24. Kisah Yang Dimulai

10.1K 1.4K 428
                                    

Jangan lupa nabung dan ikutan PO nya🥂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa nabung dan ikutan PO nya🥂

🥀

Genggam erat tanganku sayang
Dan jangan pernah kau lepaskan
Karena aku butuh bimbingan
Cinta ku jangan kau lewatkan
Bahagia aku bila bersamamu
Tenang hatiku dalam pelukanmu
Tetap denganku hingga kau menua
Hingga memutih rambutmu

🎵Bahagia bersamamu-Haico🎵

🥀

Pagi itu menjadi pagi paling indah setelah lima tahun berlalu. Langit yang cerah tidak mendapati tanda-tanda akan datang hujan. Melalui jendela kamar yang terbuka terdengar suara manusia-manusia di luar. Tukang sayur yang mengobrol dengan ibu-ibu, tukang lontong sayur yang berteriak seraya mengetok mangkok dengan sendok, tukang gorengan yang bunyi minyaknya terdengar, suara terompet tukang roti dan suara tawa anak-anak kecil. Karena ini hari minggu, maka semakin ramai di depan rumahnya dibandingkan hari biasa.

Di depan kaca ia pandangi dirinya yang sudah rapi dengan kemeja dan bawahan celana levis boyfriend, rambutnya dikuncir setengah. Sudah cantik dan seharusnya ia sudah bergegas keluar kamar. Namun Hauri justru bolak-balik seperti setrikaan seraya menyentuh dadanya yang sedang bergemuruh hebat.

"Aahhh gue deg-deggan banget! Kenapa gue kayak remaja labil sih? Sadar, Hau, umur lo udah dua puluh tiga. Pliss dewasa! Jangan lebay!" dia menasehati dirinya sendiri supaya bersikap sewajarnya saja.

Beberapa saat berusaha menenangkan diri dengan menarik dan menghembuskan napas perlahan, kini perasaannya sudah membaik, tidak segugup sebelumnya. Maka ia putuskan meraih tas kecil yang tergeletak di atas tempat tidur dan keluar dari kamar.

Perlahan dia menuruni anak tangga, masih mengatur pernapasannya supaya tidak gugup. Semakin langkahnya mendekati ruang tamu, semakin jelas ia mendengar suara orang yang sedang mengobrol. Dan ketika indra pendengarannya menangkap suara tawa seorang laki-laki, spontan langkahnya melambat. Ia tidak mau cepat sampai, belum menyiapkan hatinya, merasa malu karena debar jantungnya kembali bergemuruh hebat.

Semoga saja tidak ada yang mendengar berisik di dadanya. Semoga saja ia bisa mengatur ekspresi wajahnya.

Selagi berdebat dengan isi kepala yang ramai dengan berbagai macam prediksi atau rencana, membuatnya lengah yang tanpa menyadari dirinya sudah sampai di ruang tamu. Kepala yang tertunduk menatap lantai rumah, seketika langsung menatap lurus ke depan begitu mendengar suara yang semakin jelas.

Laki-laki itu, Alskara Banyu Mahaprana. Sosok yang belum bisa ia sebut sebagai kekasihnya--hanya sekedar orang yang dicintainya---sedang duduk bersama Hanum dan Gesia. Mereka bertiga mengobrol dengan begitu asiknya sampai tidak menyadari jika anak perempuan mereka tengah mematung di dekat mereka, mematung dengan sorot mata yang terpaku pada senyum candu laki-laki yang selama lima tahun belakangan ini selalu ia rindukan.

I'm not Antagonist II : The Last Rute (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang