"Apa ini...," gumam Seo Yun saat ia menginjak sesuatu yang ganjil. Tanpa menunggu lama, Seo Yun menoleh dan matanya seketika melebar.

"Guk... guk... guk...."

Tanpa banyak berpikir, Seo Yun berlari untuk membebaskan ekor si anjing yang sebelumnya tidak sengaja ia injak. Bukan hanya Seo Yun, si kucing malang yang kelaparan tadi juga ikut berlari mengikuti Seo Yun,

"Eomma.... Hua... Appa!" teriak Seo Yun sambil berlari dengan kecepatan penuh.

Jae Hyun dan sang ibu masih setia menyaksikan adegan itu di tempat semula. Ada raut khawatir yang Kim Hana tampakkan. Namun, Jae Hyun hanya memasang ekspresi biasa dengan kening berkerut dan belum ada niatan untuk menolong gadis itu. Salah satu hal yang kini membuat Jae Hyun enggan menolong Seo Yun adalah, Jae Hyun sedang asyik memperhatikan paha mulus Seo Yun. Sebagai lelaki, Jae Hyun tidak memungkiri jika disuguhkan pemandangan gratis seperti itu. Rok seragam Seo Yun yang panjangnya hanya sampai atas lutut, kini tesibak dan berkibar, walau Seo Yun mengenakan safety pants, pemandangan indah untuk Jae Hyun tetap tidak terganggu.

"Appa... Jinnie oppa... uhh... tolong aku!"

"Segeralah tolong gadis itu, Jae-ya."

Akhirnya Jae Hyun menoleh ke arah sang ibu yang sudah menatap Seo Yun dengan penuh kekhawatiran. Ditambah, tidak ada seorang pun anggota keluarga Seo Yun yang keluar dari rumah mewahnya.

Seo Yun benar-benar terlihat menyedihkan. Ia masih lari terbirit-birit sabil terus berteriak. Juga, ketakutannya semakin parah karena si kucing juga ikut berlari bersamanya. Sejujurnya, sejak kecil Seo Yun sangat takut dengan kucing, apalagi bulu kucing. Jadi, Seo Yun akan berusaha untuk tidak bersentuhan dengan binatang berbulu lebat itu.

"Hua..." itu adalah teriakan terakhir Seo Yun sebelum ia menaiki pintu gerbang depan rumahnya yang tinggi menjulang. Sungguh luar biasa kekuatan dari sebuah ketakutan. Seo Yun pun tidak sadar dengan kemampuan memanjatnya ini.

"Tuhan... tolong aku," pinta Seo Yun dengan suara bergetar. "Kirimkan aku seorang penolong. Jika perempuan, aku janji akan berbagi apa pun dengannya, asal bukan kekasih. Tapi, kalau laki-laki, aku akan mengizinkannya membuat satu permintaan yang pasti akan aku berikan."

Jae Hyun menggelengkan kepala mendengar doa keras Seo Yun itu. Kekanakan sekali. Benar-benar ceroboh.

Tak lama setelah mencibir kelakuan Seo Yun, Jae Hyun tersenyum penuh arti. Ia menemukan sebuah emas permata dari otak cemerlangnya. Segera ia berjalan mendekat ke arah Seo Yun.

"Oh... Tuhan... tolonglah aku. Huaa... bahkan cara seperti itu pun tidak mempan juga."

"Hei, cepatlah turun."

Seo Yun segera menoleh ke bawah dan mendapati sosok pria yang tidak ia kenal. Kening Seo Yun berkerut. Bagaimana mungkin aku turun jika anjing mengerikan itu masih di sana? keluh Seo Yun saat melihat anjing tadi memang masih di tempat semula. Bedanya, si anjing terlihat tenang.

"Tidak perlu takut. Dia anjing yang manis," ucap Jae Hyun yang kemudian membelai kepala si anjing dan membuat anjing tadi menjadi lebih jinak lagi.

Diam-diam, Jae Hyun sejak tadi menikmati pemandangan tubuh bawah Seo Yun yang dibalut safety pants dan rok. Tampak pula kaki mulus Seo Yun yang ramping.

"Anda pawang anjing?"

"Bukan!" balas Jae Hyun yang sudah menjauhkan tangannya dari si anjing. Ia masih mendongak. "Segeralah turun, Nona. Kau bisa jatuh dan terluka jika terus bergelantungan di sana."

Bibir Seo Yun mengerucut dan kepalanya menggeleng hebat. Kesadarannya yang sudah sepenuhnya kembali membuat Seo Yun rasanya akan tertarik oleh gravitasi bumi. Sebab, Seo Yun memiliki phobia ketinggian. Lucu sekali. Bahkan ia baru tersadar dan bertanya-tanya, bagaimana cara dirinya menaiki pagar setinggi ini.

Starting with Promise [Complete]Where stories live. Discover now