guitarist effect

34 9 50
                                    

▷ || ◁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▷ || ◁

Suara langkah kaki yang berasal dari sepatu bersol keras menggema di tengah keheningan koridor sekolah yang sudah mulai sepi. Sepatu itu berhenti tepat di depan pintu yang bertuliskan Art and Music Room.

Tidak seperti orang-orang yang umumnya menenteng case gitar atau alat musik lain ketika hendak memasuki ruangan tersebut. Gadis yang masih terpaku di tempatnya itu hanya berbekal buku tebal di pelukannya.

Menghela nafas kasar, merasa berat untuk tidak memasuki ruangan tersebut walau hanya sehari. Bukan karena keinginannya melainkan terpaksa karena latihan-latihan pada buku yang ia genggam tidak akan selesai dikerjakan hanya dalam waktu setengah hari

"Ramida!" Mutiara melambaikan tangannya dari jauh seraya berlari kecil ke arah gadis tersebut.

"Kita pulang bareng yuk," ajak Mutiara antusias.

"Gue sih bisa aja, tapi kayaknya Lo yang gak bisa," jawab Ramida pasti.

"Kok gitu?" Terdapat raut wajah bingung pada Mutiara.

Ramida mengalihkan pandangannya ke arah lain, berusaha menunjukkan sesuatu dengan isyarat rahangnya. Mutiara mengikuti arah pandang Ramida. Dilihatnya, seorang pria tengah bertengger pada motor. Pria tersebut juga memandang ke arah Mutiara dan Ramida dengan tangan dilipat di dada.

"Gawat, kayaknya kak Vante marah sama aku." Mutiara memainkan ujung kemejanya. Terdapat rasa bersalah dalam hatinya perihal tadi pagi, seandainya Vante justru sudah berada di tempat ketika Mutiara sudah lebih dulu berangkat bersama Bara.

"Ya udah, sana samperin!" Ramida melipatkan kedua lengannya. Mau tidak mau, Mutiara harus pulang bersama Vante kali ini. Supaya keadaan tidak semakin memburuk. Lantas, ia pun melangkah pelan menuju pria yang pasti tengah menunggunya itu.

Ramida menatap punggung Mutiara yang sudah mulai menjauh. "Lo terlalu obsesi sama Bara sampai gak sadar bahwa Vante bukan anggap Lo sebagai adik seperti yang Lo pikirin selama ini."

Ramida hendak meninggalkan tempatnya, namun niatnya itu urung ketika tidak sengaja mendengar lantunan alat musik dari dalam ruangan. Memang normal, namun jarang-jarang ada yang masih berada di ruangan tersebut ketika para murid sudah pulang. Apa lagi, hari ini tidak ada jadwal ekstrakurikuler bidang tersebut. Tentu hal itu mencuri perhatian Ramida.

Tanpa ragu, Ramida membuka pintu ruangan secara hati-hati agar tidak menimbulkan bunyi mengganggu.

Terpampang nyata ruangan yang begitu luas. Berhadapan langsung dengan ruangan seni. Terdapat kaca sebagai penghalangnya, sehingga yang berada di ruangan musik bisa melihat secara langsung lukisan-lukisan serta patung, begitupun sebaliknya.

Seorang pria tengah berdiri sambil memainkan biola. Matanya terpejam, menikmati lantunan dari gesekan alat musik di bahunya. Semua yang terlihat padanya begitu indah. Hanya ada satu hal yang mengganjal, seragam yang pria tersebut kenakan sama sekali bukan identitas SMA Batera.

I Sea U and Paradise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang