Prolog

81 8 10
                                    

Gammaverse

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gammaverse

Gammaverse

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


*
*
*
*
*
*
*

Dunia ini tidak nyata

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dunia ini tidak nyata.

Betapapun indahnya, semua hanyalah kebohongan.

Benda yang terlihat seperti pohon bukanlah pohon sesungguhnya.
Sungai, bangunan, hewan bahkan makanan yang kita santap bukanlah sesuatu yang nyata. Semua hanya ilusi, hasil dari algoritma komputer berteknologi tinggi yang menghasilkan spektrum warna dan partikel materi lalu membentuk manifestasi benda serupa aslinya.

Kemudian benda tersebut tertangkap oleh indra kita yang sebenarnya juga tidak nyata.

Kita tertidur, terbangun dan tertidur lagi bersama kegelisahan dan keputusasaan. Meramu strategi yang sejatinya tak selalu berujung hasil. Merasa takut dan pengecut karena sadar ketidakmampuan melawan pada hal yang bukan tandingannya. Berlari dan bersembunyi dibalik tiang-tiang bangunan yang rapuh.

Kepalsuan, Ketidakpastian dan kurangnya kepercayaan membuat orang-orang menggila.

Hal yang digadang-gadang menyenangkan berubah menjadi momok paling menakutkan.

Semua kepalsuan ini bermula dari rasa kagum, penasaran dan keserakahan yang menggebu-gebu lalu membutakan akal sehat. Kemudian, di saat diri telah mendapatkan kata sadar, pintu keluar telah tiada. Terhalang oleh peraturan yang disebut sistem. Lalu kita semua terjebak di sini.

Di permainan bertahap hidup.

Ruangan luas dengan dinding putih seketika berubah menjadi tanah lapang dengan pemandangan kota mati. Asap hitam sisa ledakan dan debu-debu bangunan yang roboh serta langit gelap berkabut menambah kesan seram dan mencekam. Orang-orang berlarian mencari tempat bersembunyi. Suara tembakan dan teriakan ramai terdengar.

Axel berlari mencari zona aman seorang diri. Di peta yang ia lihat dari eye monitor ada sebuah kota yang masih terbebas dari ancaman teroris. Kota itu pasti akan ramai dikunjungi para pemain yang melarikan diri. Instingnya berkata kota itu tidak lagi aman jika dipenuhi pemain yang mengungsi. Ia mencari alternatif lain lalu menemukan sebuah persembunyian yang jauh dari kata nyaman.

Hutan terlarang.

Axel melancarkan energi terakhirnya untuk mempercepat langkah. Berlari, menghindar dan bersembunyi. Mencari jalan aman sembari memperhatikan arah peta. Tiba-tiba fokusnya terpecah saat melihat pembunuhan. Sekitar lima meter di depannya terdapat seorang gadis keluar dari gang di antara gedung gedung. Gadis itu terpincang-pincang dan dalam sekejap peluru menembus kepalanya. Darah menyembur dan dalam hitungan detik tubuh gadis tersebut melebur menjadi kepingan cahaya lalu tersapu angin laiknya debu.

Mematung sejenak lalu tubuhnya seperti tersadar apa yang harus ia lakukan. Buru-buru Axel memutar arah, berlari menyusuri gang kecil. Lalu memasuki bangunan setengah runtuh, mencari jalur yang bisa dilewati sembari was-was akan kejaran seseorang di belakangnya. Ia berusaha mencari tempat kabur yang bisa membuatnya bersembunyi sesekali untuk menyimpan energi. Sebab balok energi di eye monitornya tidak lagi banyak dan menyebabkan kemampuan berlarinya menurun.

Axel mulai merasa tidak sanggup lagi melarikan diri, dan situasi yang menghadangnya semakin memburuk.

Pria bertubuh besar dengan pakaian tempur khas tentara pasukan khusus tepat berada di belakang tembok tempat ia bersembunyi.

Belum sempat Axel menenangkan degup jantungnya, peluru menembus tembok di samping telinganya.

Nyaris.

Jika saja peluru itu bergeser 5 sentimeter saja, maka dapat dipastikan tubuhnya telah terpecah menjadi kepingan cahaya lalu melebur seperti debu di udara.

Axel kembali berlari di saat ia merasa memiliki kesempatan. Yaitu saat pria bertubuh besar itu mendengar suara dari arah barat. Axel mengintip lewat lubang kecil di dinding. Lubang yang dihasilkan dari peluru sebelumnya. Saat itu, pria tersebut berpaling dan berniat mendatangi sumber suara. Saat itulah Axel berinisiatif mengambil langkah seribu.

Namun usahanya melarikan diri, sia-sia. Reruntuhan bangunan menutup jalan yang Axel pilih. Sehingga yang ditemukannya adalah jalan buntu.

Anjing.

Mengumpat adalah pilihan paling tepat menurutnya sekarang. Walaupun Axel sadar seharusnya ia berdoa bukannya berkata kasar.

Di saat yang bersamaan, keseimbangan tubuhnya mulai lemah. Ternyata energinya tinggal 10%. Langkah kaki terdengar di belakangnya. Axel tidak mengerti mengapa pria itu cepat sekali menemukannya. Padahal ia sudah berlari cukup jauh.

Atau mungkin, cukup jauh itu hanya perasaanku saja.

Tamatlah riwayatnya.

Tinggal menghitung detik sampai senapan diarahkan kepadanya dan peluru akan menembus kepala.

Tak ada waktu dan jalan untuk melarikan diri. Senapan telah di arahkan kepadanya.

Dalam beberapa detik otaknya menciptakan ingatan-ingatan semasa hidup. Konon di detik-detik kematian, otak kita akan membuat manifestasi pengalaman hidup yang membuat kita akan merasa senang dan sedih. Dulu Axel tidak mempercayai itu, namun kini ia benar-benar merasakannya.

Selesai sudah perjuangannya di dunia ini.

Gammaverse. I hate u.

Hai my readers,Selamat pagi, siang, dan malam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hai my readers,
Selamat pagi, siang, dan malam. Sena si penulis amatir balik lagi dengan genre cerita yang agak laen nih. Kali ini genrenya Sci-fi misteri. Harap maklum jika masih terdapat typo atau penulisan yg tidak sesuai eyd. Aku masih belajar dan akan terus memperbaiki tulisanku. Oh iya cerita ini murni dari isi kepala aku yg random banget serta terinspirasi dari banyak film/series yang aku tonton, terutama anime SAO.
Jadi kalau kalian merasa vibes diawal agak mirip, gak usah kaget ya karena emang terinspirasi dari situ.

Semoga kalian menikmati Gammaverse. See youuuu

GammaWhere stories live. Discover now