Paparazi?

30 9 63
                                    

▷ || ◁

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

▷ || ◁


"Emangnya gue kenapa? Badas? Jadi tipe cewek Lo yang polos-polos tai?" tanya Violin yang terdengar meremehkan.

"Oh iya, gue jadi keinget sesuatu. Lo pasti tau tentang pacarnya si Vante kan?" Berbeda dengan pertanyaan Violin sebelumnya, yang satu ini berhasil mengganggu fokus Bara pada bukunya.

"Pacar?" beo Bara.

"Iya. Anak SMA, seragamnya sama kayak yang Lo pake sekarang." Tepat setelah mendengar jawaban Violin, akhirnya lelaki itu tahu siapa yang Violin maksud.

"Enggak, gue gak tau apa-apa." Bara kembali mengalihkan fokusnya pada buku latihan di depan.

Violin berdecak kesal, merasa percuma ia sudah bertanya. Gadis itu beranjak dari ranjang berjalan perlahan menuju tempat Bara. Ia melirik ke arah buku yang tengah Bara toreh itu. Semenarik apa hingga Bara tidak ingin sedikitpun beralih.

"Lo belajar terus-terusan tapi gak pernah dapet peringkat satu, emangnya Lo gak capek?" Kalimat itu tidak terdengar seperti pertanyaan melainkan penghinaan ketika hinggap di telinga Bara.

"Lo lihat apa yang gue lakuin sekarang, itu tandanya Lo gak perlu tanya hal itu." Jika boleh jujur, Bara muak. Tapi ia tidak akan menyerah sampai posisi tersebut Bara duduki, walaupun terdengar percuma. Karena selama ini Bara mendapat poin sempurna tapi yang mendapatkan posisi itu selalu dia, Ramida.

𖥻𖥻𖥻


Mutiara turun dengan bantuan tangan Vante. Walaupun memang cukup sulit namun Mutiara berhasil turun dari motor. Vante terkekeh melihat ekspresi kewalahan Mutiara, padahal sudah biasa.

"Makasih udah nganterin aku kak," ucap Mutiara yang belum selesai mengatur nafasnya, yang membuat Vante terkekeh lebih keras dari sebelumnya kemudian mengangguk.

"Tunggu kak, aku-" Mutiara ragu menyelesaikan kalimatnya. Ia takut merubah suasana hati Vante, padahal sebelumnya sudah membaik bahkan sama sekali tidak terlihat bahwa pria itu marah padanya. Namun lebih baik dari pada Mutiara tidak minta maaf sedikitpun, "aku mau minta maaf soal tadi pagi."

"Lo bilang maaf? Lo gak lakuin salah apa-apa, gue yang gak sengaja lupa. Jadi, sorry." Vante menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Jadi, kakak gak nyusulin aku kan? Takutnya aku keburu pergi pas kakak datang. Tapi gapapa kok, untungnya ada Bara yang mau nganterin," ucap Mutiara, lega.

Tidak langsung berkata, Vante lebih dulu menatap Mutiara lama kemudian mengangguk singkat, "hm. Gue berhutang makasih ke dia."

Vante tak mau membohongi dirinya sendiri bahwa ia kurang suka nama itu terucap dari mulut Mutiara. Sudah cukup hanya di mata ayahnya, jangan di mata Mutiara juga ia merasa tersingkir oleh Bara.

"Oh iya kak, tadi pas berangkat, ada motor ngebut yang ngelewatin Bara, malah hampir nyenggol. Helm sama motornya persis kaya punya kakak, baju-" Mutiara menjelaskan namun tertahan ketika gadis itu melihat ke arah pakaian yang Vante kenakan. Vante membuang pandang, mencari alasan jika seandainya Mutiara menyadari siapa pria yang ia bicarakan itu.

I Sea U and Paradise Where stories live. Discover now