13 - revised

6.3K 532 6
                                    

Girl like you deserves a gentleman

***

"Kamu di sini dua hari lagi bisa kali?" aku berpikir sejenak mendengar pertanyaan Mamaku, hari ini aku tidak memiliki jadwal.

Itu sebabnya aku masih duduk nyaman di sofa ruang keluarga bersama Mamaku. Ben sudah pergi ke rumah sakit pagi tadi, sedangkan ayahku pergi bekerja.

Aku membuka ponselku untuk melihat jadwalku satu minggu ke depan, "bisa sih kayaknya, tapi aku kurang tau sama Ben. Ntar aku tanya dia deh," melanjutkan memotong kukuku yang sudah memanjang karena aku tidak suka dengan kuku panjang, menyusahkan pekerjaan. "Emang Mama mau kemana deh?" tanyaku.

"Kia kan mau nikah, Mama harus ke sana lah. Eh atau kamu ikut aja kali ya." Ah ya aku melupakan itu, sepupuku yang termuda dari pihak Mamaku akan menikah.

Aku membenarkan posisi duduk, "aku sih bisa aja ma, tapi kalo Ben gatau. Dia kan ada pasien, gak pasti." Bahuku mengangkat ragu, "Ben gausah ikut aja deh. Aduh!" aku menatap Mamaku tidak mengerti saat dirinya memukul lenganku dengan penuh kasih sayangnya.

Mamaku melotot kesal memandangku, "kalian itu udah satu paket, kalo Ben gak bisa yaudah kamu jaga rumah ini aja daripada sepi." Inilah Mamaku yang sesungguhnya. "Eh Mama Ben ntar gimana?" tanyaku.

"Lah kamu gak tau Sela lagi di sana? Makannya Mama nyuruh kamu di sini aja," ah iya aku tidak tau menau soal itu. Kak Sela ternyata tengah menginap di sana.

Pada akhirnya aku mengangguk mengiyakan, "yaudah deh ntar aku tanya ke Ben." Ucapku pada Mama. Kali ini mata Mamaku memicing, "kalian lagi marahan?" aku spontan memandang Mamaku, "kata siapa?" tanyaku.

"Kata Bi Ida kamu ke sini sendirian? Terus Ben nyusul." Aku mendengus, kenapa Mamaku mudah sekali untuk menyimpulkan.

Aku berdecak pelan, "kalo marahan aku gak usah repot-repot nyiapin keperluan dia dari kemarin kali waktu dia dateng, Mama gak usah ngaco deh." Jelasku sambil mengibaskan tanganku.

Aku menoleh saat Mamaku mengelus lenganku pelan, "kalo kemana-mana izin suami loh, Ra." Aku mengangguk, "tau Mama, lagian aku kemarin tuh emang bilang ke Ben kalo mau kesini." Terangku pada Mama.

Mamaku mengangguk mengerti, "soalnya Bi Ida bilang muka kamu bikin layu taneman." Aku berdecak mendengarnya, "stop deh ma." Protesku pada Mama.

Wajah Mamaku sejak tadi mudah sekali berubah, kali ini senyum jahilnya terbit. "Cucu Mama gimana kabarnya?" kali ini aku mendelik menatap Mamaku, "apaan sih! Udah ah mending di kamar aja tau gitu dari tadi." Aku mengabaikan Mamaku yang terkikik geli ke arah kamar, Mamaku benar-benar!

***

Inilah momen yang paling aku rindukan, tengkurap dengan laptop yang menampilkan video ditemani dengan camilan dan minuman di nakas. Nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan!

Kegiatanku terhenti saat ponselku bergetar, dengan malas mengambil ponselku menampilkan nomor tidak dikenal yang akhir-akhir ini sering kali muncul.

"Ya?" tanyaku to the point pada orang di seberang sana, Ben.

Ben terkekeh di seberang mendengar nada kesalku, "tolong bawain map item di laci nakas ke sini bisa?" fuih, "nice time," gumamku yang ternyata masih didengar oleh Ben. "Ya?" tanyanya.

Aku mengangguk, "oke, tapi agak lama gak apa? Aku harus ke rumah kamu dulu soalnya." Jelasku sambil mulai menutup laptopku. "Kamu masih di rumah Mama?" tanyanya, aku mengangguk kecil. "iya," jawabku.

Aku mulai turun ke bawah menghampiri Mamaku, menjauhkan ponselku dari jangkauan dan bertanya pada Mamaku. "Kunci mobil di mana ma?" tanyaku, Mamaku menunjuk ke arah kunci-kunci diletakkan.

we're [selesai]Where stories live. Discover now