16 - revised

5.9K 486 8
                                    

I know you'll be worth to wait

***

Aku menyender di bahu Ben, kami duduk di barisan paling belakang. Melihat segala macam resepsi yang tengah berlangsung.

"Bosen ya mba." Kata Oyan, sepupu laki-lakiku yang lebih muda dariku.

Aku mengangguk, menegakkan tubuhku. "Banget, kapan selesai deh." Aku menoleh ke arahnya. Oyan menggeleng. "Cewe lo gak diajak Yan?" tanyaku mengejek.

Oyan menatapku remeh, "cewe yang mana? banyak mba. Nanti pada tengkar, capek gue lerainya." Aku tertawa, Oyan ini crocodile.

Hanya karena perasaannya pada satu wanita yang tidak terbalas, sahabatnya sendiri.

"Makannya tobat lo." Aku memukul lengan atasnya, "suami lo juga kayaknya satu spesies ama gue mba." Bisiknya, aku terkekeh mengangguk. "Emang." Balasku padanya.

"Iya kan, Ben?" aku menoleh ke arahnya, alisnya terangkat. "Apa?" tanyanya bingung. "Dulu kamu buaya." Kataku, Ben menatap Oyan. "Iya." Akunya pada Oyan.

"Sekarang masih bang?" Oyan ini minta kena bogem Ben, namun Ben malah terkekeh kecil. "Menurut lo gimana?" ini Ben yang aku kenal, dia terlihat mudah berbaur, mengobrol dengan temannya.

"Nunggu gue nikah deh Bang, baru gue jawab." Kata Oyan, aku memutar bola mata malas.

Aku menyenggol lengan Oyan, "Kayla, sini!" aku mengayunkan tanganku, "bangsat!" umpat Oyan pelan.

"Mba, jangan bercanda mba. Ntar gue rusakin nih acara, gue yang kena omel Mbah Putri." Oyan berkata pelan, aku mengabaikannya.

Gadis itu tersenyum berjalan ke arahku, "makin manis aja." Kataku sambil memeluknya, "iyakan, Yan." Oyan melotot, "bang, istri lo bang." Laki-laki itu bergeser duduk di sebelah Ben mengadu padanya.

"Apa kabar mba? Udah lama nggak ke sini." Tanyanya lembut, Kayla ini semacam gadis lugu dengan tata krama yang kental. Tidak seperti Oyan, yang urakan tidak jelas hidupnya. Aku tau mereka masih canggung, Oyan bercerita padaku.

"Iya nih, kerjaan banyak. Kaya yang kamu liat, baik." Kataku melepas pelukannya. Aku menatap Ben, "Ini Ben, suami mba." Aku memperkenalkan Ben padanya, gadis itu menunduk sopan.

Aku duduk di sisi Ben yang lain, "duduk Kay," kataku menunjuk bangku samping Oyan yang masih kosong.

"Bangsat banget lo mba," kata Oyan pelan saat aku melewatinya, "bego lo, Yan." Balasku, duduk di samping Ben.

Kulihat Oyan duduk dengan kaku, aku menertawakannya dalam hati. Oyan sangat dekat denganku dibandingkan dengan sepupuku yang lain.

"Kamu gak pernah capek apa Ben?" kataku heran. Ben menatapku yang kini bersandar kembali padanya, aku yang hanya duduk di kursi penumpang saja capek.

Laki-laki itu sudah menyetir seharian, jogging dengan Kakekku, dan ya kegiatan kita semalam. Aku menatapnya heran.

"Pernah," katanya, aku duduk bersandar pada sandaran kursi. Menoleh ke arahnya, "kapan?" tanyaku.

"Waktu nunggu kamu, hampir." Katanya sambil menatapku, aku tersenyum tipis. Mendekat ke arahnya, mencium bibirnya sekilas. Untung saja semua tamu melihat ke arah depan.

Namun sepertinya aku salah, karena suara Oyan terdengar. "Jangan di sini juga kali Bang." Aku menjitak kepala Oyan agak keras. Apakah mata Oyan ada di pelipisnya juga?

"Diem deh lo, mblo." Kataku mengejeknya.

***

"Wih calon pengantin cakep amat." Kataku setelah membuka pintu kamar Kia.

we're [selesai]Where stories live. Discover now