat di salah satu tempat favoritnya dulu bersama Galuh. Di sudut dekat jendela di bawah lampu lampion yang menyala.

"Cokelatnya enak, besok-besok ke sini lagi, ya Bang?"

"Besok gue ada latihan, Luh. Nggak bisa."

"Izin aja, kan sama gue, masa nggak boleh sih? Masih ada Bang Genta, Bang Desga,  abang-abang yang lain juga, masih banyak, Bang."

"Itu kata lo. Masih ada hal lain yang harus gue kerjain, nggak semua tentang lo, Luh. Kalau Lo mau ke sini, ajak Irgi sama Reka. Mereka pasti mau temenin. Nggak harus sama gue terus."

"Satu hari sama Abang emang nggak boleh? Gue nggak mau minta hal yang menyulitkan, tapi orang-orang selalu merasa terbebani sama permintaan gue. Rasanya aneh, tapi gue sadar, orang-orang pasti males gue ajak, secara gue nggak bisa apa-apa."

Ibnu menggeleng kuat-kuat saat ia kembali membuka matanya, ia pun kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut. Ia kembali melihat Galuh yang tengah duduk tenang di sebuah bangku penonton dengan camilan yang berada di sebelahnya.

"Kita pulang sekarang! Gara-gara keras kepala lo ini, si Fariz ngomel-ngomel sama gue."

"Apa salahnya bilang sama Bang Fariz kalau gue pulang sama Lo? Kan kita satu sekolah, gue juga mau lihat Abang gue main basket sebelum pulang."

JEJAK ASA (Selesai)✅Where stories live. Discover now