BAGIAN 28

4.3K 346 20
                                    

Zeva menarik napas dalam lalu menghembuskannya. Perlahan tangannya menarik kenop pintu dan gadis itu turun dengan menggunakan seragam lengkap dan tas yang bertengger di punggungnya.

Suara tawa terdengar dari arah meja makan. Zeva memilih tidak ingin peduli dan langsung berangkat sekolah saja tetapi panggilan dari Azizah membuat langkahnya terhenti sejenak.

"Ayo sarapan dulu, sayang."

Zeva memutar bola mata malas dan berbalik badan, "gak bisa, aku nanti sarapan di sekolah aja, sebentar lagi bakalan telat." ketusnya sambil melihat arloji di tangannya.

"Sarapan dulu yah, ibu udah masak yang enak loh buat kamu."

"Mas, kamu bisa anterin Zeva kan?" Hardi menatap Azizah yang saat ini sedang membenarkan dasi milik pria itu.

Menghembuskan napas pelan, Hardi mengangguk , "ayo sarapan dulu, nanti biar ayah anter kamu."

Zeva mendengus geli, "tumben ayah mau anterin aku," gumamnya pelan dan langsung saja menarik satu kursi untuk dirinya duduki. Zeva memakan sarapan itu dengan sedikit ogah-ogahan lalu dia meneguk air sedikit.

"Kok cuma sedikit sarapannya? Mau ibu buatin bekal kamu?"

Zeva tersenyum paksa, "gak usah, terimakasih."

"Ayo Yah, sebentar lagi aku telat," Zeva segera beranjak dari sana dan berjalan kearah mobil Hardi. Matanya sempat melirik foto yang sudah berganti di tembok ruang tamu rumahnya. Awalnya di sana Zeva kecil berfoto dengan Hardi dan Asra, tetapi foto itu sekarang berganti dengan potret Hardi bersama Azizah.

Hardi masuk ke dalam bagian kemudi mobilnya. Dia menoleh kearah Zeva yang diam sedari tadi dengan menyenderkan kepalanya. Tidak ada percakapan satu pun selama perjalanan. Hardi melihat anaknya itu yang sepertinya enggan untuk melihat kearahnya.

"Kamu harus bisa bersikap lebih sopan sama Azizah. Dia berusaha jadi ibu yang baik buat kamu. Lebih baik kamu jadi anak penurut. Dengerin omongan Ayah."

Zeva menolehkan pandangannya kearah Hardi yang saat ini sedang fokus menyetir. Gadis itu mendengus geli mendengar perkataan Ayahnya sendiri. "Sejak kapan sih aku gak nurut sama omongan Ayah?"

"Ayah minta aku untuk terus belajar selalu aku turutin bahkan Ayah larang aku buat main piano. Padahal Ayah tau aku suka sama musik. Kenapa sih Yah?" tanpa sadar mata Zeva memerah menahan emosionalnya.

"Gak ada yang bisa kamu dapatkan dari bermain piano. Kamu gak bakalan bisa jadi pianis dan berhenti untuk bermimpi."

"Bahkan setiap omongan Ayah berhasil ngebuat mental aku makin hancur." Zeva membatin.

"Kalo Ayah larang aku buat main piano, kenapa di rumah ada piano?"

Hardi memberhentikan mobilnya, lalu memberikan satu tamparan pada pipi Zeva. "Sengaja bikin Ayah emosi? Sengaja, hah?!"

Zeva hanya menatap Hardi tanpa mengeluarkan suaranya sedikitpun lantas segera keluar dari dalam mobil itu dan berjalan masuk kedalam sekolahnya.

G E R I M I S

Zeva mencuci wajahnya berulang kali bekas tamparan Hardi tadi di toilet sekolah bahkan beberapa siswi yang berada di toilet itu memandang aneh kearahnya.

Menatap pantulan dirinya di cermin, kemudian mengelap wajahnya menggunakan tisu yang ada di sana dan langsung keluar dari dalam toilet.

GERIMIS [SELESAI]Where stories live. Discover now