Ch. 8 - Kamu Mau Nanggung?

17 5 9
                                    

Bus mulai melambat ketika mereka semakin mendekati Cumalıkızık - sebuah desa di provinsi Bursa. Jalan menuju ke desa tidaklah begitu luas, namun cukup untuk dua kendaraan berpapasan. Beberapa peserta mulai kasak-kasuk, penasaran dengan tempat yang akan mereka kunjungi.

Seperti biasa Arslan selalu siap meresponi rasa ingin tahu para peserta. Dia meraih microphone dan mulai menjelaskan, "Bapak-bapak, Ibu-ibu, kita sudah hampir sampai di Cumalıkızık. Desa ini berada dekat bawah kaki gunung Uludağ. Kalau kalian datang waktu musim dingin, kita dapat pergi ke sana sebab gunung itu akan penuh dengan salju dan kalian dapat bermain ski, tempatnya sangat cantik. Oke, kembali pada Cumalıkızık, desa ini telah berusia sekitar 700 tahun. Dalam Bahasa Turki, "Cumalı" berarti beribadah dan "kızık" berarti desa. Jadi biasanya penduduk setempat akan datang berkumpul dan melakukan solat bersama di desa ini. Selain itu, Cumalıkızık juga merupakan...."

"Arslan Bey, hedefe ulaştık[6]," kata Pak Hasan.

Arslan menoleh ke luar jendela. Ternyata mereka telah tiba dan harus turun sekarang.

"Bapak-bapak, Ibu-ibu, kita telah sampai. Jangan lupa membawa jaket anda, sebab kita dekat dengan kaki gunung. Jadi udara di luar masih sangat dingin. Dan ingat, tolong ikuti saya dulu," pesan Arslan.

Dan pesan itu hanyalah tinggal pesan. Begitu mereka turun, semuanya sibuk dengan keinginan masing-masing. Ada yang sibuk selfie sampai groofie, ada juga yang sudah gak sabar ingin jajan makanan.

"Ayok Bapak-bapak, Ibu-ibu, tolong kumpul di sini dulu," seru Arslan. Dengan sigap, Ayla membantu Arslan mengarahkan para peserta kembali ke titik kumpul. Setelah semua telah berkumpul, Arslan kembali menjelaskan lebih lanjut sejarah Cumalıkızık.

"Oke, saya akan berhenti sampai di sini. Saya tahu kalian sudah tidak sabar untuk jalan-jalan. Kita akan kumpul kembali satu jam lagi di depan ini," tunjuk Arslan pada sebuah batu dengan ukiran Cumalıkızık Köyü.

Tak perlu diumumkan dua kali, para peserta langsung berpencar mengelilingi desa itu dalam hitungan detik. Yang tersisa hanya si kembar dan Teddy.

"Ci, jalan bareng yuk," ajak Thania yang langsung mengalungkan tangannya pada lengan kanan Ayla. Yang di ajak tentu tidak bisa menolak, tapi Ayla memang lumayan suka dengan si kembar. Mungkin karna umur mereka yang kurang lebih sama.

Belakangan Ayla juga baru tahu kalau si kembar dulu ternyata teman kuliah Teddy sewaktu Teddy melanjutkan S2 di luar negri. Jadi keduanya sama sekali tidak tahu menahu tentang hubungannya dengan Teddy dan itu berarti kabar baik. Ia memang tidak ingin ada yang tahu rahasia ini.

"Gue tag along juga ya," kata Teddy yang sudah menyamakan langkah kakinya di sebelah kiri Ayla.

Menyadari itu, hati Ayla kembali berdebar-debar dan itu sudah cukup menjadi alarm bahwa dia harus segera menjauhkan diri dari Teddy.

Satu menit berlalu, dua menit berlalu... lima menit berlalu, dia masih belum menemukan cara menjauhkan diri dari Teddy. Thania masih mengandengnya erat, Teddy juga masih setia menjajarkan langkah di sampingnya.

Sesekali ekor mata Ayla menangkap Teddy sedang curi pandang padanya. Hal itu terang saja membuat Ayla takut.

Dia takut jikalau si kembar tidak sengaja melihat tingkah Teddy dan mulai menaruh curiga pada hubungan mereka berdua. 

Ini gak boleh sampai terjadi! Aku harus cari cara! batin Ayla.

Ia kembali memutar otaknya, kali ini lebih keras memikirkan cara untuk menjauhkan diri dari Teddy. Tiba-tiba pandangan Ayla berhenti pada sekelompok turis yang sedang grup foto bertiga. Seketika itu matanya melebar. Kenapa ia gak kepikiran suruh mereka foto bertiga saja? Rasanya Ayla ingin menepuk jidatnya karna tidak terpikir ide sesimple ini.

TOURITHJOUWhere stories live. Discover now