Bab 25

27 5 0
                                    

Seo Yun duduk termenung di balon kamarnya. Pandangannya kini lurus ke arah kamar Jae Hyun yang berhadapan dengan kamarnya itu. Sesekali ia menautkan rambut ke belakang telinga sembari menghela napas panjang. Ada beban berat yang terpercik dari sorot mata dan tertahan di bibir. Lalu, ketika angin malam menerpa tubuhnya, gadis itu hanya menatap ke arah datangnya angin, seolah memperingatkan untuk tak mengusik kebisuan yang ia bangun.

"Heh!" Suara itu membuat Seo Yun menoleh dengan perlahan.

Sosok Yeon Jin yang masih full makeup dengan baret di kepala, tampak tak lelah untuk mengganggu sang adik. Ini adalah kebiasaan Yeon Jin selepas menyelesaikan jadwalnya. Sejak dahulu memang ia melakukan rutinitas ini, tetapi semakin intens ketika satu tahun lalu sebuah tragedi terjadi dan Yeon Jin tak ingin hal itu terulang lagi.

***

Brak.

Brak.

Prang.

Yeon Jin berlari menaiki tiap anak tangga ketika mendengar kegaduhan dari kamar Seo Yun. Ketika melihat pintu kamar sang adik, Yeon Jin sempat khawatir kalau pintu kamar itu dikunci dari dalam. Dan ia akhirnya bersyukur karena ketakutannya tidaklah menjadi kenyataan. Sayang, ketakutan lain lah yang malah terjadi.

"Yun-ah ...."

Di depannya, sosok Seo Yun telah terduduk sambil menangis tergugu di antara banyaknya barang-barang berserakan. Bahkan, ia melihat adanya pecahan kaca yang tak jauh dari tempat Seo Yun bersimpuh. Tanpa menunggu lama, Yeon Jin menerjang tubuh Seo Yun, langsung memeluk dan mencium ujung kepala sang adik yang tampak sangat menyedihkan.

Tangis Seo Yun tak mereda. Hal yang semakin menyakitkan di mata Yeon Jin adalah saat di mana Seo Yun memukul-mukul dada ketika ia memeluknya. Bersamaan dengan itu, suara tangis sang adik semakin keras dan membuat kedua orangtua mereka—yang sudah ada di depan pintu—tidak berani mendekat.

Ketika napas Seo Yun mulai putus-putus, tetapi gadis itu masih tersedu, Yeon Jin mulai bersenandung Danggeun Song.

"Kau masih ingat?" tanya Yeon Jin yang kini sukses membuat Seo Yun menatap dirinya. "Dulu ketika kau menangis, entah itu setelah kau terjatuh atau aku jaili, kau akan berhenti menangis setelah aku menyanyikan lagu ini. Sayangnya, sampai sekarang aku tidak tahu, hal apa yang kau sukai dan menarik dari lagu ini."

Seo Yun masih menatap Yeon Jin dengan matanya yang basah, tetapi bibir merahnya masih belum bergerak. Melihat hal itu, Yeon Jin tersenyum. Bukan, itu bukan senyuman jail yang biasanya ia tampakkan. Itu adalah senyuman penuh rasa sakit.

"Kau tahu? Aku selalu suka melihat matamu sejak kau masih bayi. Bahkan, aku semakin jatuh hati ketika sorot mata itu semakin tajam dari tahun ke tahun bersamaan kau tumbuh."

Tangis Seo Yun semakin pecah setelah mendengar penuturan Yeon Jin itu. Bahkan, hidung Seo Yun kembang kempis dibuatnya. Lalu, tangan Yeon Jin perlahan membelai sudut mata sang adik, hingga membuat si pemilik memejamkan matanya.

"Karena, mata ini selalu bercerita jujur padaku."

Langsung saja Seo Yun memeluk tubuh sang kakak sangat erat. Tangisnya kembali pecah dan membuat kedua orangtuanya—yang masih setia di ambang pintu—hanya terdiam saling menguatkan dengan cara mereka.

"Aku pusing. Aku bingung. Aku ... takut."

"Apa yang kau takutkan ketika kakakmu ini tengah memelukmu? Ada aku di sini, walaupun kau tidak membutuhkanku. Percayalah, aku selalu siap melakukan apa pun untukmu."

"Jung Jae Hyun ...."

Jun Jin terdiam dan bibirnya terkunci.

"Aku bersalah. Aku tidak membalas e-mailnya satu bulan lalu. Tapi ... harusnya dia tahu, aku tengah memikirkan jawabannya. Aku tidak tahu harus mulai menjawab e-mail itu bagaimana. Aku ... aku ...." Seo Yun memutus ucapannya dengan gelengan kepala.

