Yang Tertunda

38 8 7
                                    

▷ || ◁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▷ || ◁

"Lo?" Pria yang bertabrakan dengan Ramida itu masih tetap di posisinya, berbeda dengannya yang kini sudah terduduk di lantai dingin lorong sekolah.

Ramida menatap wajah tak asing milik lelaki tersebut. Tak lama, tatapan Ramida turun ke arah nametag yang terpasang di almamaternya. Di sana tertera dengan jelas siapa dia.

Benar dia. Dia, yang sebelumnya pernah Ramida temui di ruangan musik. Dia yang berbicara aneh dan tidak pasti. Dia, seorang pria sebayanya. Dia, Raza Artharendra.

Tidak seperti kala itu, kini Raza mengenakan seragam yang mencirikan identitas SMA Batera. Sudah pasti dia murid baru di sekolahnya.

Raza berjongkok untuk menyejajarkan arah pandangnya dengan Ramida.

Ramida yang kurang suka ditatap seperti itu, memilih untuk memalingkan wajahnya. Ia hendak menyeka sisa tangis yang mengalir lambat di pipinya, namun tidak sempat. Raza lebih dulu menahan pergelangan tangan Ramida.

"Lepas! Gue baik-baik aja." Ramida menarik paksa tangannya dari genggaman Raza, menatap tajam iris mata lelaki tersebut.

Baru saja Ramida akan berdiri, kedua tangan Raza sudah lebih dulu berada di kedua pundak Ramida. "Lo gak baik-baik aja."

Kalimat singkat itu berhasil membuat mata Ramida berkaca-kaca. Tapi ia tak mau merasa kalah. Bagi Ramida, hanya ayahnya yang berhak menyalahkan apa yang ia ucapkan.

"Gak ada yang lebih tau gue, selain diri gue sendiri," tegas Ramida.

"Lo boleh sebut gue bodoh karena udah sok tau tentang Lo. Asalkan satu, jangan pernah Lo bodohi diri Lo sendiri!" Air mata yang sempat pergi itu kini hadir kembali, menggenang di pelupuk Ramida.

Jika boleh, Ramida ingin sekali berteriak dan memberitahu semua orang bahwa dia sedang tidak baik-baik saja. Namun sebelum itu terjadi, Ramida akan lebih dulu dikurung oleh ambisi ayahnya yang selalu menuntutnya sempurna.

Ramida kembali duduk sambil memeluk lutut. Sorot matanya menatap kosong ke bawah, mencoba bersembunyi dari tatapan dan bisik orang-orang yang berada di sana.

Raza mengerti tentang suasana hati Ramida yang tengah buruk. Ia melihat ke arah gerombolan siswi yang berbisik bisik samar. Tadinya mereka di sana untuk berfoto dengan Raza, si murid baru yang sudah mengambil alih posisi ketua klub musik di hari pertama. Namun sepertinya niat mereka berubah ketika menyaksikan kejadian yang tak terduga itu.

"Woy! Ada yang lebih menarik dari ini. Di sana, di tas gue ada benda-benda yang bisa kalian koleksi, asalkan pergi diri sini." Perhatian gadis-gadis itu kompak berpindah ke arah tas hitam yang letaknya sekitar tiga langkah di belakang Raza.

Dengan cepat, mereka meraih tas tersebut, merogoh apapun yang ada di dalamnya hingga tak tersisa satu benda pun. Bukan berarti Raza tidak peduli dengan semua itu, bahkan ia terpergok beberapa kali menelan ludah, menyesali kalimat yang keluar dari mulut lagak pahlawan itu.

I Sea U and Paradise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang