15 | Interview

2.6K 431 35
                                    

Banyak hal yang terjadi selama seminggu ini, dan menurutku semua adalah hal yang luar biasa. Pertama karena aku dan Rafif sudah mulai bisa dekat dengan beberapa anak dalam kelompok Trust Me kami masing-masing. Yang paling dekat denganku namanya Keisha. Dia bahkan memberiku sebuah bros cantik buatan ibunya, dan sebuah notebook yang berisi tulisannya tentang banyak hal; mulai dari sekadar berbagi cerita aktivitas harian, sampai perasaan senangnya bisa mengenalku. Aku dapat mengambil kesimpulan sejauh ini, bahwa program Trust Me yang aku dan teman-teman jalankan berjalan lancar.

Kedua, adalah karena akhirnya aku memutuskan untuk mengambil pilihan mencoba seleksi beasiswa ke Inggris. Tentunya aku menelepon orang-orang rumah terlebih dulu, mendengarkan omelan Ibu bahkan makian Bapak yang mendengarkan pembicaraanku dan Ibu karena memang beliau biasanya mengaktifkan mode loudspeaker, serta keraguan Rendy karena dia tidak tega jika aku tinggal di tempat jauh seperti Inggris.

Butuh waktu dua hari sampai akhirnya Ibu lelah dan mengatakan 'mboyak¹³', Bapak yang tidak komentar apa pun, dan Rendy yang hanya mengatakan 'yang penting jangan nikah sama bule'. Aku menganggap itu sebagai lampu hijau. Karena dulu waktu aku mengatakan akan mengambil beasiswa bidik misi S-1 pun reaksi mereka demikian.

Yang penting aku sudah mengatakan dengan jelas, tentang ini yang masih tahap seleksi dan belum tentu diterima. Serta, bahwa aku akan tetap membantu membiayai sekolah Rendy, keuangan keluarga, dan pengobatan Bapak meskipun kuliah di Inggris sana. Aku juga mengatakan belum tahu akan mengambil beasiswa jenis apa. Kalau akhirnya lebih tertarik ke pertukaran pelajar, kan, hanya beberapa minggu saja menjalaninya.

Ketiga, adalah apa yang dilakukan Mas Guruh padaku sebelum aku turun dari mobilnya selepas dia mengantarku pulang ke indekos seminggu lalu. Dia tiba-tiba saja melambaikan ponselnya di depan wajahku dan mengatakan, "Nanti aku WA pakai nomor pribadiku ini, terus tolong kamu save, ya. Ini hp yang sering aku bawa. Kalau yang biasa kamu hubungi itu hp dengan nomor untuk keperluan bisnis, jadi enggak terlalu sering ngecek."

Sambil memasukkan nomorku dengan kikuk, aku bertanya kenapa Mas Guruh minta aku menyimpan nomor pribadinya, sementara bagiku menghubungi nomor bisnisnya saja sudah cukup. Dan coba tebak apa jawaban lelaki itu?

Dia menjawab dengan santai, "Biar kamu mudah hubungi aku saat perlu bantuan atau temen cerita, dan aku juga bisa fast response." Tanpa tahu bahwa jawabannya itu membuatku makin salah tingkah dengan jantung yang hampir meloncat keluar dari tubuh.

Dan yang keempat adalah hari ini. Aku yang tak percaya tengah duduk berhadapan dengan Mbak Andin Pranoto yang luar biasa cantik meski memakai make up tipis. Dia mengenakan kemeja putih gading dan jas abu-abu cerah, serta celana kain berwarna senada dengan jasnya. Sepatu hak tingginya berwarna hitam mengilat. Setelah menikah dengan Mas Lingga, Mbak Andin kini berjilbab. Dan pasmina berwarna senada dengan kemejanya itu sepertinya produk dari merek jilbab yang paling mahal se-Indonesia, Khazanah.

Mbak Andin terlihat serius menyentuh layar iPad-nya dengan telunjuk kanan. Aku bisa melihat cincin emas melingkar di jari manis kanannya, dan tanpa sadar ada rasa tanya dalam hatiku tentang bagaimana rasanya menikah itu.

"Mala." Panggilan Mbak Andin membuatku langsung menegakkan badan secara tidak sadar dan menahan napas karena Mbak Andin sudah menatapku intens tanpa senyum. Namun, beberapa detik kemudian dia tersenyum manis.

"Rileks aja. Anggap kita ngobrol santai hari ini." Dia lalu menyilangkan kaki dengan gaya elegan khas para wanita karier yang biasa kulihat di drakor-drakor. "Kamu bisa minum dulu jusmu." Mbak Andin lalu melirik jus alpukat di hadapanku.

Aku mengangguk dan dengan cepat menyedot jusku sebagai formalitas. Mbak Andin tertawa geli. Namun, aku tidak tersinggung. Justru senang karena bisa membuat Mbak Andin terhibur. Meski aku tak yakin dia benar-benar terhibur atau merasa malu dengan ulahku yang sedikit ndeso ini.

Eunoia [Completed]Where stories live. Discover now