Tepat setelah itu, Yeon Jin mendongak dan mendapati layar laptop Seo Yun menyala terang dan terpampanglah foto Jae Hyun dengan merangkul seorang perempuan bermata sipit yang sangat cantik. Di bawah foto itu, terdapat keterangan; Terima kasih, Jung Jae oppa. Oppss ... maksudku, Jae Hyun oppa. Saranghaeyo. Dan Yeon Jin juga bisa melihat nama akun pengepost foto itu. s_yuxii123.

***

Yeon Jin masih menggelengkan kepala ketika mengingat kenangan menakutkan itu. Ia pikir, adiknya akan melakukan tindakan yang lebih gila lagi jika ia lalai. Karena Yeon Jin tahu, Seo Yun memendam segala beban di hatinya dan menutupi itu semua dengan gaya sembrono khasnya.

"Segeralah masuk, udara semakin dingin. Dan ini juga masih musim dingin."

Seo Yun tersenyum.

"Apa semakin tua usiamu, semakin bengal juga kelakuanmu?"

"Separah itukah aku?" gerutu Seo Yun dengan bibir dimanyunkan.

"Maka dari itu, segeralah masuk. Kau hanya berpakaian lengan pendek, celana panjangmu itu tipis, dan tak menggunakan alas kaki. Cuaca sangat dingin. Kau mau hipotermia?"

"Ibu suri mulai merasukimu, wahai kakak tua!"

Tanpa aba-aba, Yeon Jin meraih tubuh Seo Yun dan menyampirkannya ke atas pundak. "Diam. Kau berat." Yeon Jin sesekali memukul pantat Seo Yun. Lalu, ketika mereka sudah berada di dalam kamar, Yeon Jin langsung menjatuhkan tubuh sang adik di atas ranjang, diikuti dirinya.

"Masih terjebak masa lalu?"

Seo Yun mengendikkan bahu. "Sudah hampir satu tahun dia melepaskanku dan bersama dengan wanita lain."

"Dasar!" Yeon Jin menunduk dan menatap jam tangannya. "Kira-kira dia sudah lulus belum, ya?"

"Mana kutahu? Dia benar-benar menghilang dari peradabanku. Mungkin sedang lovey dovey dengan kekasihnya asal China itu."

"Kalau tiba-tiba dia kembali, tetapi membawa hal atau berita yang tak kau harapkan, bagaimana? Kau akan berbuat apa?"

"Apa?" Seo Yun sekilas tampak berpikir dengan berat. "Sebenarnya, apa yang bisa aku lakukan? Bukankah semuanya sudah berakhir?"

Yeon Jin menghela napas panjang dan mengangguk. Tak lama, Yeon Jin kembali menatap jam tangannya. Lalu, mengecup kening sang adik sangat dalam. Melihat keanehan sang kakak, Seo Yun hanya terdiam dan mematung. "Sebelumnya, selamat ulang tahun, adikku yang sangat cantik. Sudah 21 tahun ternyata."

Seo Yun mengangguk dan memaksakan senyumnya. Saat melihat tangan sang kakak merigoh saku dalam jaket, bukan perasaan senang yang menghampirinya, melainkan ketakutan dan firasat buruk.

"Maafkan aku belum bisa membelikanmu kado dan malah memberikanmu ini." Yeon Jin mengulurkan selembar kertas undangan yang masih tersampul plastik dengan rapi. Ekspresi Yeon Jin jauh lebih sendu dari sebelumnya. "Aku harap kau menerima ini semua dan tidak terkejut."

Seo Yun masih terdiam dengan kelopak mata yang terus bergerak menutup-membuka. Ditatapnya undangan itu tanpa berniat untuk menerima dan membukanya. Pasalnya, ia bisa melihat inisial nama Jae Hyun terpampang jelas di sampul depan undangan. JH & SY.

"Ini ... undangan pernikahan?"

Yeon Jin mengangguk.

"Jung Jae Hyun?"

Kembali, Yeon Jin mengangguk.

"Buka saja," ucap Yeon Jin ketika melihat keraguan di sepasang mata indah Seo Yun. "Buka," ucap Yeon Jin sekali lagi tanpa suara.

Tangan Seo Yun bergerak untuk membuka undangan itu dengan tangan bergetar. Sebenarnya, setiap gerakan yang ia lakukan, Seo Yun tengah menguatkan hatinya. Dan tak lama ... gadis itu menutup mulut.

"Tidak mungkin ...."

Yeon Jin langsung memeluk Seo Yun erat saat tangis adiknya pecah dengan keras.

***

Starting with Promise [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang