15. 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐫𝐚𝐢𝐧.

Start from the beginning
                                    

"Kalian lagi bahas pertandingan kan? Atau bahas yang lain?" Vania cemberut. "Apa cuma aku doang yang gak ngerti kalian lagi bahas apa?"

"Bukan cuma lo doang kali, kita juga gak ngerti." Balas Vio dengan ceplas-ceplosnya.

"Lo anak baru?" Tanya Walla. Wajah gadis itu memasang tampang bingung, pasalnya dirinya baru melihat wajah perempuan yang tadi ikut berdebat dengan Bintang.

"Lo yang sekelas sama Alvaro, kan?" Fanny ikut bertanya. Lantaran dirinya juga ikut mendengar gosip yang menyebar luar seantero SMA HILLS yang katanya murid pindahan London pindah ke SMA mereka.

Vania mengangguk. "Aku murid pindahan," katanya membuat dua gadis yang tadi bertanya hanya bisa mengatakan kata 'Oh' lalu mengangguk kan kepala.

"Oh iya, aku juga teman kecilnya Bintang loh. Kita dulu sering main, Bintang sering main ke rumah aku juga. Makanya sekarang kita deket walaupun aku baru pindah ke sini." Jelasnya.

Mereka semua yang mendengarnya hanya mengangguk mengiyakan. Padahal, dari lubuk hati mereka, mereka tak berniat untuk bertanya apalagi tak butuh penjelasan kenapa gadis itu dengan cepat menempel pada Bintang.

"Tapi, aku masih bingung. Soal omongan Alvaro sama Bintang tadi maksudnya apa? Kalian nggak lagi bersaing buat dapetin Bulan kan?" Tanya Vania menatap wajah Bintang, Alvaro serta Bulan secara bergantian.

Bulan berhenti mengunyah, kedua alisnya mengerut. "Maksud lo?" Balasnya cepat.

Vania tersenyum manis. "Nggak pa-pa, Bintang punya aku, gak mungkin kan dia mau bersaing cuma mau dapetin kamu, Bulan?"

"Haa?" 

***

"Aduh ... pak Edi kok belum jemput, ya?" Bulan bermonolog. "Bisa lumutan gue kalo disini terus, mana sekolah udah sepi." ujarnya memelas.

Bel pulang sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Bulan masih duduk seorang diri di halte bus depan sekolah. Benar-Benar sendiri. Ketiga sahabatnya udah pulang sejak tadi. Padahal tadi, ketiga sahabatnya sudah mewarkan untuk pulang bersama, tapi Bulan tetap keukeh. Ia tidak mau ikut, karna alasan takut merepotkan sekaligus takut supirnya itu datang namun dirinya tak ada.

Kepala Bulan menengok ke kanan-kiri, memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang. Dengan harapan sang supir berada di antara kendaraan yang lewat.

Menghela nafas, pandangannya turun pada sepatu Converse yang ia gunakan. Kakinya mulai menendang-nendang kecil kerikil dengan ujung sepatu untuk menghalau rasa bosan.

Dalam lamunannya, Bulan nampak berfikir. Apa ia harus berputar arah memasuki SMA HILLS lalu mencari Alvaro untuk meminta lelaki itu mengantarkan nya pulang?

Menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan nya sendiri. Lagi-lagi gadis itu hanya bisa menghembuskan nafas. Lupa jikalau Alvaro tadi sempat memberitahunya bahwa lelaki itu ikut ekstrakulikuler basket yang memang diadakan hari ini karena teman barunya mengajak lelaki itu.

"Sumpah! Nyesel banget gue, gak ikut nebeng bareng Vio." Rengekannya menghentakkan kakinya beberapa kali.

Bulan merogoh tasnya, mengambil benda pipih berupa handphone, menghidupkan data seluler sebelum mengutak-atik untuk membuka aplikasi WhatsApp berniat mengecek room chat nya dengan sang supir, namun naas, hanya ceklis satu dengan last chat dirinya yang tak kunjung menjadi ceklis dua biru.

Beralih pada pesan yang disematkan, Bulan berniat mengirimi pesan pada Mamahnya. Namun, baru saja mengetikan pesan berupa 'Ma' dan belum sempat terkirim, suara bias lelaki terdengar berada di dekatnya membuat dirinya menghentikan aktivitas mengetiknya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 21 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BUL & BINWhere stories live. Discover now