03. Healing? ✔️

73 14 2
                                    

Bruk!

“Woy!”

  Mengapa rasanya hari ini begitu sial? Kenapa orang-orang nampaknya gemar menguji kesabarannya sekarang?

“Loe punya mata nggak, sih?” Sentak Gitta pada siswi yang baru saja bertabrakan dengannya, membuat minuman cup yang dipegang siswi tersebut tumpah mengenai seragamnya.

“Ma-maaf, Kak,” siswi itu tertunduk takut. Oh ayolah, ia tahu sedang berhadapan dengan siapa saat ini.

“Maaf-maaf,” ulang Gitta menatap kesal cewek di hadapannya, “Maaf loe nggak akan buat seragam gue kering, bego!” hardiknya.

“Ada apa nih?”

  Siswi itu semakin menunduk takut. Sepertinya ia akan berakhir kurang baik melihat teman-teman Kakak kelasnya itu ikut datang.

“Wah? Wah? Seragam loe kok basah, Git?”

  Gitta hanya berdelik, menatap sinis siswi tersebut, “Urus gih!” titahnya pada teman-temannya.

  Teman-teman Gitta tersenyum puas, mereka segera bergegas bak kendaraan yang baru saja diberi lampu hijau.

“A-ampun, Kak. Ma-maaf.”

  Percuma. Mau sampai berlutut pun, siswi tersebut tidak akan dilepaskan begitu saja oleh geng BRIGHT. Jika urusan buli-membuli, mereka tidak bisa diragukan lagi. Bahkan geng BRIGHT itu dijuluki geng terburuk dari seluruh angkatan SMA Gemilang dikalangan siswi perempuan.

  Gitta memberi instruksi lewat tatapan tajamnya agar teman-temannya itu mengikuti langkahnya, tak lupa membawa korban buli mereka berikutnya. Mereka membawanya ke atap gedung sekolah. Di atas gedung pencakar langit tersebut mereka biasa menganiaya korbannya.

....

Pluk!

  Itu kemasan susu kelima yang Karel lemparkan di Tong sampah sebelahnya.

“Aish, Indah mana sih?” gumamnya seraya mengedarkan pandangannya.

  Lingkungan sekolah sudah mulai kosong, kendaraan di parkiran pun sudah mulai menyusut. Bel pulang sudah ditekan dua jam yang lalu, tapi Karel masih nangkring di depan sebuah kursi panjang dekat pintu gerbang sekolah. Ia tengah menunggu teman perempuannya, indah namanya. Mereka biasa pulang bareng karena satu kompleks perumahan.

  Temannya itu berpesan agar Karel menunggunya di dekat gerbang sekolah, katanya ia ingin pergi ke toilet lalu membeli minuman di kantin. Tapi sampai sekarang gadis itu belum menunjukkan batang hidungnya juga. Atau indah sudah pulang duluan kah? Ah, rasanya tidak mungkin, kapan gadis mungil itu lewat?

“Aku susul aja ke kantin atau toilet kali, ya?” gumam Karel seraya menjentikkan jarinya.

  Namun, saat kakinya hendak dilangkahkan, ia hampir saja menabrak seseorang.

  Karel ternganga di tempatnya, sedangkan orang yang hampir ia tabrak tengah menatap datar kearahnya. Tatapannya begitu dingin, kepalanya sedikit diangkat ke atas, menampilkan ekspresi arogannya.

  Perlahan, Karel melangkah mundur, memberi jalan Kakak kelasnya itu. Bukan, bukan Karel yang melepaskan tatapan mereka terlebih dahulu, namun siswi perempuan itulah yang mengakhirinya. Ia segera berlalu pergi tanpa sepatah kata.

COTTON CANDY (On Going)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora