Ch. 17 - Rosy Cheeks

15 4 4
                                    

"Three, two, one! Say cheese," seru fotografer yang tengah mengabadikan foto Pak Adrian dan Bu Rosa.

Tempat wisata kali ini memang berbeda dari yang sebelumnya. Begitu mereka turun dari bus, seorang fotografer sudah siap mengabadikan wajah mereka, lalu foto itu akan dicetak dan dijual kepada yang empunya wajah.

Buat Ayla, hal ini bukan sesuatu yang baru. Dulu saat ia membawa tur ke Thailand, hal serupa juga terjadi. Dan dia selalu menghindar sesi ini.

Jadi ketika sang fotografer sedang sibuk menjepret foto keluarga Bu Helen, ia segera memakai kesempatan ini untuk menyelinap keluar dari barisan, menyusul Arslan dan peserta lain yang telah duluan menuju titik kumpul mereka.

Setelah menunggu hampir sepuluh menit, sesi foto-foto itu selesai dan semua peserta telah berkumpul di depan pintu masuk Çardak Underground City – salah satu kota bawah tanah yang cukup terkenal di Kapadokya.

"Bapak-bapak, Ibu-ibu, tur kita akan berlangsung selama kurang lebih tiga puluh menit dan di dalam sana tidak ada tempat untuk beristirahat. Bagi yang merasa tidak kuat, dapat menunggu di luar sini," umum Arslan.

Beberapa peserta yang sudah lanjut usia seperti Omah Lisa dan Omah Lia memilih untuk tunggu di luar sebab kaki mereka tidak kuat untuk berjalan terus menerus tanpa henti.

"Sudah hitung berapa yang akan ikut masuk?" tanya Arslan.

Ayla mengangguk, "Kamu jalan aja. Aku paling belakang."

Lalu Arslan mulai menyerukan aba-aba, meminta mereka mengikutinya masuk ke bagian pertama dari kota bawah tanah.

"Bapak-bapak, Ibu-ibu, sedikit informasi yang ingin saya bagikan, kota ini dibangun di era bizantium oleh umat Kristiani sebagai tempat persembunyian dari tentara-tentara Romawi yang ingin membunuh mereka. Dan karna mereka harus tinggal dalam kurun waktu yang lama, maka mereka mulai menyekat ruangan sesuai dengan fungsinya, seperti dapur ini. Kalian juga dapat lihat didepan sini ada kendi-kendi serta alat-alat masak yang dulunya pernah dipakai mereka. Oke, sekarang kita akan lanjut ke ruangan berikutnya."

Arslan pun membawa mereka menuju berbagai ruangan seperti ruang tidur, ruang tamu, tempat beribadah dan masih banyak lagi. Mereka semua tak berhenti berdecak kagum, memuji keindahan arsitektur kota bawah tanah.

"Ay, adem ya di bawah sini," bisik Teddy di samping Ayla.

Ayla tidak menggubrisnya sama sekali, malah melangkah menuju sisi Bu Rosa.

"Bu, mau saya bantu fotokan dengan Bu Maya?" tanya Ayla.

"Eh boleh, boleh. Tapi bentar, sama Bu Helen juga," balasnya antusias, "Helen," panggil Bu Rosa.

Bu Helen yang tengah mendengar penjelasan Arslan tentang lubang ventilasi menoleh.

"Sini, kita foto-foto dulu," ajak Bu Rosa.

Kedua alis Ayla terangkat. Ternyata tak hanya sang suami yang sangat supel, sang istri juga. Ayla sampai heran melihat kedekatan Bu Rosa dan Bu Helen. Perasaan mereka baru mulai mengobrol dengan satu sama lain setelah turun dari acara balon udara tadi pagi, tapi sekarang malah sudah foto bersama. Sungguh, the power of Ibu-ibu is real!

"Oke, tur kota bawah tanah akan berakhir sampai di sini. Saya mau mengingatkan sekali lagi. Lantai menuju pintu keluar itu sangat licin dan terjal. Jadi tolong keluarnya satu per satu. Jangan desak-desakan," tutur Arslan.

Semua peserta otomatis mulai berbaris dari tempat dimana terakhir mereka berdiri. Teddy segera memanfaatkan kesempatan ini untuk berbaris di belakang Ayla, tapi gadis itu malah keluar dari barisan.

"Ted, ayok maju terus," kata Ayla, lalu ia sengaja berkata pada keluarga Pak Bambang yang berada di belakang Teddy, "kalian semua duluan aja, biar saya yang terakhir."

Tanpa menunggu balasan, Ayla terus berjalan ke posisi paling akhir. Ketika tiba gilirannya melewati turunan terjal menuju pintu keluar, beberapa kali ia hampir tergelincir.

Sekuat tenaga Ayla berusaha menjaga kestabilan jejak kakinya sambil berpegangan pada dinding berbatuan. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang terulur padanya saat ia hampir mencapai pintu keluar. Tanpa berpikir dua kali, ia terus meraih tangan tersebut.

"Thanks," kata Ayla sambil menengadah untuk melihat wajah penyelamatnya.

DEG!!!

Detak jantung Ayla mulai berdegup kencang. Dia berdiri mematung, berusaha mencerna kenyataan tangannya yang sedang digenggam erat oleh Arslan.

Digenggam.... kesadaran itu menghantam telak padanya. Segera ia menarik tangannya kembali.

"Thanks," ulangnya sekali lagi tanpa berani menatap Arslan.

"Sama-sama," sudut kanan bibir Arslan melengkung naik kala ia menangkap semburat merah pada kedua pipi Ayla.

Arslan teringat akan bisikan Yağmur, 'Aku yakin Kak Ayla suka dengan Abi!'

Kemudian ia berbalik badan, melangkah menuju kumpulan peserta yang menunggu pimpinannya. "Bapak-bapak, Ibu-ibu, ayok kita kembali ke bus sekarang. Masih banyak tempat yang akan kita kunjungi hari ini," serunya dengan lantang.

TOURITHJOUWhere stories live. Discover now