18

479 90 68
                                    

Hai!^^


Apa kabar semuanya? Aku harap kalian dalam keadaan sehat ya. Kalau kalian lagi cape, lagi galau, atau lagi ngerasa sulit, it's okay! Semoga kalian menemukan jalan keluar terbaik❤️

//Sambil nguatin diri sendiri wkwkwk//

Siap bertemu Joshua? Let's go!!!


Happy reading!^^



~°~°~



Sekalipun aku tidak ingin menemuinya, namun tetap kulangkahkan kaki untuk melihatnya. Aku membenci diriku sendiri karenanya.

Aku berdiri di balik sekat kaca antara ruang tamu dan ruang keluarga. Dari sana aku dapat melihatnya dengan jelas melalui jendela besar di ruang tamu.

Joshua duduk cemas di kursi rotan yang ada di teras rumah. Kakinya terus bergerak dengan cepat. Kedua tangannya menopang dagu yang menunduk. Mata kecokelatannya terlihat suram, merah, dan memancarkan lelah.

Pria itu tampak berhari-hari tidak tidur. Wajah tampannya terlihat kacau. Rambut yang biasanya tertata rapi kini dibiarkan berantakan. Tak seperti biasanya, ia tampil dengan kaus putih polos dan celana jeans. Ada noda tumpahan kopi di ujung kausnya, namun ia tampak tak peduli.

Ia sangat berantakan, jauh berbeda dari Joshua yang kukenal. Mengingat apa yang telah ia lakukan, harusnya aku menertawainya, kan? Tetapi perasaan bodoh ini membuat hatiku ikut berantakan.

Kenapa ...?

Kenapa aku merasa bersalah?

Mengapa aku benci menjadi alasan di balik keterpurukan itu?

Seharusnya kami impas. Dia membuatku hancur dan aku menghancurkannya. Aku tak perlu memikirkan apa-apa. Bukan salahku akhirnya ia terluka. Kalau saja ia tak melakukan itu ... kami masih tertawa bersama, bersenda gurau, saling mengasihi satu sama lain.

Bagaimana bisa kami kembali seperti dulu setelah apa yang terjadi?

Namun, sekali lagi perasaan bodoh ini malah membuatku terasa salah. Aku tak bisa berhenti memikirkan apakah hatinya merasakan hal yang sama.


Apakah ia menyesal?

Apakah ia merindukan kebersamaan ini?

Apakah ia merasakan ini setiap kali melihatku menangis?

Apakah ia juga menangis melihatku hancur berantakan waktu itu sampai-sampai ia menghilang?


"If it's too hard for you, I'll do it."

Air mata mengalir deras di pipi ketika sentuhan hangat mendarat di bahuku. Chris memutar tubuhku menghadapnya. Senyuman tipis nan menenangkan ia tunjukkan seraya tangannya mengusap pipiku dengan lembut.

"Take your time Pony. I'll tell him that you're not ready to face him," sambungnya.

Aku tidak tahu mengapa aku menggelengkan kepala. Kugigit bibirku agar tak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Do you believe me?" tanyanya seraya memegangi kedua pundakku.

Aku menganggukkan kepala. Chris kembali tersenyum. Ia meraih kedua tanganku dan menggenggamnya lembut.

"Good," sahutnya. "Kau bisa melihatnya dari sini jika kau mau."

Aku kembali menganggukkan kepala. Chris mengusap tanganku kemudian berjalan menuju teras.

Mendengar suara langkah kaki mendekat, Joshua beranjak dari tempat duduknya. Ia menatap ke arah pintu dengan mata penuh harap, namun wajahnya kembali murung ketika mendapati Chrislah yang muncul.

Under the Light [Seventeen and Stray Kids Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang